Menteri Keuangan Sri Muryani telah mengumumkan bahwa tarif pajak  Indonesia adalah yang terendah di antara negara-negara G20 dan ASEAN. Tarif pajak untuk Indonesia  pada akhir tahun 2021 adalah 9,11%. Angka ini melebihi realisasi 8,33% pada tahun 2020. Kinerjanya masih rendah  dibandingkan  sebelum pandemi, yakni 9,76 persen pada 2019 dan 10,24 persen pada 2018. "Tarif pajak kita paling rendah di kawasan G20 atau ASEAN, meski tantangannya semakin kompleks," katanya di puncak perayaan hari pajak, Selasa (19 Juli). Menurut dia, penerimaan pajak harus melindungi perekonomian dalam situasi dunia yang sulit. Akibatnya, tarif pajak harus terus dinaikkan. Semakin tinggi tarif pajak, semakin banyak wajib pajak. Oleh karena itu, tarif pajak  diharapkan  kembali ke dua digit tahun ini. Dia menjelaskan, uang pembayar pajak telah digunakan pemerintah untuk program pembangunan. Dengan pembayar pajak  saja, tenaga kerja terus bertambah, tetapi belum optimal. "Uang, jalan, dan pendidikan yang baik untuk perbaikan TNI/poli harus dipungut dari pajak, jadi kebutuhannya jelas," tambahnya. Oleh karena itu, reformasi perpajakan saat ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Keharmonisan Undang-Undang Perpajakan (HPP) diharapkan dapat menaikkan tarif pajak.  Salah satunya adalah program yang mengintegrasikan Nomor Pokok Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kebijakan ini  memudahkan pengawasan oleh Departemen Perbendaharaan Pajak (DJP)  dalam memantau wajib pajak. Saat ini,  ada 19 juta NIK yang tersedia sebagai NPWP. Jadi DJP ingin jumlah itu terus bertambah. "Saya berharap  terus berkembang," kata Direktur Pajak Suryo Utomo di hari yang sama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI