Mohon tunggu...
Reipuri Alayubi
Reipuri Alayubi Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Community Tolerance Indonesia

BERBUAT BAIKLAH WALAU HANYA SEBUAH KATA-KATA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sulitnya Akses Pendidikan

24 Agustus 2022   19:48 Diperbarui: 24 Agustus 2022   20:10 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Biaya pendidikan sering kali terlalu besar dan mahal. Sehingga, sebagian kalangan sering kali memutuskan untuk tidak menempuh jenjang pendidikan.

Alasannya karena memang kalau ditempuh, mereka pasti tidak akan sanggup membayar biayanya. Inilah yang terjadi pada teman saya (di kampus), dan banyak teman-teman saya yang ada di Desa atau Kecamatan. Mayoritas, ketika demikian, banyak teman-teman saya yang akhirnya memilih untuk langsung bekerja. Awalnya memang terkadang ada yang bisa bekerja secara enak dan memiliki penghasilan yang tinggi.

Namun, lama-kelamaan, hal itu sering kali malah berjalan sebaliknya. Misalnya, ada beberapa teman yang awalnya bekerja di pabrik dan selalu mendapat penghasilan yang besar tiap bulan, tetapi, setelah kontraknya habis, karena kompetensinya kurang dan hanya memiliki ijazah SMA/SMK, akhirnya Dia kesulitan untuk kembali mendapatkan pekerjaan yang enak.

Sehingga, akhirnya ada yang memutuskan untuk bekerja serabutan, menjadi kuli bangunan atau bahkan menganggur untuk sementara waktu. Hal ini tentunya merupakan sesuatu yang menjadi sebuah masalah di suatu negara, seperti Indonesia. Oleh karena itu, hal ini harus kita akali, cari solusi penyelesaiannya, dan lakukan langkah-langkah pencegahannya.

Karena semua ini berawal dari masalah di dunia pendidikan, yakni tentang sulitnya akses pendidikan bagi orang-orang miskin yang berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah, maka, solusi penyelesaian dan langkah pencegahannya harus kita sesuaikan dengan itu. 

Setidaknya, menurut saya, solusi atau penyelesaian permasalahannya bisa dipecahkan oleh dua hal. Pertama dengan hal yang berasal dari faktor eksternal/luar dan kedua dari faktor internal.

Yang saya maksud dengan hal yang berasal dari faktor eksternal dan internal adalah di luar atau didalam lingkungan kekuarga atau rumah. Khususnya di lingkungan para subjek atau orang-orang yang ada didalamnya. Pertama dari faktor eksternal, bentuknya adalah dengan memaksimalkan peran Pemerintah, lembaga-lembaga negara, atau dinas-dinas terkait. 

Di sini, pihak-pihak itu bisa mengupayakan sebuah bantuan, entah itu beasiswa, subsidi silang dan sebagainya untuk orang-orang miskin, atau kalangan menengah ke bawah, agar mereka mampu mengakses dunia pendidikan.

Upaya ini sebetulnya sudah ada dan berjalan, tetapi, tentunya masih jauh dari kata cukup. Sebab, penerima dan orang-orang yang berhak menerimanya masih timpang sekali. Selain itu, terkadang bantuannya juga sering kali tidak tepat sasaran atau malah di salah gunakan oleh para penerima, khususnya oleh para pelajar atau mahasiswa. 

Seperti contohnya dalam kasus ketidamauan banyak mahasiswa yang mendapat beasiswa LPDP di luar negeri untuk kembali ke Indonesia dan lain-lain.

Oleh karena itu, selain bantuan secara langsung, Pemerintah dan pihak-pihak yang tadi saya sebutkan juga sejatinya harus memiliki strategi lain. Seperti menyiasati bantuannya dalam bentuk yang memberdayakan, memiliki konsep keberlanjutan (jangka panjang), dan sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun