Mohon tunggu...
Reidnash Heesa
Reidnash Heesa Mohon Tunggu... Insinyur - Mohon Tunggu....

Penjelajah | Penikmat Sajak | Pecinta Rembulan | Pejalan Kaki

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fabel] Ochiek Si Anjing Kampung dan Bonie Si Gajah Berekor Kuda Poni

8 November 2015   01:27 Diperbarui: 8 November 2015   01:27 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Reidnash Heesa No. 69

 

“Aku memiliki kenangan indah di dalam hutan ini. Hutan ini memang bukan tempat kelahiranku, namun hutan ini adalah tempatku belajar tentang arti hidup, hutan tempat persinggahan sementaraku

 

Orang-orang memanggilku dengan sebutan Ochiek. Nama itu pemberian dari majikan yang memelihara ibuku. Aku lahir di tengah-tengah sebuah keluarga sederhana dengan seorang bapak, ibu dan seorang balita cowok berumur sekitar dua tahun empat bulan. Ibuku diberi nama Ogiek, sedangkan ayahku sendiri tak pernah ‘ku ketahui nama dan asal usulnya, beliau sudah meninggalkan ibu sejak aku masih kecil. Aku, ibu dan saudara-saudaraku dipelihara oleh majikan yang sangat baik hati. Mengapa mereka dikatakan baik? Karena sejak aku kecil, mereka tak pernah mengikatku dengan tali atau rantai. Aku dibebaskan sesuka hati untuk bermain, berlari atau sekedar bercanda dengan saudara-saudaraku yang lain.

 

Orang-orang mengenalku sebagai seekor anjing kampung, dengan bulu-buluku berwarna coklat kekuning-kuningan. Bola mataku berwarna hitam kecoklatan. Indra penciumanku sangat tajam. Kumisku amat manis senantiasa menghiasi wajahku yang matang manggis. Gigi-gigi taringku utuh tak kekurangan sesuatu apapun karena jarang merobek kulit dan daging mentah, yahhh tidak hanya jarang, memang benar, tak pernah satu kalipun. Majikanku selalu menyuguhkan hidangan lezat, tak pernah memberi semangkok makanan berupa nasi basi, sambal terasi atau potongan tulang yang terikat mirip dasi.

 

Awal pertualanganku dimulai ketika aku tersesat dan tak berhasil menemukan jalan pulang. Aku harus terpaksa mengucapkan kata perpisahan dengan majikanku yang kutemani masuk ke dalam hutan untuk berburu ikan sungai. Ucapan perpisahan ini sungguh menyakitkanku karena tak akan pernah terdengar oleh majikanku. Aku hanya mampu bersuarakan nada kesedihan, hanya di dalam hati.

 

 

“Berhati-hatilah di jalan, anak-ku. Hutan itu meski sudah sering kau lalui, tetap sajalah waspada selalu !”

 

 

“Mamak tenang saja, serahkan saja kepada Ochiek, pasti semuanya beresss, Mak !”

 

 

“Bapak (sang majikan) sudah cepat lelah sekarang, jangan kau ajak dia lari kencang-kencang !”

 

 

“Baiklah Mak, Ochiek berangkat ya Mak ! Sampai berjumpa lagi, Ochiek janji akan membawakan oleh-oleh spesial dari hutan buat Mamak !”

 

Kalimat-kalimat terakhir diatas, yang keluar dari mulutku saat hendak berpisah dengan ibuku, semakin ku ingat, semakin membuat diriku bersedih. Aku tak pernah menyangka akan menghadapi kenyataan pahit seperti saat sekarang ini. Sebagai seekor anjing jantan dewasa, aku harus siap, aku harus kuat, tetap tegar, aku tak mungkin bersedih sepanjang waktu. Aku harus berjuang untuk kehidupanku sendiri, di hutan asing yang sepi tanpa ibuku lagi yang menemani.

 

 

***

 

Tanpa terasa, tahun berganti tahun telah aku lalui di hutan ini. Bukan hanya sekali, sudah beberapa puluh kali nyawaku harus terancam karena berjuang untuk bertahan hidup di sini. Hal itu sering terjadi di awal-awal tahun ketika aku mulai belajar mandiri hidup bebas di tengah-tengah alam hutan yang masih liar nan asri.

 

Masa dan musim kehidupan selalu silih berganti. Setelah aku mandiri, hutan yang aku huni harus mengalami bencana kebakaran besar yang disebabkan oleh ulah para manusia yang hanya mementingkan diri sendiri. Tidak ada pilihan lain, aku dan teman-teman yang aku kenal di hutan ini harus segera mengungsi atau kami harus mati di tengah-tengah kobaran api. Bonie, si gajah yang ekornya menyerupai ekor kuda poni sahabat terbaikku selama ini ternyata masih berat hati untuk mengungsi.

 

“Apakah semua manusia serakah di bumi? Lihatlah seluruh alam hutan ini, mereka tak menyisakan sedikitpun lagi, lalu kemana kita hendak melangkah pergi, Ochiek?”

 

 

“Tidak semua manusia serakah. Bonie. Masih ingatkah kau, cerita tentang keluarga dan kampung halamanku? Tentang ibu dan saudara-saudaraku, tentang keluarga majikanku? Ke sanalah kita akan pergi”

 

“Tidak, Bonie tak mau meninggalkan hutan ini, biarkanlah Bonie mati di sini”

 

“Dengarkanlah aku, Bonie. Jika kita masih diberi kekuatan, kemampuan untuk berusaha melangkah jauh meninggalkan bencana ini, mengapa kita harus berpasrah diri, seolah-olah menerima suratan takdir untuk memilih kematian dan bukan memilih kehidupan, memilih untuk mengutuki diri sendiri bukan memilih untuk bangkit dan berbenah untuk sebuah kemajuan diri?”

 

“Jika memang majikanmu itu berbaik hati, mengapa dia tidak berusaha menemukanmu, mengapa dia tidak berusaha mencarimu dan tidak membiarkan dirimu tersesat selamanya di hutan ini?”

 

“Aku yakin Bonie, bapak tidak berjiwa kerdil seperti itu. Aku yakin bapak masih terus berusaha mencariku meski usahanya belum berhasil. Belasan tahun telah berlalu namun keyakinanku tak pernah surut atau berhenti “

 

“Keyakinanmu, Ochiek telah membutakan mata hatimu sendiri”

 

“Kamu salah Bonie, justru keyakinanku memberikan kekuatan untukku bertahan hingga hari ini”

 

 

 

Perlahan namun pasti, aku akhirnya berhasil meyakinkan Bonie untuk ikut denganku. Bonie adalah sahabatku, aku tak mungkin meninggalkannya sendirian. Seluruh keluarga Bonie telah meninggal dunia karena menyelamatkan diri si Bonie dari bencana kebakaran. Bonie adalah gajah berbadan besar yang sanggup melintasi bukit, lembah, sungai dan rawa untuk mencapai tempat yang kami tuju, sedangkan aku adalah anjing kampung berbadan kecil, dengan kecerdasan dan segudang pengalaman hidupku, kami harus bekerjasama saling bahu membahu keluar dari hutan yang telah habis terbakar ini.

 

 

kami mampu bertahan, bukan karena kami kuat & cerdas namun karena kami bersatu,

 

kami berjuang dengan menaklukkan keegoan diri,

 

tertuju hanya untuk sebuah kehidupan baru,

 

dengan keyakinan teguh terukir di hati.

 

 

---oOo---

 

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community

 

sumber ilustrasi : di-sini, dan di-sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun