Mohon tunggu...
Christopher Reinhart
Christopher Reinhart Mohon Tunggu... Sejarawan - Sejarawan

Christopher Reinhart adalah peneliti sejarah kolonial Asia Tenggara. Sejak 2022, ia merupakan konsultan riset di Nanyang Techological University (NTU), Singapura. Sebelumnya, ia pernah menjadi peneliti tamu di Koninklijke Bibliotheek, Belanda (2021); asisten peneliti di Universitas Cardiff, Inggris (2019-20); dan asisten peneliti Prof. Peter Carey dari Universitas Oxford (2020-22).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Raden Saleh: Perusak Warisan Budaya Jawa?

30 Januari 2021   08:45 Diperbarui: 1 Februari 2021   20:23 9963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proyek itu berhasil menemukan sejumlah 220 patung batu dan 800 patung perunggu yang menjadi milik koleksi Perhimpunan Batavia. Temuan-temuan tersebut kemudian dipajang di Museum Perhimpunan Batavia setelah Hoepermans selesai menyortir dan mengkatalogkannya (1 April--21 Mei 1868).

Selama perjalanannya yang ekstensif, Hoepermans menulis sebuah buku harian, yang kemudian diberi judul "Oudheidkundige aantekeningen van [N. W.] Hoepermans [Catatan Purbakala dari (N. W.) Hoepermans]" yang sekarang ada di Perpustakaan Universitas Leiden (UBL) dengan nomor rak DH-425.

Buku harian ini dianggap tidak layak untuk diterbitkan selama masa hidup Hoepermans oleh Perhimpunan Batavia dan baru diterbitkan secara anumerta pada tahun 1913 dengan judul Hindoe-oudheden van Java [Tinggalan Purbakala Hindu di Jawa] (Batavia: Albrecht, 1913), beberapa saat setelah didirikannya Dinas Arkeologi Kolonial Belanda pada tahun yang sama.

Pada tahun 1925, Stutterheim membaca kembali buku harian Hoepermans dan menerbitkan artikel yang menghancurkan tentang prajurit---yang telah menjadi seorang arkeolog amatir---itu [N. W. Hoepermans] dengan judul "Een fuselier uit de vorige eeuw als oudheidkundige [Seorang Serdadu Infanteri dari Abad yang Lalu sebagai Seorang Ahli Purbakala]". Tulisan ini dimuat dalam jurnal bergengsi yang tersohor dari Java Instituut di Yogyakarta, Jurnal Djawa (Stutterheim 1925: 73--79).

Artikel Dr. W. F. Stutterheim dalam jurnal bergengsi Djawa (1925) keluaran Java Instituut yang membahas tentang kesaksian Hoepermans
Artikel Dr. W. F. Stutterheim dalam jurnal bergengsi Djawa (1925) keluaran Java Instituut yang membahas tentang kesaksian Hoepermans
Mas Yosi, yang tidak memberi kita sumber sebenarnya dari informasinya (ia berbicara samar-samar tentang "buku harian" tanpa memberi tahu kita di mana ia telah menemukan "buku harian" tersebut), jelas menemukan artikel Stutterheim tadi dan menggunakan itu untuk mendukung tuduhan liarnya terhadap Raden Saleh, antara lain dengan merujuk pada kutipan langsung Stutterheim dari Hoepermans:

"De ellendige toestand [van Candi Simping/Sumber Jati] is te wijten aan eene geheimzinnige uitgraving gedaan op last van Rhaden Saleh in April 1866. Wie geeft den Javaan Rhaden Saleh het regt om oudheden in zoodanige toestand te brengen? Het is de eerste tempel niet die op deze wijze door dat Heer is geschonden."

"Keadaan yang menyedihkan [dari Candi Simping/Sumber Jati] disebabkan oleh penggalian misterius yang ditugaskan oleh Raden Saleh pada bulan April 1866. Siapa yang memberi hak kepada seorang Jawa, Raden Saleh, untuk membawa bangunan purbakala ke dalam keadaan seperti itu? Ini bukan candi pertama yang telah dirusak dengan cara ini oleh Tuan [Raden Saleh] itu." (Stutterheim 1925:77)

Namun, Stutterheim mengutip Hoepermans di dalam artikelnya bukan untuk mendukung serangan terhadap Raden Saleh, seperti yang Mas Yosi ingin kita percayai, melainkan justru untuk menunjukkan betapa Hoepermans adalah benar-benar seorang penipu.

Hoepermans adalah seorang yang rasis sampai sepatu bot militernya [sangat rasis]. Sersan medis yang menjadi petugas purbakala ini, dalam pandangan Stutterheim, adalah seorang kolonialis yang tidak memiliki rasa hormat terhadap orang Jawa. Dalam laporannya, ia bahkan mempertanyakan mengapa seorang "Javaan [Jawa]" berani melakukan penelitian arkeologi seperti itu! Jadi, kalimat jengkelnya: "Siapa yang memberinya hak?".

Menurut Hoepermans, hanya anggota administrasi kolonial Eropa yang memiliki "hak" untuk menggali peninggalan Jawa. Pastinya bukan orang Jawa! Ya Tuhan! Jika seorang inlander (pribumi) dapat melakukan itu, seluruh tatanan kolonial akan ditumbangkan!

Stutterheim bukan hanya seorang arkeolog yang brilian, melainkan juga seorang humanis anti-kolonial yang mumpuni. Ia dan teman serta pasangan hidupnya, seorang ahli Indonesia dan etnografer tari kelahiran Latvia, Claire Holt (1901--1970)---yang tidak dapat ia nikahi karena istri Belanda pertamanya menolak perceraian---adalah kawan yang baik dan jujur bagi masyarakat dan budaya Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun