Masyarakat pada kisah tradisi lisan tidak berbeda dengan masyarakat masa kini. Mereka memiliki kecenderungan untuk menjauhi, merundung, dan menghakimi. Dengan demikian, pengucilan dan perundungan terhadap pasien positif virus Corona memang mendapatkan legitimasinya secara tradisional.
Namun demikian, terdapat satu aspek yang gagal kita pahami. Kisah tradisi lisan selalu mengajarkan suatu nilai. Tidak ada sebuah kisah yang tidak memiliki unsur pengajaran nilai.
Pada kisah Nyi Roro Kidul, nilai yang sangat menonjol memang barangkali adalah buruknya rasa dengki dan keserakahan. Namun demikian, terdapat pula kritik sosial mengenai pandangan masyarakat.
Nyi Roro Kidul bertransformasi dari seorang yang paling berpotensi dihina, dijauhi, dan direndahkan menjadi sosok yang luar biasa sakti dan sangat dihormati sepanjang pesisir Jawa dan Bali. Kita pada masa kini tidak ada yang dapat membayangkan nasib orang yang berani merundung sosok Nyi Roro Kidul.
Dengan demikian, salah satu nilai yang diajarkan oleh kisah tersebut juga adalah penghindaran dari penghakiman yang berlebihan. Dewi Kandita tidak akan perlu mengasingkan diri bila masyarakat sekitarnya tidak memiliki konstruksi sosial yang berpotensi merundung dan mengucilkan orang yang sakit. Lebih lagi, sang selir tidak akan memiliki kesempatan dan pemikiran untuk mengirim penyakit bila masyarakat tidak berpotensi menjauhi Dewi Kandita.
Pada masa kini, kita terkadang lebih fokus pada aspek mistis dan adikodrati dari suatu legenda. Padahal, legenda dan tradisi lisan lainnya sesungguhnya merupakan objek pembelajaran yang sama logisnya dengan ilmu eksakta. Legenda terbentuk dari kristalisasi peristiwa dan fenomena kesejarahan.
Masyarakat pramodern menuangkan peristiwa yang terjadi berulang-ulang dalam legenda dan tradisi lisan. Hal ini merupakan cara masyarakat dengan budaya tulis yang terbatas untuk merekam ‘sejarah’ mereka. Dengan demikian, sejarah juga dapat menggunakan tradisi lisan sebagai ilmu bantu analisisnya.
Di samping itu, bukankah seharusnya kita sebagai negeri yang berbudaya harus mengamalkan nilai-nilai budaya kita? Di mana letak nilai kebudayaan kita pada fenomena penghakiman, perundungan, dan pengucilan pasien positif Corona baru-baru ini?
Fenomena penghakiman kolektif ini secara jelas telah dikritik oleh leluhur kita di dalam satu kisah legenda paling terkenal di Indonesia. Namun demikian, tidak ada orang yang menganggap penting untuk mempelajari aspek kebudayaan. Orang-orang justru berbondong-bondong mempelajari ilmu-ilmu praktis.
Fenomena perundungan pasien positif Corona ini adalah bukti yang sangat nyata bahwa di tengah masyarakat yang sadar akan teknologi, perlu ada pula kesadaran pada nilai-nilai humaniora.
Tanpa melihat pada masa lampau, kita tidak akan mengalami kemajuan. Ilmu-ilmu humaniora, seperti sejarah, berperan untuk memberikan pengetahuan bahwa apa yang sedang kita lakukan adalah kemajuan dibandingkan masa lampau.