Mas Yosi telah menemukan sebuah dokumen aneh yang ditulis oleh seorang kolonialis Belanda berpangkat rendah---yang dengan jelas seorang rasis, dan Mas Yosi lebih mempercayai sumber yang penuh teka-teki itu daripada rekan senegaranya, Raden Saleh Syarif Bustaman. Ini tragis. Sungguh, hal ini memberi tahu kita tentang kondisi mental orang-orang Indonesia yang disebut "terpelajar" di zaman sekarang---bahwa mereka masih dijajah secara mental!
Mas Yosi tak mau repot-repot mengecek kembali sumbernya dan akhirnya mengunggah berita bohong di akun Facebook-nya, yang kemudian diangkat kembali oleh penulis artikel Kompasiana, seorang jurnalis kawakan, Mas Djulianto, yang juga tidak mau repot-repot mengecek sumbernya. Sayangnya, Kompasiana terlalu bersemangat memilih berita yang "panas" itu [sebagai Headline atau Artikel Utama] dan memuat tuduhan yang tidak benar atau tidak berdasar. Tampaknya, selalu menggoda untuk menghancurkan nama baik seseorang, hanya untuk iseng.
Sikap ini sangat menyedihkan dan sangat berbahaya---pikirkan catatan sejarawan Belanda yang memiliki motivasi yang sama untuk menghancurkan reputasi sejumlah pahlawan nasional Indonesia hingga menyebabkan kerugian besar bagi sejarah nasional bekas jajahan mereka. Pamor sejarawan Indonesia dan dunia penerbitan Indonesia seharusnya pantas mendapatkan produk yang lebih baik dari ini.
Dr. Werner Kraus
Penulis Biografi Raden Saleh
Passau, Jerman
Daftar Pustaka
- Burton, Deena Elise 2000. "Sitting at the feet of gurus": The Life and Ethnography of Claire Holt. Michigan: University Microfilms.
- Carey, Peter 2012. Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785--1855. Jakarta: KPG. Tiga jilid.
- Groot, Hans 2009. Van Batavia naar Weltevreden; Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, 1778--1867. Leiden: Brill.
- Stutterheim, W.F. 1925. "Een Fuselier uit de Vorige Eeuw als Oudheidkundige", Djawa 5:73--79.
Penulis
Werner Kraus lahir di Bamberg, Bavaria Utara, Jerman, 25 September 1944. Ia mengambil studi kajian Asia Tenggara di Universitas Heidelberg (Jerman) dan Universitas Cornell (Ithaca, New York, Amerika Serikat). Ia meraih gelar Ph.D. dari Universitas Heidelberg pada tahun 1983, dan menjadi salah satu pendiri kajian Asia Tenggara di Universitas Passau (Jerman) (1984--sekarang). Ia mengajar di beberapa universitas kawasan Eropa dan Asia, dan saat ini menjadi Direktur The Centre for Southeast Asian Art, sebuah pusat penelitian dan dokumentasi seni Asia Tenggara swasta yang berpusat di Passau (Jerman), yang melayani mahasiswa dan masyarakat umum. Ia telah menulis Raden Saleh, The Beginning of Modern Indonesian Painting (Jakarta: Goethe Institut Indonesien, 2012), yang telah diterbitkan dalam edisi baru sampul tipis (paperback) yang direvisi dengan judul Raden Saleh: Kehidupan dan Karyanya (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2018). Werner juga bertindak sebagai pendamping pameran tunggal Raden Saleh yang ia kurasi di Galeri Nasional, Jakarta, pada tahun 2012, dan bersama Jim Supangkat serta Peter Carey mengkurasi sebuah pameran spektakuler bertajuk "Aku Diponegoro: Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa, dari Raden Saleh hingga Kini" di tempat yang sama pada 2015.
Catatan
Artikel jawaban ini dimuat di sini karena Dr. Werner Kraus tidak memiliki akun dan profil Kompasiana untuk menyampaikan jawabannya terhadap artikel "Candi Simping di Blitar Rata dengan Tanah karena Ulah Pelukis Tersohor Raden Saleh" oleh Kompasianer Djulianto Susantio. Perlu diketahui bahwa ini bukan merupakan inisiatif maupun tanggung jawab dari Christopher Reinhart sebagai orang yang diberi kuasa, melainkan permintaan dari penulis (Dr. Werner Kraus).Â
Perlu DiperhatikanÂ