Hari ini tanggal 28 Oktober 2015, pemuda-pemudi Indonesia boleh berbangga karena memiliki hari istimewa yang menorehkan sejarah perjalanan kebangsaan di Tanah Air tercinta ini, pemuda-pemudi Indonesia sungguh patut bersyukur pernah memiliki generasi muda terdahulu dengan semangat penuh nyala api, semangat perjuangan untuk mencapai kesatuan : satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa persatuan.
Selamat Hari Sumpah Pemuda ke delapan puluh tujuh untuk setiap muda-mudi di seluruh pelosok desa dan kota Negeri ini. Apa kabar hari ini? Senang sekali berjumpa kembali di kolom Muda, khususnya di ‘menu spesial’ hari ini, bersama teman-teman Mudasiana.
Hari ini, bersama-sama kita akan belajar bersama dengan si Bunglon. Binatang yang masuk golongan reptil ini, jika diamati memang memiliki kemampuan berubah warna menyesuaikan warna di sekitar lingkungannya sebagai bagian dari strategi perlindungan diri. Bunglon itu binatang yang warna kulitnya bisa berubah, Muda-Mudi juga identik dengan perubahan. Perubahan yang dimaksud tentunya untuk hal-hal yang baik dan bukan ke arah yang kurang baik, yang tidak baik, apalagi ke hal-hal yang jahat dan negatif.
Masa muda adalah masa untuk belajar. Hampir separuh besar waktu yang digunakan adalah untuk belajar, belajar dan belajar termasuk belajar sambil makan dan tidur wkwwkkkk. Maksudnya, kalo makan untuk memulihkan tenaga supaya bisa melanjutkan waktu belajar, kalo tidur untuk mengistirahatkan tubuh yang kelelahan akibat belajar, bukan begitu ‘kan?
Setelah berkenalan sejenak dengan bunglon, mari ber-se-se-geser dengan kawannya si Bunglon. Perkenalkan mereka adalah anak-anak muda dengan semangat Sumpah Pemuda, semangat perubahan. Ada Hendri, Ada Vicky. Kisah dari mereka berdua bukan berawal dari hobi bersama memelihara bunglon, kisah ini juga tidak berawal dari sebuah hobi untuk mencari bunglon, memandikan bunglon apalagi tidur bersama bunglon. Kisah nyata berikut ini berawal dari semangat mereka untuk terus belajar dan berubah ke pribadi yang semakin dewasa dan semakin mandiri tentunya. Kisah ini dimulai ketika mereka berdua, di kelas yang sama, kelas terakhir bangku SMU, setelah tamat memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dengan merantau ke pulau Jawa tepatnya ke kota Jogja dari hometown mereka di Sumatera Utara, tepatnya dari kota Medan.
Setelah mereka berdua hijrah ke Jogja, dengan mencoba menyesuaikan lingkungan yang baru : mulai dari tempat tinggal yang baru (pada awalnya mereka masih di tempat kos yang sama sebelum akhirnya berpisah tempat tinggal), orang-orang di sekitar yang baru, termasuk makanan-makanan khas Jogja yang penuh dengan nuansa manis, gurih, lezat, nikmat, kata-nya si Hendri, yang lidah Medan-nya memang sulit untuk membedakan rasa, taunya cuma satu : makanan di mulut dikunyah sesegera mungkin supaya bisa masuk ke perut..main hajar saja katanya wkwkwkkkk. Tanpa ditemani orangtua dan tidak adanya anggota keluarga lain yang tinggal di Jogja, mereka memulai pertualangan anak muda bergaya kampus. Inilah semangat perubahan yang kedua, berani melangkah untuk memulai pertualangan dan pengalaman yang baru.
Berada di perguruan tinggi yang berbeda, dengan minat jurusan pendidikan yang berbeda membuat kedua anak muda ini semakin berani menyesuaikan diri dengan lingkungan yang sama sekali asing bagi mereka. Berjumpa dan berkenalan dengan puluhan bahkan ratusan anak muda yang berasal dari Sabang sampai Merauke, dengan tujuan yang sama, di satu kota yang sama, untuk belajar. Hendri, Vicky dan anak-anak Jogja merasa aura semangat Sumpah Pemuda mengalir begitu kencang dalam darah mereka. Inilah semangat perubahan yang ketiga, berbeda daerah/asal, berbeda tradisi/budaya, berbeda tutur kata/bahasa daerah, setiap perbedaan tidak menghalangi tekad bulat untuk bersatu dan bersama-sama saling membahu menyelesaikan tugas b-e-l-a-j-a-r yang telah dipercayakan oleh orang tua masing-masing.
Mungkin di antara teman-teman ada yang bertanya, apa sebenarnya hobi Hendri dan Vicky mengisi waktu luang? Jawabannya persis seperti yang sudah dijelaskan di atas hobi mereka bukan memelihara bunglon. Mereka ternyata punya hobi memanjat gunung, Pssstttt...mana tau saat masuk ke hutan, mereka bisa saja kali bertemu dengan si bunglon hehehehehe.
Terlibat dengan kegiatan organisasi baik itu di lingkungan kampus maupun di lingkungan gereja juga menjadi bagian dari aktivitas mengisi waktu di masa-masa muda Hendri dan Vicky. Ada yang menarik dari pengalaman mereka berdua saat mereka memutuskan untuk bergabung dengan sebuah komunitas keagamaan di kota Jogja. Mereka tidak bermaksud untuk menyombongkan diri dengan kisah ini.
Â
Selain itu, di pos tersebut (seperti foto di atas), jumlah kepala keluarga yang menetap/ber-jemaat di sana tidak sebanding dengan jumlah muda mudi yang bergabung sehingga persoalan umum pun muncul seperti keterbatasan dana dalam melakukan pelayanan sosial. Akhirnya Hendri, Vicky dan teman-teman muda-mudi lainnya harus bergerak sendiri menyingsingkan lengan baju untuk mencari dan mengumpulkan dana sosial seperti berjualan koran, berjualan pakaian dan barang-barang bekas. Inilah semangat perubahan yang ke-lima, semangat rendah hati, memupuk sifat sabar, serta kesediaan berbagi dengan siapa saja dalam segala kondisi bahkan situasi yang paling sulit.
Muda-Mudi kini tidak lagi berjuang memegang senjata membela negeri, Muda-Mudi kini tidak lagi berjuang melawan kolonialisme seperti pada masa zaman penjajahan Belanda atau Jepang, tetapi dengan semangat yang masih sama seperti generasi muda pendahulu mereka, Muda-Mudi kini berjuang untuk harapan dan cita-cita mereka, Muda-Mudi kini berjuang melawan hal-hal yang dapat meruntuhkan semangat dan cita-cita para pendahulu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hendri, Vicky hanyalah dua sosok pemuda di antara ratusan juta pemuda-pemudi Indonesia. Aksi nyata mereka tidak akan memberikan kontribusi berarti bagi NKRI jika hanya dilakukan berdua, namun dibutuhkan lebih banyak lagi sosok-sosok muda seperti mereka sehingga aksi nyata bersama ini menjadikan pemuda-pemudi Indonesia sebagai fondasi yang kuat untuk pembangunan NKRI berkelanjutan seperti cita-cita yang tertuang dalam filosofi Pancasila dan amanah Undang-undang Dasar 1945.
Demikianlah kisah nyata singkat dari dua anak muda yang sudah bersedia berbagi pengalaman. Terima kasih untuk Hendri, terima kasih untuk Vicky. Kisah ini boleh berakhir untuk hari ini, tetapi tidak untuk setiap untaian semangat muda yang penuh antusias dan pasti akan ditularkan kembali di sesi event Mudasiana berikutnya.
Selamat Hari Sumpah Pemuda dan Salam Mudasiana !
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Mudasiana dan FB Mudasiana
sumber ilustrasi : dokumentasi pribadi Hendri, Vicky dan teman-teman.