Mohon tunggu...
Reidnash Heesa
Reidnash Heesa Mohon Tunggu... Insinyur - Mohon Tunggu....

Penjelajah | Penikmat Sajak | Pecinta Rembulan | Pejalan Kaki

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Suku Anak Dalam Ini Harus Mengungsi Karena Hutan dan Rumah Ikut Terbakar

20 Oktober 2015   11:02 Diperbarui: 20 Oktober 2015   11:02 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Aku punya banyak kawan orang bule. Mereka terkadang terheran-heran kalo mendengar cerita tentang asalku, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang kurang percaya kalo aku sebagai seorang anak yang lahir di sebuah pulau, istilah keren-nya orang pulau tidak bisa berenang di air laut. Semakin heran lagi, ketika aku bercerita, di pulau kami ini, bukan saja kota metropolitan yang telah berhasil dibangun, namun kami juga memiliki banyak kota yang di dalamnya terdapat lagi kota, istilahnya kota dalam kota.

 

Mungkin di antara kita sesama warga Nusantara, juga masih ada yang bingung dengan istilah kota dalam kota, kecuali ada yang sudah berkunjung dan melihat sendiri ke sana. Satu hal yang pasti, yang ku maksudkan ini bukanlah mal (pusat perbelanjaan) dengan embel-embel bernama XYZ City, XXY City, ZXZ City yang terus menjamur di kota metropolitan.

 

Aku mencoba menantang mereka, kawan-kawan buleku yang sebagian besar hanya mengenal pulau Bali kalo diajak cerita tentang negeri Indonesia. Pulau-pulau lain tidak begitu populer di mata mereka, coba kalo disebutkan pulau Lombok, mereka mungkin masih paham karena pulau ini berdekatan dengan Bali, tapi coba tanyakan lagi misalnya pulau Bidadari dan kawan-kawannya, mereka mulai menjawab tidak tahu kecuali pulau Nusa Kambangan yang sedikit populer sejak peristiwa hukuman mati Duo Bali Nine, terpidana kasus narkoba asal Australia yang menghebohkan itu.

 

Kabut asap masih saja menyelimuti daerah kami sampai saat ini. Perjalanan menuju tempat dinas yang harus kami tempuh menggunakan transportasi udara selalu mengalami jadwal penuh dengan ketidakpastian. Bandara udara bisa membatalkan rencana penerbangan sewaktu-waktu, tidak ada lagi gunanya perencanaan jadwal yang disusun jauh-jauh hari. Alternatif yang bisa dipilih yakni memakai kendaraan via jalur darat yang tentu saja cukup memakan waktu perjalanan.

 

Kali ini, perjalanan dinas via darat yang kami tempuh menggoreskan cerita menarik yang rindu aku bagikan dengan teman-teman di sini. Masih seputar soal kabut asap, masih berkisah tentang hutan yang terbakar. Aku tak pernah menyangka bertemu dengan sebuah rombongan unik di sebuah rumah makan yang harus kami singgahi di kala perut lapar meminta 'jatah' untuk diisi.

 

Rombongan ini cukup unik karena di dalamnya terdapat sekelompok orang yang kita kenal dengan sebutan Suku Kubu atau Suku Anak Dalam, sebagian orang memanggil mereka dengan sebutan Orang Rimba. Seperti yang kita ketahui, suku Kubu adalah salah satu suku bangsa minoritas yang masih hidup di pulau Sumatera ( di Jambi dan di Sumatera Selatan ). Jumlah populasi terbesar dari suku ini dapat ditemukan di Jambi dengan kisaran di angka dua ratus ribu jiwa. Sebagian dari mereka masih belum mengenal huruf, dan tradisi nenek moyang mereka adalah hidup dengan berpindah-pindah alias nomaden. Keunggulan mereka adalah berburu, meramu, walaupun demikian banyak dari antara mereka sekarang telah memiliki lahan pertanian untuk diolah.

 

Hidup suku Kubu sedang terancam sekarang. Dengan semakin meluasnya kawasan hutan yang hilang di Jambi dan Sumatera Selatan akibat perambahan, dengan semakin banyaknya kawasan hutan yang terbakar akhir-akhir ini, suku Kubu yang kami temukan di rumah makan ini akhirnya memilih untuk menyelamatkan hidup mereka dan keluarganya dengan cara mengungsi dari kampung halaman.

 

Jumlah mereka ada sekitar dua puluhan orang. Mereka telah berjalan kaki selama berhari-hari lamanya meninggalkan kawasan hutan yang telah terbakar beserta dengan rumah mereka yang turut terbakar. Mereka telah menempuh perjalanan melalui Sumatera Barat dan akhirnya masuk ke Riau dengan menyusuri kawasan hutan yang ada. Mereka terdiri dari rombongan dewasa dan anak-anak, dengan bekal di tangan secukupnya, tanpa mengenal lelah menempuh perjalanan ratusan kilometer untuk menghindari bahaya api dan asap yang telah mengambil paksa tempat tinggal dan sumber mata pencaharian mereka.

 

Kini, mereka diajak untuk pulang kembali oleh pemerintah setempat dan dijanjikan untuk dibangun kembali rumah-rumah mereka. Setelah mereka ditemukan secara tidak sengaja sedang tidur beralaskan tikar di tepi jalan lintas timur Riau ke Jambi, sebuah organisasi bernama Ikatan Muslim Riau Andalan (IMRA) PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) menawarkan diri untuk membantu kepulangan mereka ke Jambi dengan menyewa sebuah mobil mini bus untuk diantarkan sampai ke Kabupaten Sarolangun di provinsi Jambi.

 

Selamat melanjutkan kehidupan teman-teman baruku, senang sekali berjumpa dan bertatap muka denganmu walau hanya untuk sesaat. Terima kasih sudah berbagi pengalaman dan suka duka kehidupan dengan kami. Kita masih di pulau yamg sama, pulau yang sangat disayangi bukan hanya oleh penduduk pulau Sumatera tetapi juga seluruh masyarakat dunia. Pulau ini sungguh cantik, sungguh penuh dengan keindahan bak taman surgawi dengan kawasan hutan hujan tropis warisan dunia. Walau kini kita harus menghadapi ancaman bahaya serius akibat ulah oknum bejat tak bermoral, walau kini kita masih terus berjuang melawan kabut asap yang menyelimuti rumah kediaman ini siang dan malam, kita masih memilih untuk berharap, kita masih yakin sepenuhnya dan percaya setiap usaha keras, kinerja pemerintah Bapak Prsedien Jokowi beserta Ibu Menteri Siti Nurbaya untuk mengatasi bencana kabut asap ini se-segera mungkin.

 

Perjuangan ini akan terus dilanjutkan dan tidak akan pernah usai sampai akhirnya hutan-hutan yang terbakar ini kembali dipulihkan dan memperoleh kehidupan baru di alam bumi Sumatera yang dicintai dan yang menjadi harta tak ternilai harganya milik Ibu Pertiwi.

 

Salam Kompasiana.

 

sumber ilustrasi : disini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun