[caption caption="sumber : liburkeluarga.com"][/caption]
Mengunjungi Ruang Terbuka Publik memang menyenangkan. Baik untuk sekadar duduk-duduk santai sambil membaca buku di luar ruangan, berolah raga maupun kumpul bersama teman-teman. Dengan adanya ruang terbuka publik, para warga ibukota setidaknya dapat menikmati ketenangan dan udara segar daripada terus menerus mendekam di dalam ruangan dengan penyejuk buatan.
Seperti halnya satu taman yang terletak di jantung ibukota yaitu Taman Suropati. Ruang terbuka hijau ini bisa dibilang ruang terbuka serbaguna dan tidak pernah terlelap. Berbagai macam kegiatan dapat dilakukan di taman ini. Selain pepohonan rindang dan dekat dengan rumah dinas Presiden RI saat ini, Taman Suropati juga menyediakan karya seni berupa patung-patung dan juga sarang burung merpati. Setiap liburan akhir pekan datang, Taman ini berubah menjadi wadah kegiatan seni yang menyajikan berbagai pertunjukan seperti pagelaran musik, menggambar bersama, belajar teknik pahat atau para Marching Band yang latihan. Tidak hanya itu saja, kegiatan olah raga seperti yoga juga sering diadakan di sana.
Ketentuan adanya Ruang Terbuka Publik di setiap kota sesuai dengan Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 31. Menurut peraturan Kementerian Pekerja Umum bidang tata ruang, pembangunan Ruang Terbuka Publik setidaknya memiliki 4 (empat) fungsi, yaitu : fungsi sosial dan kebudayaan, ekologis, arsitektural dan estetika serta fungsi ekonomi[1].
Akan tetapi pada kenyataannya, tidak semua Ruang Terbuka Publik dapat berfungsi dengan baik. Apabila Taman Suropati yang mendekati ideal memiliki fungsi yang sesuai dengan peraturan Kemen PUPR, ternyata di pojok lain masih saja ada orang-orang yang melakukan “buka-bukaan” di Ruang Terbuka bersama pasangan.
Beberapa Ruang Terbuka Publik ketika jelang malam dapat berubah menjadi tempat bercumbu gratis. Tidak hanya taman-taman atau lapangan yang sudah tak lagi untuk beraktivitas, tetapi Ruang Terbuka Publik yang 24 jam selalu ramai pun tak dapat terhindar dari kegiatan negatif.
Dikutip dari situs media online, dari 2000 taman kota yang berfungsi sebagai tempat berkativitas positif di siang hari, menjelang malam tidak sedikit yang beralih fungsi menjadi tempat muda-mudi bergumul melakukan tindakan asusila[2].
Ibarat WC umum di terminal bis mampet, jangan salahkan kotoran yang menyumbat. Salahkan pengelola. Sama halnya dengan Ruang Terbuka Publik, apabila masih ada muda mudi yang menggunakan tempat tersebut sebagai tempat berpacaran, bisa jadi ada yang salah atau ada kelalaian pada pengelolaan tempat itu.
Pengelolaan Ruang Terbuka Publik tidak hanya berpusat pada aktivitas yang ada akan tetapi juga butuh pengawasan dan pengamanan ketat untuk menghindari kegiatan asusila. Dalam mencegah dan mengatasi adanya kegiatan tersebut, kerja sama dengan suku Dinas lain juga diperlukan.
Saat malam hari, penerangan yang ada di Ruang Terbuka juga perlu diperhatikan. Taman-taman Ibukota ketika menjelang malam tidak sedikit yang gelap dan remang-remang, sehingga menjadi tempat strategis untuk pasangan “mojok”. Pengawasan oleh para petugas penjaga taman kota bekerja sama dengan Satpol PP untuk menindak adanya kegiatan tersebut.
Ruang Terbuka Publik daripada menjadi tempat “buka-bukaan” berduaan, lebih baik tempat bersantai bersama kawan-kawan dan saling buka-bukaan bercerita.