Ada begitu banyak film yang menggunakan tema kepolisian, bahkan hal ini menjadi dasar bagi sebuah genre film: Cop buddies. Cop buddies merujuk pada film-film yang menggambarkan kerjasama antara dua orang, baik sesama penegak hukum atau non penegak hukum, untuk melawan kejahatan atau mencari kebenaran dari suatu kasus.
Kehidupan polisi yang berbeda dengan masyarakat sipil dan tugas mereka yang berisiko selalu membuat masyarakat penasaran. Nah, setelah beberapa film bertema kepolisian, seperti Pohon Terkenal dan Sang Prawira, tahun ini hadir kembali film dengan tema tersebut di Indonesia, yang berjudul Sayap-Sayap Patah.Â
Berbeda dengan dua film yang disebutkan sebelumnya, Sayap-Sayap Patah punya nuansa yang lebih dark dan lebih menggambarkan tugas kepolisian yang ekstrem: memberantas terorisme, bertaruh dengan hidup dan mati. Dengan Nicholas Saputra dan Ariel Tatum sebagai pemain utama, film ini terlihat sangat menjanjikan. Namun, benarkan demikian?
Sebelum dirilis, trailer film ini cukup memancing keributan. Hal tersebut engga lain terjadi karena ia diproduksi oleh Denny Siregar, sosok yang kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial di Twitter.
Selain itu, setelah dirilis, film ini "direcoki" oleh perdebatan yang engga ada hubungannya sama sekali dengan kualitas sebuah film. Di media sosial seperti Twitter misalnya, banyak akun "bodong" yang melakukan pujian habis-habisan kepada film atau bahkan menghina film tersebut. Selain itu, beberapa blog reviewer film pun kerap diserang dengan tuduhan "sudah dibayar", baik mereka, baik mereka mengkritik maupun memuji film tersebut.
Duh, kayanya kita masih dibuat bingung, ya? Nah, kali ini saya akan  mengulas film Sayap-Sayap Patah, terlepas dari kontroversinya. Sudah siap?
Diambil Dari Kisah NyataÂ
Seluruh rakyat Indonesia tentu masih ingat dengan kerusuhan yang terjadi di Mako Brimob Kelapa Dua bulan Mei 2018.
Film ini terinspirasi dari kisah nyata, yaitu peristiwa kerusuhan di Mako Brimob pada Mei 2018. Pada peristiwa tersebut 155 narapidana kabur, 1 orang narapidana meinggal dan 5 anggota Densus 88 meninggal dunia. Namun, semua tokoh dan kisah didalamnya fiktif. Jadi, kamu ngga perlu merasa bahwa film ini seperti biopik.
Pusat ceritanya adalah Adji, seorang Densus 88 yang istrinya sedang hamil tua. Saat hamil tua, seorang perempuan tentunya penginnya dimanja dan diberikan banyak waktu oleh sang suami. Namun, sebagai istri anggota, tentu harus merelakan sang suami yang notabene engga sepenuhnya miliknya, tetapi milik negara.
Dari segi alur, Sayap-Sayap Patah cukup menyenangkan. Untuk sampai ke bagian-bagian genting, kita dikasih waktu bernafas terlebih dahulu. Paduan asmara dan aksinya ada, walaupun aspek romansanya memang lebih kental.
Kita bakal dibuat cemas seperti halnya Nani, Istri Adji, yang selalu harus menebak apakah saat suaminya pulang, ia harus mempersiapkan selimut atau kain kafan. Keresahan Nani ini sama seperti Sharifah, tokoh dalam Film Indonesia Jelita Sejuba, yang menikahi Jaka, seorang anggota TNI.
Sayap-Sayap Patah bisa dibilang merupakan film yang oke dari segi penokohan, dialog dan cerita. Selain itu, mungkin film ini peru berbenah dari sisi pemasaran. Pemasaran dari beberapa pihak terlalu menghakimi, sehingga penonton sudah sensi duluan sebelum menontonnya.
Sayang banget, ya! Soalnya potensi film ini ternyata cukup besar. Tapi, apa jangan-jangan strategi ini sudah mereka perkirakan? Bagaimana menurutmu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H