Mohon tunggu...
Christopher Reinhart
Christopher Reinhart Mohon Tunggu... Sejarawan - Sejarawan

Christopher Reinhart adalah peneliti sejarah kolonial Asia Tenggara. Sejak 2022, ia merupakan konsultan riset di Nanyang Techological University (NTU), Singapura. Sebelumnya, ia pernah menjadi peneliti tamu di Koninklijke Bibliotheek, Belanda (2021); asisten peneliti di Universitas Cardiff, Inggris (2019-20); dan asisten peneliti Prof. Peter Carey dari Universitas Oxford (2020-22).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Para Sejarawan di Era Pascakebenaran

17 April 2020   22:25 Diperbarui: 18 April 2020   10:08 2318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena ini jelas bukan sesuatu yang luar biasa di Jawa pada abad paruh pertama abad ke-19. Permasalahannya, orang-orang yang memberikan komentar miring tentang Prof. Carey pasti sebagian besar tidak membaca tuntas artikel tersebut atau tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang Diponegoro dan Jawa. Inilah permasalahan yang dihadapi oleh sejarawan pada masa kini.

Sumber: Laman Tempo
Sumber: Laman Tempo

Sejarawan pada masa kini hidup di dalam zaman pascakebenaran. Zaman pascakebenaran adalah masa yang menunjukkan bahwa fakta objektif memiliki pengaruh yang lemah terhadap pembentukan opini publik. Opini publik lebih banyak terbentuk akibat tarikan emosional dan keyakinan pribadi. 

Tantangan utama penelitian sejarah bukan pada tahap pengumpulan dan upaya proses sumber, melainkan pada penyampaian dan penerimaan publik. 

Dalam komentar-komentar yang tercantum di laman Twitter tadi, banyak yang menghakimi bahwa Prof. Carey adalah perwujudan kekuatan asing dan dianggap menjelekkan Diponegoro. Saya terkesima dengan komentar yang dangkal ini karena saya menghabiskan masa bimbingan skripsi saya di hadapan Prof. Carey. 

Saya berada di bawah bimbingannya ketika saya menulis tentang masa akhir pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Setiap kali saya menuliskan suatu narasi yang cenderung membenarkan pemerintah kolonial, Prof. Carey selalu meminta saya memikirkan ulang argumen itu.

Dengan demikian, jelas sekali bahwa Prof. Carey bukan perwujudan dari kolonialis atau keasingan yang dituduhkan padanya. 

Satu ketika saya memutuskan untuk tidak menggunakan kata "tanam paksa" untuk menyebut Hindia Belanda pada periode 1830 sampai 1870. Saya lebih memilih kata cultuurstelsel yang artinya adalah penanaman sistem budidaya.

Hal ini segera dikoreksi oleh Prof. Carey dan diubah menjadi "tanam paksa". Dari koreksi kecil ini, saya dapat menilai keberpihakan Prof. Carey pada Indonesia dan masyarakatnya. 

Selain itu, apakah mungkin seorang yang menghabiskan lebih 40 tahun hidupnya untuk meneliti Diponegoro akan bertujuan untuk menjelekkan tokoh yang diteliti sepanjang hayatnya? Prof. Carey jelas menyatakan suatu hal tentang Diponegoro dengan berbekal data yang dimilikinya.

Ketika saya mulai menyelami berbagai komentar tadi, saya menemukan sebuah alasan yang mungkin menjadi sebab terlontarnya semua komentar tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun