Toleransi antaragama merupakan suatu sikap saling menghargai dan menghormati  perbedaan agama yang ada dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap toleransi tercermin ketika seseorang menghormati hak orang lain untuk beribadah sesuai  keyakinannya. Misalnya, masyarakat  Indonesia sering  menunjukkan toleransi melalui kerja sama antaragama dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan seperti pengabdian kepada masyarakat dan perayaan hari besar keagamaan. Hal ini menciptakan keharmonisan dan menjadi landasan kokoh dalam menjaga kesatuan dalam keberagaman.
Dibandingkan dengan beberapa negara yang menghadapi konflik akibat intoleransi beragama, Indonesia sendiri meski penuh tantangan, tetap menjadi contoh tindakan toleransi yang lebih baik. Perbedaan agama seringkali menimbulkan konflik sosial dan politik di negara-negara tertentu. Namun di Indonesia, kita diajarkan untuk merangkul perbedaan sebagai kekayaan budaya dengan menggunakan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Namun tantangan seperti diskriminasi dan prasangka masih tetap ada, dan diperlukan upaya bersama untuk semakin memperkuat nilai-nilai toleransi antar umat beragama.
Salah bentuk toleransi bisa dilihat dari program ekskursi oleh Kolese Kanisius, dimana para siswanya terutama untuk kelas tiga Sekolah Menengah Atas (3 SMA) dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok diterjunkan ke pesantren-pesantren yang dipilih oleh sekolah. Salah satu kelompok yang menuju Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon di Tasikmalaya menunjukan kesan yang baik dari arti toleransi. Mereka melakukan banyak kegiatan kebersamaan dengan para santri walaupun berbeda agama Kristen Katolik dan Islam. Pada awalnya, ada perasaan cemas dan khawatir dari masing-masing pihak namun seiring berjalannya waktu, tidak lama mereka saling berkenalan dan saling mengerti satu sama lain. Dengan rasa penasaran, mereka saling berdiskusi tentang perbedaan kehidupan, pendidikan, dan pengalaman beragama ketika sedang ada waktu kosong.
Menurut ketua kelompok, Joel Abia Widjaja dalam pidatonya di acara penutupan, program ini sangat mengesankan baginya dan semua siswa Kolese Kanisius juga santri-santri Al-Furqon karena mengandung makna toleransi dan kebersamaan antar agama yang sangat erat. Dalam pidatonya, Joel juga menyebutkan istilah "Memanusiakan manusia", artinya setiap manusia baik di Indonesia maupun di seluruh dunia memiliki perbedaan dan kepercayaannya masing-masing, namun perbedaan-perbedaan itu bukan berarti membuat kita saling menjauh ataupun saling bermusuhan, melainkan kita sebagai makhluk sosial akan terus tetap bersama dan saling berinteraksi tanpa memandang suku, agama, dan budaya.
Oleh karena itu, toleransi harus ditanamkan dan dijaga dari generasi ke generasi agar menjadi kebiasaan atau budaya yang melekat dalam hati setiap orang demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kehidupan yang rukun dan sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H