Mohon tunggu...
Reidnash Heesa
Reidnash Heesa Mohon Tunggu... Insinyur - Mohon Tunggu....

Penjelajah | Penikmat Sajak | Pecinta Rembulan | Pejalan Kaki

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[HUT RTC] Surat Terakhir

2 Maret 2016   09:44 Diperbarui: 7 Maret 2016   12:51 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="sumber ilustrasi : https://twitter.com/TrucksHorsesDog/status/687788275642314752/photo/1"][/caption]

Minggu Pertama ( FF200 - Inspirasi dari sebuah Puisi ) 

Aku masih mengenggam erat surat terakhir yang dituliskannya untukku di suatu senja jingga. Sebuah pesan singkat, bukan untaian kata-kata perpisahan yang menyedihkan hati, bukan rangkaian doa-doa tangis jiwa yang merindu. 

Mimpi kita memang tak pernah sama, wahai kekasih pujaan hatiku, tetapi keegoan mimpi-mimpi kita belum sanggup mengoyakkan jala ikan yang masih tersimpan rapi di bawah tumpukan keranjang pengisi hasil tangkapan perahu kehidupan kita. Jala usang ini masih kuat berakar, kokoh, pernah menemani hari - hari di masa muda kita, mengisi lembaran demi lembaran periuk kosong dapur favoritmu. 

Surat terakhirnya mengisahkan arti kehidupan sepasang anak manusia bumi beserta rahasia langit dan samudera. Tak lupa terselipkan rincian tugas terhormat yang diembannya sebagai duta kerajaan seratus dewa. 

Mengenang kembali kenangan indah bersama kekasih pujaan hati, sungguh hatiku melebur menyatu erat mengenggam laju perputaran waktu. Sembilan puluh tahun, dalam sekejap tersaji menjadi hidangan penutup makan malam penuh dengan aroma harum bau nafas tubuhmu. 

Aliran-aliran mata air kesedihan, kini, telah mengering. Kenangan itupun telah menutupi semuanya, tak ada meninggalkan sisa, sedikitpun tidak. 

Penglihatan di usia uzurku senantiasa melukiskan bayanganmu, cantik, sejak masa remaja hingga kelak di masa depan yang nyaris sempurna untuk dinikmati sebagai tarian panggung sandiwara senyuman. 

Sebuah kecupan manis untukku di surat terakhirnya. 

--0O0--

 

m.364 Alders-Gate Street , Maret 2016

 

 

 

Sumber inspirasi : 

SAJAK SEORANG TUA UNTUK ISTERINYA 

Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.

Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.

Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.

Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.

Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.

Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.

Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.

Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.

 

WS. Rendra, Sajak-Sajak Sepatu Tua,1972 

Karya ini diikutsertakan dalam rangka memeriahkan ulang tahun perdana Rumpies The Club 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun