Mohon tunggu...
Kiki_S.Rejeki
Kiki_S.Rejeki Mohon Tunggu... Guru - Teaching by learning always

Penuh semangat dan menjadi diri sendiri yang bersahaja. Terus belajar menjadi hamba yang lebih baik dan membawa manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ibuku Juga Ayah Bagiku

22 Desember 2022   05:59 Diperbarui: 22 Desember 2022   07:29 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri kenangan bersama ibu di lebaran terakhir bersamanya

Kuingin saat ini engkau ada disini

Tertawa bersamaku seperti dulu lagi

Walau hanya sebentar, Tuhan tolong kabulkanlah

Bukannya diri ini tak terima kenyataan

Hati ini hanya rindu..... Kurindu senyummu ibu

Mungkin orang lain boleh mengatakan kebersamaanku dengan ayah begitu singkat. Orang boleh menilai mungkin tak banyak yang bisa kuceritakan tentang ayah. Tak banyak yang bisa kulukiskan tentangnya. Namun bagiku kenangan yang singkat bersama ayah adalah kenangan indah. Begitu banyak kisah yang bisa kuuntai untuk jadi cerita indah. Untaian kata yang menggiringku pada kenangan dengan ayah. Sebagai pengingat tangguhnya ibuku. 

Ibu adalah seorang perempuan yang lahir di era perjuangan. Seorang perempuan masa dulu yang belum kenal pendidikan tinggi. Cukup Sekolah Rakyat (SR) yang sempat dienyam waktu itu. Ayah dan ibu yang begitu tangguh mendidik anak-anaknya. Segala keterbatasan pendidikan tidak menjadi penghalang untuk mendidik kami. Menjadi putra-putri yang tangguh dan terus berbakti.

Mungkin bukan dengan menghantarkan kami menjadi sarjana. Tapi kami selalu dibimbing untuk belajar mengenal Tuhan dengan lebih dekat. Belajar ngaji di kampung menjadi rutinitas kami usai maghrib. Jangan dibayangkan seperti anak-anak sekarang. Yang bisa ngaji di TPA dekat dengan rumah. Atau ngaji di TPA diantar orang tuanya. Masa kami dulu, anak-anak jalan bareng ramai-ramai ke tempat ngaji yang tidak dekat jaraknya. Tapi banyak kenangan indah di situ. Ayah dan ibu banyak mendukungku untuk belajar, sesuai dengan kemampuannya. 

Ketika sosok ayah tercinta menghadap Illahi, aku dan kedua adikku masih kecil. Saat ayah sakit dan mungkin ada firasat akan berpulang. Teringat cerita ibu kala ayah berpamit padanya. Dalam kebimbangan dan kesedihannya, ibu berpikir bagaimana bisa merawat anak-anak sendiri. Saat itu ayah berkata beliau akan membantu ibu dari tempat yang jauh. Jangan takut merawat anak-anak. Ayah akan menjaga dan menolong ibu merawat kami, anak-anaknya.

Episode single parent dimulai saat aku di bangku SMP. Kedua adikku masih kecil, masih di bangku SD. Tentunya bukan hal mudah bagi ibu saat itu. Seorang ibu rumah tangga  sambil berjualan harus mulai mengumpulkan semangat. Kami anak-anaknya saling bantu untuk bisa terus bertahan dan bangkit. Untunglah ibuku adalah perempuan tangguh. Beliau sudah biasa bekerja membantu ayah. Ibu sosok yang gesit dan cekatan dalam berdagang. Apapun bisa jadi ide untuk berjualan. Kini selain mendidik dan merawat kami, ibu juga harus mencari nafkah untuk kami. Semangat dan perjuangan ibu adalah inspirasi bagiku.

Tanpa terasa dengan segala perjuangannya, kami bisa menyelesaikan sekolah sampai SMA. Ini adalah perjalanan panjang yang penuh rintangan. Jalan terjal yang kami hadapi tak membuat ibu surut dalam berjuang. Tekadnya harus bisa menghantarkan anak-anak lulus SMA. Setidaknya empat anak terkecil bisa sekolah lebih tinggi dari kakak-kakaknya. Sukses sudah ibu mengentaskan aku dalam belajar. 

Do'a dan motivasi ibu padaku tak terlupakan. Kalo bukan karenamu ibu, mungkin aku tidak akan sampai di titik ini. Teringat kala engkau memberi motivasi agar aku segera menyelesaikan kuliahku. Dengan segala keterbatasanku saat itu, kau jadi penolongku. Terima kasih atas semuanya. Mungkin aku belum bisa jadi anak hebatmu. Tapi aku bahagia kala kau bangga menpunyai aku sebagai anakmu. Seperti bangganya aku memilikimu, ibu.

Ibu yang begitu hebat terus merawat dan membersamai anak dan cucunya. Meski anak-anak sudah menikah, ibu hebatku tak pernah bosan menolong anak-anaknya. Ibu sosok perempuan sholihah di mataku. Beliau yang rajin ikut pengajian dan suka mengajar mengaji anak-anak membuatku bangga. Teringat kala ibu memimpin ngaji di majelis. Teringat kala ibu menyimak bacaan Al-Qur'an kami. Teringat ketika ibu begitu semangat menuntut ilmu di majelis taklim. Teringat rajinnya beliau berdo'a untuk kami. Teringat kala bibir mungilnya senantiasa menyebut nama anak-anak satu persatu dalam do'anya. Teringat perjuangan beliau untuk pergi umroh yang belum sempat terwujud. Teringat perjuangan beliau kala sakit di usia senja. Teringat semua apa yang belum sempat kupenuhi keinginannya. Teringat aku belum bisa membahagiakannya. Semua kenangan bersamanya membuat air mata jatuh di pelupuk mata pagi ini.

Ibu, maafkan anakmu. Mungkin aku belum bisa jadi anak yang berbakti bagimu. Namun yakinlah aku akan terus berjuang untuk jadi yang terbaik untukmu. Aku akan terus berjuang untuk bisa mewujudkan impianmu. Meski kau sudah tenang di surgaNya.Yakinlah aku akan terus menyayangimu. Biar kucoba meniti jalan untuk bisa menjadi anak kebanggaanmu di surga nanti. Semoga kelak aku bisa menggandengmu menuju surga. Tempat kembali yang indah buat kita. Teriring do'a untuk ayah dan ibu. Selamat hari ibu. Bagiku setiap hari adalah hari ayah dan ibu. Selalu ada do'a untukmu.

Hari Ibu 22 Desember 2022

Kiki S.Rejeki, Seorang ibu yang merindukan do'a dan pelukan kasih ibu. Kurindu do'amu ibu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun