Ia mendapat kesan bahwa Si Pitung disejajarkan dengan sebutan bandit dan menjadi marah karena itu. Protes ini kemudian tidak berhenti dan semakin parah sehingga diskusi terpaksa dihentikan.Â
Saya yang duduk tepat di belakang tokoh yang protes tersebut dengan jelas mendengar bahwa Dr. Van Till sama sekali tidak menyebutkan bahwa Si Pitung adalah bandit atau hal lain yang dapat mengesankan itu. Kemarahan tokoh tersebut ditujukan kepada Dr. Van Till yang jelas-jelas merupakan orang yang sangat mengagumi Si Pitung. Hal ini menimbulkan kekecewaan yang besar dalam diri saya.Â
Dr. Van Till menghabiskan waktu untuk meneliti tentang Si Pitung dengan minat dan hormat yang besar, namun disalahpahami hanya karena kurangnya minat baca.Â
Bila tokoh tersebut sempat membaca buku Batavia Kala Malam, jelas ia pasti akan memahami bahwa tidak ada di dalamnya terkandung kesan bahwa Si Pitung adalah bandit.
Sejarawan pada masa pascakebenaran menjadi sangat mudah disalahpahami karena dua hal, yaitu munculnya fantasi yang idealis terhadap masa lalu dan kurangnya pembacaan.Â
Oleh sebab itu, pemilihan diksi atau kata untuk judul atau headline dari buku, berita, artikel, atau produk sejarah yang lain harus dilakukan dengan sangat hati-hati.Â
Terkadang, pemilihan ini bukan berada di tangan sejarawan, melainkan di tangan media, penerbit, dan pihak berkepentingan lainnya.
Kesalahan kecil dalam pemilihan diksi tersebut pada akhirnya dapat membuat penelitian menahun yang dilakukan oleh sejarawan menjadi sia-sia.Â
Selain itu, tampak bahwa banyak orang yang sama sekali tidak peduli untuk membaca secara keseluruhan. Kurangnya minat baca yang bertaut dengan fantasi idealis terhadap masa lalu akan berakhir pada hancurnya sejarah yang objektif. Sejarah tidak dapat dipandang dengan kacamata masa kini, struktur sosial masa kini, atau kebenaran masa kini.Â
Namun, sejarah yang diproduksi oleh sejarawan berusaha untuk menguak kacamata, struktur, dan kebenaran masa lalu agar berguna bagi masa kini.