Banyaknya  kasus  terpidana  mati  di  Indonesia  yang  sedang  menunggu  untuk  dieksekusi menimbulkan  keresahan.  Hal  ini  disebabkan  banyak  masyarakat  yang  menganggap bahwasanya   lamanya   masa   tunggu   yang   diterima   oleh   terpidan   amati   tersebut bertentangan dengan HAM dan salah satu konsep maqasid al-syariah yaitu hifz nafs. Selain itu, lamanya masa tunggu yang diterima oleh terpidana mati juga digaung-gaungkan dapat mengakibatkan  terjadinya  hukuman  ganda. Hukuman bagiterpidana mati di  Indonesia masih  sangattinggi,  pada  tahun 2020  tercatat  ada  538  terpidana  mati  yang  tengah  menungu waktu  eksekusi  mati  di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Dari 538 terpidana yang menunggu waktu eksekusi mati  tersebut,  4  (empat)  diantaranya  telah  menunggu  waktu  eksekusimati  lebih  dari 20  tahun. Â
Kemudian,  terpidana  yang  menunggu  waktu  eksekusi  selama  16-20  tahun sebanyak  16  orang.  Terpidana  yang  menunggu  waktu  eksekusi  selama  11-15  tahun sebanyak  37  orang.  Lalu,  terpidana  yang  menunggu  eksekusi mati  selama  6-10  tahun sebanyak 97 orang, dan yang menunggu selama 8 bulan-5 tahun sebanyak 204 orang.Â
Menurut RKUHP tahun 2019, pidana mati dapat ditunda dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun, jika 1) Reaksi masyarakat terhadap terpidana tidak terlalu besar; 2) Terpidana menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki; 3) Kedudukan tepidana dalam penyertaan tidak terlalu penting; dan 4) Ada alasan yang meringankan. Apabila tepidana mati selama masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji, pidana mati dapat diturunkan pidananya menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dengan Keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang hukum dan hak asasi manusia. Akan tetapi, apabila terpidana selama masa percobaan tidak menunjukkan sikap yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan dan dieksekusi atas perintah Jaksa Agung. Apabila permohonan grasi terpidana mati tidak dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun bukan karena terpidana melarikan diri, maka pidana mati tersebut dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden
Kesimpulan yang dapat diambil bahwa mekanisme kebijakan  masa  tunggu  bagi  terpidana  mati  di  Indonesia relatif lama  dikarenakan  terpidana  mati  diberikan  kesempatan  untuk  menerima  masa percobaan  selama  10 tahun,  dan terdapat  beberapa hal yang  dapat  membenarkan perihal  penundaan  eksekusi  mati  tersebut.Â
Pertama  ialah,  adanya  permintaan penundaaneksekusi  mati  dari  terpidana;  Kedua,  terpidana  sedang  dalam  kondisi hamil;  Ketiga,  apabila  terpidana  mengajukan  grasi;  Keempat,  terpidana  mengajukan upaya  hukum  luar  biasa  berupa  kasasi  demi  kepentingan  hukum;  Kelima,  terpidana mengajukan  upaya  hukum  luarbiasa  berupa  Peninjauan  Kembali  (PK)  kapada Mahkamah Agung. Hal tersebutlah yang membuat masa tunggu di Indonesia terkesan begitu lama.Â
Pendekatan  asas  kepastian  hukumdan maqasid  al-syari’ahtentang  masa  tungu bagi  terpidana  mati  di kedua  Negara  tersebut yakni  Indonesia  dan  Malaysia  ialah sama-sama tidak memiliki asas kepastian hukum yang mengatur tentang jangka waktu masa tunggu bagi terpidana mati untuk menunggu eksekusi mati. Akan tetapi, apabila kita telisik lebih dalam lagi. Lamanya masa tunggu yangditerima oleh terpidana mati di  Indonesia merupakan  salah  satu  bentuk  dari  perlindungan  HAM,  karena memberikan  kesempatan  kepada  terpidana  untuk  hidup  lebih  lama  lagi,lamanya masa  tunggu  tersebut  juga  merupakan  penerapan  dari  salah  satu  konsepmaqasid al-syari’ah yaituhifz  nafs (mendapatkan  perlindungan  jiwa),  hal  ini  dikarenakan pemerintah  sangat  berhati-hati  dalammenjatuhkan  hukuman  mati  kepada  terpidana, mati tersebut.  Sehingga  meminimalisis  terjadinya  salah  sasaran  dalam  pemberian penjatuhan  hukuman eksekusi  mati  tersebut. Hal  ini  dikarenakan  hukuman  mati bukan hanya sebagai  sarana pembalasan bagi  pelaku tindak pidana berat, akan tetapi juga sebagai usaha menjaga serta menegakkan HAM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H