[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="sumber: blogspot.com"][/caption]
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945
Sangat ironis saat membaca pasal 33 UUD 1945 terutama ayat 3 diatas dan menyaksikan realita hidup rakyat Indonesia yang jauh dari kemakmuran.
Ironis mengetahui fakta akan kekayaan Indonesia dan kemiskinan yang mengancam kehidupan anak bangsa. Ironis ketika pemerintah gagal mengelola bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk kesejahteraan 28, 07 juta rakyat Indonesia yang hidup di garis kemiskinan.
Semakin ironis ketika bumi dan kekayaan didalamnya benar – benar “dikuasai” oleh pejabat negara untuk kepentingan kelompok apalagi keluarganya, bukan rakyatnya.
Pemerintah adalah penyelenggara negara yang memikul amanat untuk mengelola tanah air untuk kesejahteraan rakyatnya. Namun, melihat realita yang ada tentu amanat itu belum benar – benar dilaksanakan.
Istilah “negara milik rakyat” tak akan pernah terwujud selama rakyat masih terancam untuk memperoleh tempat tinggal, makanan dan minuman, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya.
Rakyat miskin hidup dijalanan tanpa rumah apalagi tanah, rakyat yang berjualan setiap hari harus merasa terancam dengan penggusuran karena memasang lapak di atas tanah yang katanya milik negara. Rakyat yang tinggal diatas tanah yang didalamnya tertanam kekayaan bumi akan digusur oleh perusahaan asing dan pemerintah. Rakyat adatpun kehilangan identitasnya.
Hutan – hutan ditebang, kayu – kayunya dijual dan lahannya digunakan untuk menanam sawit dan perkebunan sejenisnya. Satwa hutan seperti harimau, gajah dan orang utan kehilangan tempat tinggal. Masuk ke permukiman penduduk. Konflik manusia dan hewan pun tak terelakan. Manusia menjadi mangsa. Istri kehilangan suami, anak kehilang ayah dan sebagainya.
Laut yang menjadi penopang hidup rakyat pesisir juga tak terelakkan dari ancaman perusahaan milik asing dan pemerintah tersebut. Laut menjadi tong sampah untuk limbah perusahaan – perusahaan tersebut. Laut tercemar dan ikan – ikan beserta “penghuni” lautnya pun mati.
Akibat limbah, ikan – ikan akan mencari wilayah yang lebih aman nun jauh ke tengah laut. Perahu – perahu nelayan pun diharuskan mengikuti pelarian ikan – ikan tersebut. Saking jauhnya ke tengah laut, para nelayan tak sadar sudah memasuki wilayah kelautan negara tetangga. Dianggap mencuri ikan, nelayan ditangkap dan dipenjara negara asing.
Jika ikan – ikan dan harimau saja terancam hidupnya? Bagaimana dengan rakyat Indonesia sendiri? Lalu apa yang dimiliki rakyat dari negara ini sesungguhnya?
Pemerintah sebagai penyelengara negara harus bekerja dengan mengimplementasikan UUD untuk mensejahterakan rakyat. Pemimpin dipilih rakyat sebagai pemimpin rakyat bukan pembesar atau penguasa bak raja – raja kecil yang minta dilayani. Kesejahteraan rakyat tak dapat diwakili oleh DPR yang hidup megah.
Seperti yang dikatakan Wiranto, negara adalah miliki rakyat bukan para pejabat dan keluarganya. Semua rakyat memiliki hak atas negara sesuai yang termaktub dalam UUD. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkadung didalamnya “dikelola” oleh negara dan dipergunakan “sebesar – besarnya” untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H