Mohon tunggu...
REGORIUS YOSMINDA
REGORIUS YOSMINDA Mohon Tunggu... Petani - Penulis

Membaca dan Menulis Untuk Keabadian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Untuk Apa Rindu Diciptakan?

23 Agustus 2023   16:01 Diperbarui: 23 Agustus 2023   16:10 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Dok. Penulis

Suatu senja yang khusyuk, Eli (bukan nama sesungguhnya) pergi ke taman yang sudah beberapa bulan tidak terawat. Di taman, yang tumbuh hanya pohon dan beberapa bunga yang sudah tidak terurus lagi. Di taman juga, Eli duduk seorang diri di atas sebuah bangku yang menjulur panjang di bawah pohon sawo yang rimbun daun. Eli menatap senja yang sebentar lagi pergi ke peraduan dengan tatapan mata yang serius. Sesekali, Eli merayakan kepergian senja yang perlahan itu dengan secangkir kopi hitam pekat yang ada di tangan kanannya.

Ketika melihat Eli-seorang lelaki tampan yang dicintai Alvi (nama samaran) dengan sungguh dan terus terang-duduk seorang diri di taman, Alvi langsung berlari kencang menuju taman-tempat Eli duduk. Alvi menyambangi taman itu dengan penuh penasaran dan mengandung tanya. Setibanya di taman, Alvi langsung menyuguhkan Eli dengan sebuah pertanyaan yang mengagetkan. Pertanyaan itu tiba di telinga Eli dengan tiba-tiba.

"Hayy. Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Alvi mengagetkan. Tangan kanannya memukul pundak Eli dengan pelan.

"Hayy. Aku tidak melakukan apa-apa disini, Alvi. Aku hanya ingin melihat senja yang indah itu." Jawab Eli sembari menunjuk senja yang tumbuh di balik Golo Rowan.

"Kepala kedinginan yah. Aku bawakan topi pengusir dingin. Silahkan dipakai, Eli." Ucap Alvi penuh perhatian. Tangan kanannya menyerahkan topi dingin kepadaku.

"Terimakasih banyak yah." Pintaku sembari menerima topi dingin yang diberikan Alvi. 

"Mengapa kamu datang menemui aku di sini, Alvi? Bukankah kamu harus berangkat ke kota Pancasila (Ende) hari ini?" Tanya Eli melanjutkan. Bola matanya menatap wajah Alvi yang tetap bening, hangat dan rendah hati dengan penasaran.

"Kamu tidak perlu tahu alasan dibalik kedatangan aku ke sini. Jika kedatanganku di sambut tanya, untuk apa rindu diciptakan?" Tanya Alvi balik. Raut wajahnya tegang. Seolah-olah Alvi tidak terima dengan semua pertanyaan yang aku tunjukkan kepadanya.

"Aku sudah membatalkan perjalananku ke kota Pancasila (Ende). Keputusan itu aku ambil setelah melewati pertimbangan yang matang. Jawab Alvi melanjutkan. Kedua tangannya merapikan rambut yang terurai angin sepoi-sepoi.

"Mengapa kamu membatalkannya?" Bukankah itu perjalanan penting yang harus kamu lakukan?" Tanya Eli sembari melihat jam di gawai miliknya.

"Kamu tidak perlu tahu alasannya. Aku ingin menikmati senja kali ini denganmu." Timpal Alvi sembari mendekatkan dirinya kepada Eli.

"Siappp, Alvi. Aku tidak bertanya lagi. Maaf jika pertanyaaku tidak berkenan di hatimu." Jawabku pelan.

Setelah mendengar jawaban dari Alvi. Eli tidak melanjutkan obrolan. Padahal, masih banyak pertanyaan yang tumbuh di dalam kepala Eli. Tetapi, Eli memilih untuk tidak mengucapkan semua pertanyaan itu dan memilih untuk mengurungkannya dalam-dalam. Eli yakin bahwa harus ada jeda di setiap perjalanan hidup. Begitupun dengan Alvi, harus ada jeda diantara kebisingan hidupnya.

Saat senja sudah pergi ke peraduan dan malam mulai melebarkan sayapnya, Alvi tetap setia duduk di samping Eli. Sesekali, Alvi menyandarkan kepalanya di bahu Eli yang kuat dan kokoh. Sementara itu, tangan kanannya memeluk Eli dengan erat. Alvi ingin menghabiskan malam di taman bersama Eli sembari melihat bintang-bintang yang tumbuh dan menghiasi angkasa Golo Tolang. Alvi tetap menatap bintang yang tumbuh di atas langit-langit Golo Tolang dengan tekun, teliti dan tertib.

Ketika jam sudah menyentuh jantung malam, saat kopi yang ada di genggaman Eli sudah paripurna di seduh, Eli meminta Alvi untuk pulang ke rumahnya. Eli tidak ingin melihat Alvi sedih karena mendapat teguran keras dari ayahnya. Di rumah, ada ayah dan ibu yang setia menunggu kedatangan Alvi dengan hati yang lapang dan panjang sabar. Alvi harus segera pulang.

"Vi (panggilan kesayangan Eli untuk Alvi), kita pulang yah. Udah larut malam." Ucap Eli pelan. 

"Okee, Eli." Timpal Alvi semangat. Raut wajahnya tampak riang. 

"Antar aku ke rumah yah." Pinta Alvi melanjutkan.

"Siap, Vi." Jawabku singkat.

Dari taman, Eli dan Alvi berjalan menuju parkiran motor. Dalam perjalanan menuju parkiran motor yang jaraknya cukup jauh dari taman, Alvi menggenggam tangan Eli dengan kuat. Alvi dan Eli berjalan beriringan. Keduanya tampak guyup, rukun dan damai. Sesampainya di parkiran motor, Eli langsung menghidupkan mesin motor Supra kesayangannya dengan cepat dan dengan segera bergegas pergi menuju rumah Alvi. Dalam perjalanan pulang ke rumah Alvi, di bawah langit-langit Golo Tolang yang penuh restu dan doa, Eli mengendarai sepeda motor kesayangannya dengan kecepatan yang sedang. Agar perjalanan pulang tidak membosankan, Eli sesekali bercerita tentang pengalamannya hidupnya yang membuat Alvi tertawa. Malam itu, Eli merasakan keteduhan, kedamaian dan ketenangan hati. Sedangkan Alvi merasakan hal yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

"Jika alam dan waktu merestui, aku akan menikmati senja bersama Alvi untuk yang kedua kalinya" Ucap Eli dalam hati.

**

Ketang, 23 Agustus 2023

Penulis: Regorius Yosminda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun