Psikotropika Pengertian Psikotopika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika digolongkan lagi menjadi 4 kelompok adalah :
- Psikotropika golongan I, adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh: MDMA, LSD, STP, dan ekstasi.
- Psikotropika golongan II, adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.
- Psikotropika golongan III,adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : lumibal, buprenorsina, dan fleenitrazepam. d. Psikotropika golongan IV, adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : nitrazepam (BK, mogadon, dumolid) dan diazepam.
Zat adiktif lainnya Zat adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :Â
- RokokÂ
- Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan
- Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan.
Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia)
Pengertian kepolisian juga terdapat dalam Undang-Undang di Indonesia. Undang-undang yang membahas tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terdapat dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2002 dalam Pasal 1 ayat (1). Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa "Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan; Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Polri dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba, melakukan langkah strategis sebagai berikut:
- Â Pre-emptif Upaya pre-emptif yang dilakukan adalah berupa kegiatan-kegiatan edukatif (pendidikan/pengajaran) dengan tujuan mempengaruhi faktor-faktor penyebab yang mendorong dan faktor peluang,yang biasa disebut faktor "korelatif kriminologen" dari kejahatan narkotika, sehingga tercipta suatu kesadaran, kewaspadaan, daya tangkal, serta terbina dan terciptanya kondisi perilaku/norma hidup bebas Narkoba. Yaitu dengan sikap tegas untuk menolak terhadap kejahatan Narkoba. Kegiatan ini pada dasarnya berupa pembinaan dan pengembangan lingkungan pola hidup sederhanadan kegiatan positif,terutama bagi remaja dengan kegiatan yang bersifat produktif, konstraktif, dan kreatif. Sedangkan kegiatan yang bersifat preventif edukatif dilakukan dengan metode komunikasi informasi edukatif, yang dilakukan melalui berbagai jalur antara lain keluarga, pendidikan, lembaga keagamaan, dan organisasi kemasyarakatan.
- Preventif Upaya ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kejahatan Narkoba melalui pengendalian dan pengawasan jalur resmi serta pengawasan langsung terhadap jalur-jalur peredaran gelap dengan tujuan agar Police Hazard tidak berkembang menjadi ancaman faktual.
- Represif Upaya Represif atau penindakan dilakukan dengan cara melakukan penangkapanpenangkapan terhadap para pengguna dan pengedar narkoba. Penangkapan tidak hanya dilakukan terhadap warga negara Indonesia saja, tetapi penangkapan juga dilakukan terhadap warga negara asing yang terlibat.
Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkoba
      Pencegahan atau penanggulangan penyalahgunaan narkoba merupakan suatu upaya yang ditempuh dalam rangka penegakan baik terhadap pemakaian, produksi maupun peredaran gelap narkotika yang dapat dilakukan oleh setiap orang baik individu, masyarakat dan negara. Pola kebijakan kriminal sebagai upaya penanggulangan kejahatan menurut Arief (2009:23) mengatakan bahwa, dapat ditempuh melalui 3 (tiga) elemen pokok yaitu: penerapan hukum pidana (criminal law application), pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment) dan mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime).Â
      Untuk mengatasi peredaran narkoba di dalam negeri, Pemerintah Indonesia telah mengaturnya melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Melalui Undang-Undang ini, pemerintah bertujuan antara lain untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika; memberantas peredaran gelap narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika.
       Selain menerapkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pemerintah juga memperkuat aturan hukum tersebut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. Tidak hanya itu, pemerintah juga mengeluarkan Instruksi Presiden No 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba tahun 2011-2015 sebagai bentuk komitmen bersama seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara. Terakhir adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkotika, yang didalamnya melibatkan peran serta dari gubernur/bupati/walikota.
        Dalam rangka melakukan upaya pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika lintas negara, perlu digunakan pendekatan multi dimensional dengan memanfaatkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dari penerapan teknologi. Sebagaimana diungkapkan oleh Wijaya (2005: 153) mengatakan bahwa, penanggulangan terhadap peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dapat di tempuh melalui berbagai strategi dan kebijakan pemerintah yang kemudian dilaksanakan secara menyeluruh dan simultan oleh aparat terkait bekerjasama dengan komponen masyarakat anti narkoba.
Â
PENUTUP