Relawan Arvian Nur Amalina dan Sasa Paulus saat melakukan kegiatan Contact Tracing, 10 Agustus 2021)Setahun lebih pandemi COVID-19 melanda Indonesia.
Sejak Maret 2020 hingga saat ini kasus tercatat semakin meningkat. Dilansir dari CNBC Indonesia, media-media asing bahkan sempat menyebut Indonesia sebagai episentrum pandemi baru menggantikan India dan Brasil. Indonesia sebenarnya tidak berdiam diri saja dalam menghadapi pandemi COVID-19.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dan Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) membentuk sebuah media bagi mahasiswa untuk berkontribusi dalam penanganan COVID-19 yaitu Relawan COVID-19 Nasional (RECON).
RECON merancang sebuah program yakni Kampus Lacak COVID-19, dimana mahasiswa turut serta membantu puskesmas dalam melakukan tracing pada setiap kasus konfirmasi sehingga kontak erat semakin mudah untuk dilakukan pemantauannya. Pendaftaran relawan untuk program ini telah disosialisasikan pada 8 April 2021, sejauh ini lebih dari 950 mahasiswa kesehatan telah diterima sebagai relawan dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
dr. Ngabila menyambut baik adanya relawan contact tracer ini, khususnya 400-500 orang yang ditempatkan di DKI Jakarta.
“Saya menyambut baik dan ini sangat luar biasa. Karena saat ini kita ada di era pandemi yang belum tentu 100 tahun sekali selalu ada, yang artinya kita berpikir bisa bermanfaat bagi masyarakat (bisa ambil peran) di pandemi ini.
Teman-teman mahasiswa hadir, masih muda, melek IT (Information Technology) dan bisa membantu digital tracing, bahkan relawan ini ada dimanapun di seluruh Indonesia.
Mereka dari dalam kamarnya, dari dalam rumahnya bisa berkontribusi untuk Indonesia khususnya untuk DKI Jakarta.
Mereka menghubungi pasien kasus positif, menginput data kontak erat dan data spesimen di DKI Jakarta yang jumlahnya banyak sekali. Jadi ini merupakan bagian dalam membentuk suatu sistem surveilans yang membuat data menjadi rekomendasi kebijakan,” ujar dr. Ngabila.
“Kesulitannya adalah ketika pasien yang saya pantau mengalami kepanikan. Ketika pasien panik, kita jangan ikut panik, kita harus tetap melakukan koordinasi dan komunikasi dengan dokter jaga atau dokter yang bertanggung jawab atas kita,” ujarnya.
Banyak pengalaman yang didapat para relawan seperti mendapat wawasan baru, berkomunikasi dengan pasien, terjun langsung ke lapangan dan lainnya. Para relawan yang telah bergabung berharap agar mahasiswa lainnya dapat mengikuti program RECON sebagai bentuk kontribusi dalam membantu negeri.
Sebagai penutup wawancara, dr. Ngabila mengatakan besar harapan pada program RECON ini agar terus berlanjut hingga status pandemi menjadi terkendali.
“Kami sangat terbantu dengan teman-teman RECON yang sukarela mendaftarkan diri dan bermanfaat bagi masyarakat serta pemerintah setempat. Semoga tetap semangat, idealis, dan terus berkontribusi di era pandemi ini. ” ujarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H