Mohon tunggu...
Reipuri Alayubi
Reipuri Alayubi Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Community Tolerance Indonesia

BERBUAT BAIKLAH WALAU HANYA SEBUAH KATA-KATA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sulitnya Akses Pendidikan

24 Agustus 2022   19:48 Diperbarui: 24 Agustus 2022   20:10 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin, saya mendengar kabar bahwa pengajuan pinjaman teman saya ke salah satu koperasi di daerah Cirebon untuk mencukupi kekurangan uang kuliah di kampusnya ditolak pihak koperasi. Teman saya akhirnya mengadu dan meminta pendapat kepada saya, apa yang harus Dia lakukan sekarang? Secara pribadi, Dia masih ingin melanjutkan pendidikan di jenjang perkuliahan sebetulnya, tetapi, kendala ekonomi membuat situasinya menjadi sulit.

Saya katakan, dalam urusan ini saya juga tidak bisa apa-apa, sebab, saya sudah tidak tahu apa yang harus saya lakukan, saya sudah maksimal melakukan apa yang saya bisa (walaupun akhirnya tidak berhasil). Saya hanya bisa memberikan dua pilihan kepadanya, ambil cuti atau lanjut, tetapi di kampus lain. 

Dan kalau Dia memilih untuk lanjut di kampus lain, di sini, insya Allah saya akan berusaha mengarahkan dan membimbingnya untuk mendapatkan beasiswa agar proses perkuliahan di kampus barunya bisa gratis.

Sebetulnya, kalau saya ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi orang yang berkecukupan, kaya atau kuat di bidang finansial, saya pasti tidak akan membiarkan orang-orang seperti teman saya, atau orang-orang lain (yang memiliki problem sama) di luaran sana mengalami situasi atau keadaan yang demikian. 

Saya sangat tidak tega. Kendala di bidang ekonomi seharusnya tidak serta merta membuat mereka tidak bisa mengenyam suatu jenjang pendidikan yang saat ini sudah menjadi kebutuhan setiap orang.

Zaman sudah berubah, sekarang, patokan-patokan untuk bisa menjamin kehidupan lewat berkerja, dan seterusnya sudah berada pada genggaman ijazah. Orang yang tidak memiliki ijazah pendidikan, mulai dari tingkat SMA/SMK, perguruan tinggi, dan lain-lain akan sulit untuk meraih pekerjaan dan sebagainya tadi. 

Walaupun kurang adil, tetapi, realitanya memang seperti ini. Sepandai atau seahli apapun seseorang dalam sesuatu hal, akan sulit untuk bisa mengembangkan keahliannya, atau mengimplementasikan keahliannya tanpa ijazah.

Terkecuali, Dia memang memiliki kreativitas yang bagus, kemandirian yang teruji dan keberanian yang hebat, bisa saja Dia akan tetap  berhasil serta mampu mengembangkan keahlian, atau kepandaian yang Dia punya untuk menunjangnya mendapatkan atau bahkan menciptakan peluang pekerjaan. Namun, orang-orang seperti ini sudah sangat jarang. 

Oleh karena itu, bagi sebagian orang, ijazah tetap merupakan sesuatu yang menjadi tujuan utama ketika Dia melakukan proses pembelajaran dan lainnya di dunia pendidikan.

Tetapi, bagi sebagian orang, sekali lagi, untuk mendapatkannya sangat sulit. Terkhusus bagi mereka yang memiliki latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Biaya pendidikan dan rata-rata pendapatan ekonomi (harian, mingguan, atau bulanan) sebagian kalangan ini masih memiliki jarak/perbedaan yang cukup jauh. 

Biaya pendidikan sering kali terlalu besar dan mahal. Sehingga, sebagian kalangan sering kali memutuskan untuk tidak menempuh jenjang pendidikan.

Alasannya karena memang kalau ditempuh, mereka pasti tidak akan sanggup membayar biayanya. Inilah yang terjadi pada teman saya (di kampus), dan banyak teman-teman saya yang ada di Desa atau Kecamatan. Mayoritas, ketika demikian, banyak teman-teman saya yang akhirnya memilih untuk langsung bekerja. Awalnya memang terkadang ada yang bisa bekerja secara enak dan memiliki penghasilan yang tinggi.

Namun, lama-kelamaan, hal itu sering kali malah berjalan sebaliknya. Misalnya, ada beberapa teman yang awalnya bekerja di pabrik dan selalu mendapat penghasilan yang besar tiap bulan, tetapi, setelah kontraknya habis, karena kompetensinya kurang dan hanya memiliki ijazah SMA/SMK, akhirnya Dia kesulitan untuk kembali mendapatkan pekerjaan yang enak.

Sehingga, akhirnya ada yang memutuskan untuk bekerja serabutan, menjadi kuli bangunan atau bahkan menganggur untuk sementara waktu. Hal ini tentunya merupakan sesuatu yang menjadi sebuah masalah di suatu negara, seperti Indonesia. Oleh karena itu, hal ini harus kita akali, cari solusi penyelesaiannya, dan lakukan langkah-langkah pencegahannya.

Karena semua ini berawal dari masalah di dunia pendidikan, yakni tentang sulitnya akses pendidikan bagi orang-orang miskin yang berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah, maka, solusi penyelesaian dan langkah pencegahannya harus kita sesuaikan dengan itu. 

Setidaknya, menurut saya, solusi atau penyelesaian permasalahannya bisa dipecahkan oleh dua hal. Pertama dengan hal yang berasal dari faktor eksternal/luar dan kedua dari faktor internal.

Yang saya maksud dengan hal yang berasal dari faktor eksternal dan internal adalah di luar atau didalam lingkungan kekuarga atau rumah. Khususnya di lingkungan para subjek atau orang-orang yang ada didalamnya. Pertama dari faktor eksternal, bentuknya adalah dengan memaksimalkan peran Pemerintah, lembaga-lembaga negara, atau dinas-dinas terkait. 

Di sini, pihak-pihak itu bisa mengupayakan sebuah bantuan, entah itu beasiswa, subsidi silang dan sebagainya untuk orang-orang miskin, atau kalangan menengah ke bawah, agar mereka mampu mengakses dunia pendidikan.

Upaya ini sebetulnya sudah ada dan berjalan, tetapi, tentunya masih jauh dari kata cukup. Sebab, penerima dan orang-orang yang berhak menerimanya masih timpang sekali. Selain itu, terkadang bantuannya juga sering kali tidak tepat sasaran atau malah di salah gunakan oleh para penerima, khususnya oleh para pelajar atau mahasiswa. 

Seperti contohnya dalam kasus ketidamauan banyak mahasiswa yang mendapat beasiswa LPDP di luar negeri untuk kembali ke Indonesia dan lain-lain.

Oleh karena itu, selain bantuan secara langsung, Pemerintah dan pihak-pihak yang tadi saya sebutkan juga sejatinya harus memiliki strategi lain. Seperti menyiasati bantuannya dalam bentuk yang memberdayakan, memiliki konsep keberlanjutan (jangka panjang), dan sebagainya. 

Kedua, dari faktor internal, dalam hal ini, upaya penyelesaiannya bisa kita hadapi dengan memaksimalkan peran diri sendiri, dengan mengasah atau mengedepankan potensi diri untuk menjadi seseorang yang lebih kreatif, cerdas, berani, dan memiliki tekad yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan pendidikan.

Ya, selain disebabkan oleh faktor ekonomi, kesulitan akses ini terkadang sering disebabkan juga oleh kemalasan atau kemageran (bahasa anak muda zaman sekarang sih) dari orang-orang miskin atau kalangan menengah ke bawah untuk mencari berbagai jalan atau usaha untuk bisa membiayai berbagai keperluan pembayaran di dunia pendidikan yang dia tempuh. Entah di tingkat SMA, SMK atau perguruan tinggi.

Dengan berbisnis, berdagang, menawarkan jasa dan masih banyak lagi. Nah, dari faktor internal, nyambunglah ke faktor penguatan atau pendukung lainnya yakni, memaksimalkan peran dari masyarakat. 

Dalam hal ini, sejatinya masyarakat juga bisa mengambil sebuah peran untuk nantinya bisa menyumbang sesuatu atau hal yang mampu meringankan dan mempermudah permasalahan ini agar dapat diselesaikan atau diatasi dalam waktu singkat.

Bagaimana caranya? Masyarakat bisa ikut andil bagian dengan banyak mengadakan atau menginisiasi program pemberdayaan yang bisa memberdayakan masyarakat miskin atau masyarakat yang berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah. 

Program pemberdayaannya sih bisa dalam konteks atau bidang apapun, yang penting, dari prorgam tersebut, masyarakat-masyarakat ini bisa berdaya dan mampu meraih pundi-pundi penghasilan setiap harinya.

Sehingga, dengan begini, potensi ekonomi mereka insya Allah bisa semakin meningkat, sejahtera dan memiliki daya saing tinggi. 

Dan kalau sudah demikian, saya yakin, berbagai kebutuhan dan keperluan hidup mereka, baik dalam lingkup sehari-hari maupun yang berjangka waktu tertentu atau berkala, akan selalu bisa terpenuhi, terbiayai dan tercukupi. Termasuk dalam bidang pendidikan yang menjdi bahasan utama dalam tulisan kali ini.

Wallahu 'alam

Ega Adriansyah

IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 23 Agustus 2022, 13.56 WIB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun