Mohon tunggu...
Reka Dewi Farid
Reka Dewi Farid Mohon Tunggu... Diplomat -

A woman who reads and writes. Cogito ergo sum..I think, therefore I am. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jika Ditawarkan Berangkat Haji dengan Kuota Haji Negara Lain

13 September 2016   02:23 Diperbarui: 13 September 2016   23:35 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah 177 WNI calon jemaah haji ditangkap oleh petugas imigrasi Ninoy Aquino International Airport, Filipina pada tanggal 18 Agustus 2016 ketika hendak melakukan perjalanan dari Filipina ke Arab Saudi dengan menggunakan paspor Filipina. Alasan penangkapan adalah kepemilikan secara tidak sah atas paspor Filipina (illegal possession of Filipino passport), yang secara teknis dibuktikan saat pemeriksaan oleh petugas imigrasi. Mereka tidak dapat berbicara Bahasa Tagalog maupun Bahasa Visayas dan tidak dapat menjawab pertanyaan siapa nama Presiden Filipina guna membuktikan apakah mereka warga negara Filipina yang berhak memiliki paspor Filipina.

Setelah mendata dan memastikan bahwa semuanya merupakan WNI, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Manila mengambil langkah-langkah dalam memberikan perlindungan WNI di luar negeri, diantaranya dengan melakukan negosiasi dengan Pemerintah Filipina dan memberikan jaminan sehingga mereka dapat dipindahkan dari rumah tahanan ke KBRI yang dinilai lebih layak. 

Perlu dicatat bahwa atas kerja sama yang baik dengan Pemerintah Filipina, maka 168 WNI telah diperbolehkan untuk dipulangkan ke Indonesia pada tanggal 4 September 2016, sementara 9 WNI lainnya tetap di Filipina untuk dimintai keterangan/kesaksian guna kelanjutan proses investigasi. Dengan peristiwa tersebut, mereka batal berangkat haji tahun ini. Yang lebih parah lagi, selain telah kehilangan puluhan hingga ratusan juta rupiah, mereka juga telah ditangkap dan sempat ditahan oleh Pemerintah Filipina.

Tak ada yang mengharapkan peristiwa tersebut terjadi. Kasus ini bukan hanya menjadi perhatian bagi Pemerintah RI dan publik di Indonesia, namun juga bagi Pemerintah Filipina. Isu ini juga dibahas dalam pertemuan bilateral antara Presiden Filipina, Rodrigo R. Duterte, dengan Presiden RI, Joko Widodo, dalam kunjungan ke Jakarta tanggal 9 September 2016 yang lalu. 

Sementara Pemerintah kedua negara membahas kerja sama teknis dan langkah lebih lanjut guna mencegah kasus ini terjadi lagi di masa mendatang, penting bagi masyarakat untuk juga mengambil peran dalam upaya pencegahan tersebut dengan memahami pengetahuan dasar terkait keberangkatan haji dengan memakai kuota haji negara lain.

Tentang Bepergian ke Luar Negeri

Mengingat sebagian besar calon jemaah haji di Indonesia belum pernah ke luar negeri sebelumnya, rasanya kurang tepat jika mengasumsikan semua WNI yang akan berangkat haji memahami pengetahuan dasar tentang bepergian ke luar negeri, seperti kegunaan paspor dan visa.

Untuk bepergian ke luar negeri, setiap WNI wajib memiliki paspor, yaitu dokumen yang mengijinkan WNI keluar dari wilayah NKRI, yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI (Kantor Imigrasi, Kemenkumham). Sementara itu, untuk memasuki negara lain, WNI memerlukan visa, yaitu dokumen yang mengijinkan WNI memasuki wilayah negara lain untuk tujuan tertentu, yang dikeluarkan oleh Pemerintah negara yang dituju (Kedutaan Besar di negara setempat). 

Terdapat berbagai jenis visa yang dikeluarkan suatu negara sesuai dengan tujuan WNI memasuki negara tersebut, antara lain visa turis/berkunjung, visa belajar, visa penugasan bagi diplomat, visa haji, dll. Untuk beribadah haji misalnya, WNI harus memperoleh visa haji, yang di tiap-tiap negara dibatasi jumlahnya oleh Pemerintah Arab Saudi (terdapat kuota setiap tahunnya). Jika melanggar ketentuan ini, misalnya menggunakan visa turis untuk beribadah haji, bekerja, atau tujuan lainnya yang tidak semestinya, maka WNI telah melanggar aturan keimigrasian dan dapat dikenakan sanksi oleh Pemerintah Arab Saudi.

Saat berada di luar negeri, paspor berfungsi sebagai identitas yang menunjukkan kewarganegaraan Indonesia. Perlu dicatat bahwa KTP, KK, SIM nasional, Ijazah, dll bukan merupakan identitas yang secara internasional dapat diterima sebagai identitas pribadi saat berada di luar negeri. Maka dari itu, saat di luar negeri, paspor harus dimiliki dan dijaga oleh setiap WNI. WNI yang menyerahkan paspor Indonesia dan kemudian memakai paspor negara lain, secara hukum dapat dianggap telah kehilangan kewarganegaraannya, mengingat Indonesia tidak menganut sistem dwi-kewarganegaraan. Yang juga perlu diketahui oleh setiap WNI yang ke luar negeri, pelanggaran kewarganegaraan dapat dikenakan sanksi berat.

Apakah memungkinkan keberangkatan haji dengan kuota negara lain tanpa melanggar hukum?

WNI dapat berangkat haji memakai paspor Indonesia dengan menggunakan visa haji yang diperoleh dari negara lain, atau dengan kata lain memakai kuota haji negara lain, contohnya Filipina. Yang perlu diingat adalah salah satu syarat untuk memperoleh visa haji bagi non-warga negara setempat dari Filipina ataupun negara lain pada umumnya adalah dapat membuktikan bahwa telah menjadi penduduk (resident) atau tinggal menetap di negara tersebut setidaknya selama setahun. Di Filipina, WNI yang bertugas sebagai diplomat, pejabat Asian Development Bank, pelajar Indonesia di Filipina dapat berangkat haji dari Manila dan Davao City memakai paspor Indonesia dengan memanfaatkan kuota haji Filipina tanpa masalah karena memenuhi syarat tersebut.

Adapun masalah yang terjadi dengan 177 WNI calon jemaah haji yaitu, agar tidak terikat dengan syarat tersebut di atas, mereka didaftarkan paspor Filipina dengan identitas palsu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Dengan memanipulasi kewarganegaraan dan identitas seperti demikian, diharapkan visa haji dari Kedutaan Besar Arab Saudi di Manila akan lebih mudah diperoleh dan  akan relatif lebih cepat berangkat haji.

Bagaimana jika ditawarkan berangkat haji dengan kuota negara lain?

Dengan pengetahuan dasar mengenai bepergian ke luar negeri dan informasi mengenai perolehan visa haji dari negara lain seperti di atas, diharapkan setiap WNI lebih jeli dalam melihat dan menanggapi tawaran berangkat haji dengan iming-iming tidak perlu mengantri karena memakai kuota negara lain. Berikut ini adalah hal-hal melanggar hukum yang menandakan tawaran untuk berangkat haji dengan memakai kuota negara lain perlu dicurigai sebagai bentuk penipuan:

  • Nama perusahaan atau oknum tidak terdaftar dan tidak mendapat ijin Pemerintah;
  • Mekanisme keberangkatan dari Indonesia ke negara dimaksud hingga sampai di Arab Saudi tidak secara jelas, misalnya: tidak jelas akan memakai penerbangan apa dan kapan, tidak jelas penginapan di mana, tidak jelas akan transit berapa lama, dsb;
  • Keberangkatan haji tidak dengan paspor Indonesia, melainkan dengan paspor negara lain;
  • Keberangkatan haji tidak dengan memakai visa haji; dan
  • Perolehan visa haji dari negara lain tidak mengharuskan untuk menjadi resident di negara tersebut.

Selain itu, apabila mendapatkan informasi mengenai penawaran berangkat haji dengan kuota haji negara lain, kiranya agar dapat secara bijak menelusuri lebih lanjut sebelum menyebarkannya kepada orang lain.

Kenapa penawaran berangkat haji memakai kuota negara lain ada terus dari tahun ke tahun dan bagaimana mencegahnya?

Salah satu faktor utama yang mendorong maraknya penawaran WNI berangkat haji dengan kuota negara lain adalah adanya ketimpangan jumlah kuota haji dan jumlah yang dimanfaatkan setiap tahunnya antara Indonesia dan Filipina misalnya. Di Indonesia, meski telah diberikan kuota haji sekitar 160.000-an per tahun, namun calon jemaah haji pada umumnya harus menunggu sekitar 8-20 tahun untuk mendapatkan giliran. Sementara itu, menurut catatan Philippine National Commission on Muslim Filipinos (NCMF), kuota haji Filipina adalah 8.000 per tahun dan hanya sekitar 3.000-4.000 yang dipakai setiap tahunnya.

Terkait hal ini, adalah penting bagi Pemerintah untuk menemukan solusi jangka panjang, baik melalui diplomasi bilateral dengan Pemerintah Arab Saudi guna me-review kuota haji Indonesia, maupun diplomasi regional dan kerja sama teknis dengan negara-negara ASEAN guna mengkaji kemungkinan memanfaatkan kuota haji yang tidak terpakai untuk dapat digunakan bagi calon jemaah haji Indonesia. Ke dalam negeri, Pemerintah juga perlu me-review kebijakan pembagian kuota haji yang terbatas tersebut untuk masing-masing provinsi/daerah, menertibkan perusahaan/agen perjalanan haji, mendiseminasikan informasi selengkapnya mengenai ketentuan keberangkatan haji, serta mengkaji kebijakan prioritas pengalokasian kuota haji agar lebih efektif.

Adapun faktor lainnya yang juga berpengaruh dalam menyebabkan banyaknya penipuan terhadap calon jemaah haji adalah terbatasnya informasi dan pengetahuan dasar calon jemaah haji mengenai hal-hal yang boleh dan tidak diperbolehkan dalam bepergian ke luar negeri, khususnya terkait keberangkatan haji. Dengan adanya insiden tertangkapnya 177 WNI calon jemaah haji di Filipina dan dipaparkannya informasi mengenai kemungkinan berangkat haji dengan memakai kuota haji negara lain ini diharapkan akan dapat mengajak masyarakat untuk lebih teliti dan berhati-hati, sehingga dapat mencegah terjadinya hal serupa di tahun-tahun yang akan datang. 

***

Penulis adalah Pejabat Fungsional Diplomat di Manila, Filipina.

Isi tulisan adalah hasil pengamatan dan opini pribadi Penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun