Jika kita mendalami gaya kepemimpinan para pemimpin terkemuka, kasus Basuki Tjahaja Purnama, yang biasa disapa Ahok, Merupakan sosok yang menarik untuk dikaji. pernah menjabat sebagai Gubernur Jakarta, kemudian sekarang menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), pada buku yang berjudul "Reframing Organization" karya Lee G. Bolman dan Terrence E. Deal edisi ke-6 yang diterbitkan pada tahun 2017, kepemimpinan dipahami sebagai cara individu mempersuasi individu lain dengan tujuan tertentu, dan dalam proses kepemimpinannya seringkali seseorang berusaha semaksimal mungkin untuk membuat tujuannya tercapai (Bolman & Deal, 2017).Â
Ahok menunjukkan orientasi kepemimpinan yang berfokus pada efisiensi, rasionalitas, dan hasil. Dengan visi kemajuan, Ahok berupaya merombak birokrasi dan infrastruktur. Dengan melakukan reorganisasi lembaga-lembaga pemerintah, menghilangkan peran-peran yang berlebihan, dan meminta pertanggungjawaban pejabat, Ahok berupaya menyederhanakan operasi dan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Pendekatannya yang tanpa basa-basi dan berbasis data memberikan wawasan tentang bagaimana pemimpin dapat mencapai tujuan ambisius dan mendorong perubahan.Â
Berdasarkan survei penilaian sifat kepemimpinan oleh Poltracking, tegas dan berwibawa menjadi karakter Ahok yang paling menonjol dibanding kandidat lain, dan memperoleh pilihan 82 persen dari total responden dan untuk karakter ramah dan santun justru dianggap sebagai kelemahan dari Ahok.
Dari hal ini dapat kita pahami bahwa menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah, banyak rintangan yang yang harus dilalui hingga menjadi pemimpin yang ideal. Sifat seorang pemimpin berbeda-beda, namun pemimpin yang ideal memiliki sikap tegas, tetapi baik, harus memiliki pola logis dan pengertian. dari kriteria tersebut, kemudian muncul sebuah pertanyaan di kepala "Apakah Basuki Tjahaja Purnama yang biasa disapa Ahok sudah termasuk pemimpin yang ideal ?".
Sebelum pembaca menarik kesimpulan lebih lanjut terkait ideal atau tidaknya, kita haruslah paham terlebih dahulu jenis-jenis gaya kepemimpinan yang ada dan kemudian menganalisanya, berikut adalah beberapa jenis gaya kepemimpinan, (1) Structural Frame (Kerangka Struktural), menekankan rasionalitas, analisis, logika, fakta, dan data. (2) Human Resource Frame (Kerangka Sumber Daya Manusia), menekankan pentingnya manusia. percaya tentang pentingnya pembinaan, partisipasi, motivasi, kerjasama tim, dan hubungan yang baik. (3) Symbolic Frame (Kerangka Simbolik), percaya penting memberikan visi dan inspirasi, yang menggunakan simbol-simbol, menceritakan kisah-kisah, dan membingkai pengalaman dengan berbagai cara yang memberi orang harapan dan makna. (4) Political Frame (Kerangka Politik), percaya bahwa pemimpin hidup di dunia yang penuh konflik dan sumber daya yang langka, memobilisasi sumber daya yang diperlukan untuk melakukan advokasi, membangun basis kekuatan, sekutu, jaringan, dan koalisi. Pada Artikel ini, penulis akan membahas dan mengeksplorasi gaya kepemimpinan Ahok secara mendalam menurut Jose Zolner's Four Frame of Leadership dan perspektif penulis.Â
Reformasi JakartaÂ
Structural frame berfokus pada struktur, proses, peran dan aturan organisasi. kerangka ini menekankan kejelasan peran dan tanggung jawab, hirarki formal, serta desain sistem dan proses yang efisien (Bolman & Deal, 2017, h. 48).
Sebagai Gubernur Jakarta, Ahok menerapkan beberapa reformasi untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas pemerintahan. Untuk memperlancar operasional, Ahok melakukan reorganisasi lembaga-lembaga kota dan memotong birokrasi. Ia mengurangi jumlah lembaga dari 42 menjadi 34 dan memberhentikan pegawai negeri yang berkinerja buruk.
Ahok juga memperkenalkan teknologi baru dan sistem berbasis data untuk meningkatkan transparansi dan mengekang korupsi. Dia meluncurkan aplikasi ponsel pintar bernama Qlue yang memungkinkan warga melaporkan permasalahan secara langsung kepada pemerintah. Laporan-laporan tersebut dilacak secara publik sehingga masyarakat dapat melihat kapan permasalahan telah diselesaikan. Ahok menggunakan data dari aplikasi untuk mengevaluasi kinerja lembaga dan membuat keputusan penganggaran. Untuk mengatasi masalah infrastruktur besar-besaran di Jakarta, Ahok membentuk satuan tugas khusus untuk mempercepat penyelesaian proyek. Dia menyederhanakan proses perizinan, mengurangi waktu persetujuan dari beberapa bulan menjadi hanya beberapa hari. Ahok juga melakukan renegosiasi beberapa proyek infrastruktur yang terhenti agar pembangunannya bisa berjalan kembali. Selama masa jabatannya, Jakarta melihat kemajuan dalam inisiatif yang telah lama tertunda seperti sistem angkutan cepat massal, revitalisasi taman umum, dan proyek mitigasi banjir.
Dari sudut pandang structural frame, Ahok adalah pemimpin yang mampu membuat kemajuan nyata dalam mengatasi tantangan paling mendesak di Jakarta. Gaya kepemimpinannya yang pragmatis dan berbasis data menjadi model reformasi sektor publik melakukan penyelarasan dan efisiensi solusi yang memperjelas peran dan tanggung jawab.
Terhubung Dengan masyarakat Gerakan Simbolik
Symbolic Frame menekankan pentingnya budaya organisasi, simbol dan makan. Solusi yang diberikan ketika adanya masalah dalam organisasi akan selalu melibatkan penceritaan, ritual, dan upaya untuk membentuk budaya dan narasi organisasi (Bolman & Deal, 2017, h.241).
Salah satu contohnya adalah kunjungan mendadak Ahok ke kantor-kantor pemerintah dan fasilitas umum seperti rumah sakit dan sekolah. Kunjungan mendadak ini memungkinkan Ahok untuk melihat secara langsung bagaimana pelayanan publik diberikan dan mengidentifikasi hal-hal yang perlu ditingkatkan. Gerakan simbolis lainnya adalah praktik blusukan atau temu sapa masyarakat secara dadakan yang dilakukan Ahok. Ahok akan mengunjungi lingkungan pemukiman, pasar, dan kawasan komunitas lainnya untuk berbicara langsung dengan warga mengenai keprihatinan dan kebutuhan mereka. Interaksi tatap muka ini menunjukkan komitmen Ahok untuk terlibat dengan masyarakat dan memahami sudut pandang masyarakat. Melalui blusukan, Masyarakat mengapresiasi pendekatan langsung Ahok.