2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya tindak rasisme.
3. Untuk mengetahui dampak mental korban dari tindak rasisme.
1.4. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian kami adalah kuesioner google form dan wawancara. Secara teknis, kuesioner google form adalah teknik pengumpulan data dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada responden untuk dijawab. Penggunaan kuesioner google form ini ditujukan untuk mempermudah penelitian dan mengetahui pandangan masyarakat mengenai rasisme. Wawancara juga adalah teknik tanya jawab yang ditujukan pada narasumber untuk memperoleh informasi.
LANDASAN TEORI
2.1. Rasisme
Robert Blauner menggambarkan rasisme sebagai kecenderungan untuk orang-orang yang dikategorikan budaya berbeda dalam hal ciri-ciri fisik mereka, seperti warna kulit, warna rambut, tekstur wajah, dan bentuk mata. Dalmas Taylor menawarkan pendekatan terkait yang fokus pada komponen perilaku rasisme. Taylor mendefinisikan rasisme sebagai efek kumulatif dari individu, lembaga, dan budaya yang mengakibatkan penindasan etnis minoritas. Pendekatan Taylor berguna dalam bahwa ia mengakui bahwa rasisme dapat terjadi pada tiga tingkatan yang berbeda: individu, kelembagaan, dan budaya (Lustig dan Koester, 2003: 157-158).
Neubeck menjelaskan bahwa terdapat dua jenis rasisme. Tipe pertama adalah Personal Racism (individu atau kelompok kecil) yang mengungkapkan perasaan negatif dengan kata-kata dan/atau tindakan terhadap orang berkulit hitam. Tipe kedua adalah Institutional Racism, dimana institusi melakukan operasi rutin berskala besar seperti bisnis dan sistem kerja politik untuk untuk merugikan kelompok minoritas umumnya.
2.1.1. Personal Racism
Personal Racism terjadi ketika individu (atau kelompok kecil individu) memiliki sikap curiga dan/atau terlibat dalam perilaku diskriminatif dan sejenisnya. Manifestasi Personal Racism adalah stereotip individu atas dasar dugaan perbedaan ras, menghina nama dan referensi, perlakuan diskriminatif selama kontak interpersonal, ancaman, dan tindak kekerasan terhadap anggota kelompok minoritas yang diduga menjadi ras inferior.
2.1.2. Institutional Racism
Institutional Racism merupakan fenomena sosial dimana yang putih berada dalam posisi untuk menggerakkan dan mempertahankan. Kuncinya adalah kekuasaan atas struktur organisasi dan operasi mereka. Sejak orang kulit berwarna gelap umumnya tidak memiliki akses ke posisi kekuasaan di lembaga-lembaga utama yang mempengaruhi mereka, mereka tidak mampu  melakukan diskriminasi terhadap orang kulit putih pada tingkat ini. Satu bisa bicara, misalnya, tentang insiden "black racism" pada tingkat personal. Tapi harus diingat bahwa minoritas tidak pernah memiliki, dan tidak memiliki hari ini, sarana tindakan rasisme pada institusi yang sama dan dengan efek yang sama dengan kulit putih (Neubeck, 1997: 269-277).
2.2. Kesehatan Mental
Dari segi sosial, mereka terisolir dari masyarakat umum. Mereka dikucilkan dan selalu menjadi bulan-bulanan jika tidak taat kepada keinginan tuannya. Di Amerika, diskriminasi sosial mengakibatkan jurang pemisah yang sangat dalam antara warga kulit hitam dan warga kulit putih. "Orang kulit putih tidak mengenal kompromi dalam menjalankan kontrol negara bagian untuk menjaga dominasi kulit putih dengan cara memanfaatkan posisi mereka di Pemerintahan Nasional di Washington. Masyarakat wilayah selatan (1880-an) memberlakukan pemisahan sosial yang kaku antara orang kulit putih dan hitam, serta mentolerir kekerasan rasial. Kekerasan dan intimidasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan orang-orang kulit hitam di Amerika.
Dari segi hukum, ras yang lemah selalu menjadi obyek penindasan. Aturan-aturan yang dibuat seringkali bersifat mengikat dan membatasi hak-hak mereka. "Di Amerika, orang-orang kulit putih bersatu dalam organisasi seperti Ku Klux Klan, yang mengintimidasi orang kulit hitam dan mencegah mereka untuk menggunakan haknya. lni berlanjut sampai abad 20."
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa rasisme mengakibatkan kerugian besar pada pihak yang lebih lemah atau ras yang dikuasai. Mereka tidak dapat mengembangkan diri karena berada di bawah pengaruh pihak lain. Secara psikologis, mereka terbelenggu dan tertindas dari berbagai aspek kehidupan. Hal inilah yang menyebabkan kemerosotan secara psikis maupun fisik dan ketertinggalan yang sangat jauh dari para "penguasa" yang mendominasi mereka. Sebagai pihak yang menjadi obyek, ras ini didominasi dalam seluruh aspek kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa mereka sebagai "korban" dari berkembangnya paham rasisme.