Mohon tunggu...
Reka Agni Maharani
Reka Agni Maharani Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

hanya ingin menulis disini, tanpa perlu basa basi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Nikah Atau Kawin?

10 Juli 2010   15:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:57 1667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi hari, aku mendapatkan di meja kerjaku surat berwarna kuning keemasan di padu dengan warna kuning gading. Surat itu adalah surat undangan pernikahan temanku, Aini. Minggu depan ia akan menikah dengan lelaki yang telah menjadi kekasihnya selama 2 tahun. Sebelumnya, minggu kemarin aku baru saja datang ke pernikahan temanku yang satu lagi, Acid. Sepertinya sekarang sedang banyak pasangan yang menikah.

Aku membaca kartu undangan itu, kemudian tersenyum. Ia telah menikah, berarti mereka telah sah secara agama maupun pemerintah menjadi suami dan istri. Lantas, apa bedanya menikah dengan kawin? Sama makna, beda kata? Atau hanya di bedakan antara sah atau tidak sah? Sepertinya dalam bahasa, antara nikah dengan kawin mempunyai dua konotasi yang berbeda. Menikah mempunyai konotasi positif, sedangkan kawin biasanya mempunyai konotasi negatif. Orang awam terkadang mengartikan bahwa kawin merupakan hubungan intim antara sepasang kekasih, baik sudah menikah ataupun belum. Mungkin kawin lebih di disposisikan ke dalam sisi biologisnya. Sedangkan menikah adalah hubungan sah yang kemudian sepasang kekasih tersebut memasuki jenjang dan mendapat gelar suami dan istri, mapan secara materi maupun usia dan apabila mempunyai anak mereka tidak takut-takut untuk mengakui itu anak mereka. Sebuah pernikahan merupakan hal yang sakral dan suci, sehingga setiap orang—tanpa ada kemunafikan—pasti menginginkan pasangannya masih suci ketika mengucapkan janji sehidup semati bersamanya.

Tidak seperti halnya orang yang kawin sebelum menikah kemudian kebablasan dan mempunyai anak. Pernikahan hanya sekedar “pertanggung jawaban” dan tidak sedikit yang akhirnya menjadi beban terutama bagi seorang laki-laki, apalagi yang belum mempunyai penghasilan yang mapan. Alhasil, tidak sedikit pernikahan karena kawin duluan yang berujung kepada perceraian.

Kembali lagi ke Aini, aku kenal dia sudah lumayan lama karena ia adalah teman kuliahku sedari dulu dan aku juga tahu siapa saja kekasihnya sebelum dengan calon suaminya itu. Kalau di hubungkan dengan kawin, sebelum dengan calon suaminya ia pernah melakukan hubungan intim dengan tiga orang lelaki sebelumnya dan satu lagi adalah pacarnya. Dua orang lelaki jelas mantan pacarnya sedangkan satu lelaki tidak jelas statusnya. Sekarang, dia tidak menikah dengan ketiga lelaki yang pernah berhubungan dengannya dahulu, tetapi beda laki-laki lagi. Kalau begitu, lelaki yang sekarang menjadi calon suami Aini, mendapati calon istri yang sudah tidak perawan?

Lantas aku berpikir lagi, berarti kalau hanya ingin melakukan hubungan seksual tidak usah menunggu lama-lama mendapatkan pasangan yang akan membawa kita ke pernikahan yang sah dan dapat kawin tanpa ada rasa ragu? Hanya bedanya, kalau akhirnya kedapetan punya anak tidak merasa canggung mengakui anak itu adalah anak dari hasil hubungan yang resmi. Kalau begitu, masihkah pernikahan dianggap sakral dan suci, walaupun mereka sudah pernah kawin terlebih dahulu?

Lalu, apakah masalah keperawanan sekarang ini masih penting? Makna keperawanan pun sekarang sudah bergeser. Orang-orang dahulu mengatakan bahwa masih atau tidaknya perempuan itu perawan apabila selaput dara sudah robek atau belum. Ya, robeknya selaput dara memang tidak dapat memastikan perempuan itu masih perawan atau tidak karena ada berbagai macam faktor yang dapat membuat selaput dara robek, tidak hanya karena hubungan seksual saja. Selain selaput dara robek, katanya dulu kalau pertama kali berhubungan pasti mengeluarkan darah pertanda perempuan itu masih perawan. Kenyataannya sekarang, karena pengaruh dari makanan, kegiatan maupun rangsangan akan seksualitas seorang perempuan tidak selamanya pertama kali melakukan hubungan dan mengeluarkan darah.

Dalam bahasa, keperawanan adalah suci atau tidak sucinya seorang perempuan. Maksudnya, suci atau tidak sucinya seorang perempuan yaitu sudah pernah tersentuh dengan seorang laki-laki atau belum walaupun belum berhubungan seksual dengan lelaki itu sampai penetrasi. Jadi, apakah wanita yang pernah melakukan petting tanpa adanya intercourse atau penetrasi dapat dikatakan masih perawan? Mungkin, kalau sudah sampai tahap penetrasi memang bisa di bilang sudah tidak perawan.

Kalau begitu, untuk apa ada malam pertama apabila pasangan yang baru menikah kalau sebelumnya sudah melakukan hubungan dengan orang lain atau bahkan sebelum mereka menikah mereka juga sudah pernah berhubungan? Apakah itu hanya sebutan semata atau masih memiliki makna?

Mungkin urusan keperawanan, hanya perempuan itu dan Tuhan yang mengetahui keadaannya. Masih perawan atau tidaknya seseorang, tidak dapat di judge sebelah mata. Banyak alasan yang menyebabkan perempuan itu sudah tidak perawan lagi dan bukan berarti semua perempuan yang sudah tidak perawan adalah perempuan yang tidak baik. Sedangkan urusan kawin ataupun menikah, itu adalah pilihan semua pasangan dan bagaimana pasangan tersebut bisa saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Semua tergantung pilihan, karena hidup merupakan pilihan. Dan apa yang kemudian dipilih oleh orang tersebut, maka pilihan itulah yang menjadi tanggung jawab mereka kepada mereka sendiri dan kepada Tuhan. Semua orang pasti menginginkan yang terbaik untuk menjalani kehidupannya, tetapi tidak semua berjalan dengan baik. Ya, kembali lagi semua kepada prinsip, aturan, kebudayaan dan norma yang dianut.

Tokoh yang ada di dalam cerita hanya fiksi belaka.

Terima kasih atas tukar pikiran mengenai tulisan ini dengan Mbak ML alias Mariska Lubis dan tulisannya yang berjudul Masih perawan, tapi....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun