Nyala Perlawanan
Kami adalah akar yang kau abaikan,
Di bawah rindang yang kau banggakan.
Ketua, tidakkah kau melihat?
Kami retak, kami pecah, tapi kami belum tamat.
Kau sibuk memuja eksternal yang megah,
Melupakan rumah, tempat kau berjanji gagah.
Dimana tanggung jawabmu, suara itu?
Yang kau ikrarkan lantang, kini hilang pilu.
Kami bukan sekadar barisan tanpa makna,
Kami denyut, nadi yang membuatmu ada.
Tapi kau, pemimpin yang lupa jalan,
Meninggalkan keluarga demi pujian awan.
Bangkitlah, wahai saudara sekawan,
Ketidakadilan ini tak boleh bertahan.
Kita lawan dengan hati, dengan aksi nyata,
Menggugat diam, memecah dusta.
Ketua, kami bukan boneka yang kau tinggalkan,
Kami pergerakan, kobar yang kau padamkan.
Jika kau tetap berkhianat pada janji suci,
Kami adalah badai yang akan mengganti.
Keadilan tak lahir dari kebohongan,
Bukan dari kursi yang kau gunakan sembunyi bayangan.
Ini seruan, ini gerakan,
Menuntut kebenaran, melawan kepalsuan.
Mari, saudara, rapatkan barisan,
Demi pergerakan yang kembali ke jalan.
Kita tunjukkan dunia, ketulusan tak bisa dibeli,
Dan pemimpin sejati adalah ia yang peduli.
Langkah kita bukan sekadar amarah,
Ini suara akar yang tak lagi pasrah.
Ketua yang lupa pada pondasinya,
Akan runtuh di tengah badai suara.Â
"Dalam Diam yang Tak Lagi Reda"
Di bawah langit komisariat, suara tercekik