Tahun 2021 ini merupakan tahun yang berat bagi pertumbuhan ekonomi. Masa pandemic dapat dikatakan menghambat seluruh aktivitas perekonomian nusantara. Sebenarnya peristiwa ini dapat dikatakan serupa dengan yang terjadi pada saat krisis moneter 1998. Pertumbuhan perekonomian ini kembali terjun bebas akibat adanya pandemi Covid-19.
Namun, pembahasan kali ini berfokus bagaimana tarif pajak dapat membantu mengembalikan pertumbuhan ekonomi ke tempat yang seharusnya. Kita tidak akan membahas faktor yang dapat mendongkrak perekonomian. Kita dapat mencermati stimulus seperti apa yang dapat diberikan untuk mendongkrak perekonomian dengan optimalisasi kebijakan baru tarif pajak.
Pertumbuhan Ekonomi Menurun
Pandemi Covid-19 memang sangat mengganggu aktivitas perdagangan, hambatan muncul karena ada batasan-batasan yang harus dipatuhi. Hal ini tentu saja membuat perekonomian yang seharusnya memanas namun menjadi lesu.
Data Statistik Pertumbuhan Ekonomi
Menurut data yang bersumber dari website Badan Pusat Statistik, dikatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat jatuh hingga -5,32% pada kuartal-2 tahun 2020. Meskipun saat ini sedang masa pemulihan, namun pertanyaan mendasarnya adalah butuh waktu berapa lama untuk dapat kembali ke level semula ?
Oleh sebab itu pemerintah tidak berpangku tangan. Direktorat Jendral Pajak (DJP) selaku pihak yang bertanggung jawab untuk mengurus dan melaksanakan sistem perpajakan di Indonesia membuat beberapa kebijakan baru tentang tarif pajak. Tujuannya, tidak lain adalah untuk membangkitkan mesin perekonomian Indonesia. Beberapa sektor mendapatkan relaksasi insentif pajak untuk mendorong roda gerigi perekonomian
Sektor Otomotif Menjadi Sasaran
Pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak langsung menargetkan sektor otomotif menjadi sasaran utama untuk mendongkrak perekonomcian. Mengingat sebelumnya Indonesia menjadi salah satu “Market Place” bagi para produsen mobil . Pada awalnya dengan menargetkan sektor otomotif , diharapkan para konsumen membeli kendaraan dengan membayar tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah(PPnBM) untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun sebenarnya insentif pajak PPnBM ditanggung pemerintah terkompensasi dengan pembayaran PPH. Sehingga negara tetap dapat menerima pemasukan dari Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
Statistik Penjualan Mobil
Bedasarkan data yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik, penjualan otomotif di masa pandemi terjun bebas hingga -7,59% pada kuartal 2 tahun 2020. Oleh sebab itu pemerintah dan DJP membuat membuat ketetapan baru untuk mendongkrak roda perdagangan dengan membuat relaksasi pajak. Namun relaksasi pajak yang dilakukan bukan memangkas tarif pajak Pajak Pertambahan Nilai melainkan relaksasi tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang mewah (PPnBM)
Setiap mobil baru selain dikenakan tarif pajak PPN juga dikenakan tarif pajak PPnBM. Semua kebijakan ini sudah tertera dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Di dalam undang-undang ini, dikatakan bahwa jual beli barang tidak hanya dikenakan PPN namun juga dikenakan juga tarif PPnBM. Hal ini dilandaskan dengan alasan agar adanya keadilan karena apabila hanya ada PPN maka tidak adil karena PPN hanya bersifat objektif dan tidak memandang latar belakang orang yang berpenghasilan rendah dan berpenghasilan tinggi. Coba kita pikirkan apabila orang berpenghasilan tinggi membeli barang mewah dan hanya dikenakan tarif PPN bedasarkan object , bukankah itu kurang adil bila disamakan dengan orang berpenghasilan rendah yang membeli barang yang sama ?
Namun untuk saat ini justru kebijakan ini dinilai sangat memberatkan masyarakat untuk membeli mobil. Oleh sebab itu pemerintah mengeluarkan kebijakan baru tentang relaksasi tarif pajak PPnBM untuk pembelian mobil baru dengan kapasitas mesin 1.500 CC dengan segmen 4x2 silinder. Bedasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.010/2021 disebutkan untuk pemangkasan tarif pajak PPnBM ini hanya berlaku untuk sedan 1.500 CC dengan 3 tahap yaitu pemangkasan tarif PPnBM sebesar 100 % lalu tahap kedua sebesar 50 % dan tahap ketiga sebesar 25% ditanggung oleh pemerintah.
Meluasnya Relaksasi Pajak PPnBM
Kurang maksimal apabila hanya mobil dengan kapasitas 1.500 CC dengan segmen 4x2 silinder saja yang mendapat insentif. Oleh sebab itu pemerintah segera membuat aturan untuk memperluas insentif pajak kendaraaan dengan mengeluarkan kebijakan baru. Bedasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 31/PMK.010/2021 disebutkan bahwa insentif pajak PPnBM untuk kendaraan diperluas hingga kendaraan dengan kapasitas 1.500 CC hingga 2.500 CC.
Progam relaksasi tarif pajak merupakan kebijakan masuk akal yang dibuat oleh pemerintah. Diharapkan dengan adanya relaksasi ini roda perekonomian dapat terpacu untuk berjalan kembali seperti sedia kala. Namun perlu ditandai bahwa apakah relaksasi tarif pajak ini sudah mengarah ke sector yang tepat ?. Apakah relaksasi pajak ini sudah dapat mendorong aktivitas ekonomi kembali ke posisi yang semula ?. Tentu saja dengan insentif tarif pajak ini harga mobil baru akan menjadi lebih murah dan mendorong angka penjualan mobil baru. Namun insentif tarif pajak otomotif ini tidak dapat menjamin roda perekonomian dapat kembali ke posisi semula. Oleh sebab itu jangan sampai fokus insentif hanya mengarah pada sektor otomotif saja, jangan sampai sektor yang lain dibiarkan begitu saja .
Diharapkan insentif tarif pajak tidak hanya dilaksanakan untuk memacu roda ekonomi sektor otomotif saja, melainkan juga dilaksanakan untuk memacu sektor lainnya agar roda perekonomian kembali ke posisi semula. Dengan begitu seluruh aktivitas perekonomian dapat bekerja dan bergerak seperti sedia kala.
Penulis
- Christophorus Raymond, Adellyta Delviana dan Muh Sholikhul Anas –Mahasiswa Universiatas Pembangunan Jaya
- Agustine Dwianika-Dosen Universitas Pembangunan Jaya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI