Pada masa pandemi corona, volume sampah plastik diperkirakan meningkat. Hal ini terjadi seiring makin populernya sistem pesan antar makanan berbasis internet. Karena takut tertular virus corona dan kesulitan bergerak, masyarakat kini lebih sering memesan makan lewat layanan itu, namun sayangnya makanan itu umumnya dikemas dalam produk yang tidak ramah lingkungan, seperti styrofoam.
Sampah plastik masih menjadi masalah serius yang harus segera diselesaikan, karena dampaknya terhadap kerusakan lingkungan. Menurut data LSM lingkungan Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation), sampah plastik menyumbang sekitar 80 persen polusi plastik di lautan.
Indonesia kali ini memiliki tantangan yang cukup besar untuk mengatasi dampak dari Covid-19. Tidak hanya dampak ekonomi saja yang jelas terlihat, namun dampak sosial dan lingkungan juga sudah mulai kita rasakan
Kontribusi Masyarakat
Lantas bagaimana kontribusi masyarakat dalam permasalahan penanganan sampah ini? Dengan lebih banyak tinggal di rumah inilah kesempatan untuk mengelola sampah di rumah masing-masing secara lebih baik. Mulailah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) yang selalu didengungkan.
Hal ini dapat dilakukan mulai dari mengurangi, memakai ulang dan mendaur ulang sampah yang dihasilkan. Kemudian sampah yang tetap harus dibuang mulailah untuk dipilah-pilah sesuai dengan jenisnya. Beberapa wilayah yang sudah mempunyai bank sampah dapat mengoptimalkan peranan mereka untuk lebih mendorong pemilahan sampah di rumah. Sehingga meminimalkan sampah dibuang ke TPA.
Jadikanlah masa pandemi ini kesempatan bagi masyarakat untuk berkontribusi terhadap lingkungan dengan tetap di rumah saja sambil mengelola sampahnya. Harapannya setelah wabah berakhir, ini akan menjadi kebiasaan baik yang akan terus berlanjut sampai kapan pun. (Artikel ini dimuat di kolom Opini KR, 28 April 2020)
Selain berisiko tinggi pada orang lanjut usia (lansia), COVID-19 ini juga rentan pada tenaga kebersihan, tenaga kesehatan, dan pekerja lain yang tidak dapat melakukan kerja dari rumah. Mereka disebut membutuhkan perlindungan khusus menghadapi pandemi corona.
Dikutip dari website AZWI rilis 16 April lalu menyatakan data yang dirilis berbagai daerah menunjukkan terjadinya pengurangan timbulan sampah harian dampak karantina ini.Â
Di Kota Bogor terjadi penurunan volume timbulan sampah sebesar 100 ton, di Kota Denpasar turun 300 ton per hari, dan di Jakarta dari volume sampah harian sebesar 7.500 hingga 8.000 ton/hari berkurang sebanyak 620 ton/hari.
Menurut Melly Amalia, pengurangan sampah dari sektor komersial seperti restoran, pusat perbelanjaan dan pariwisata sehingga memang mengalami penurunan. Namun di sisi yang lain, terdapat peningkatan sampah rumah tangga karena perubahan pola konsumsi masyarakat pasca penerapan kebijakan kerja dari rumah dan pembatasan sosial.
"Sebagian besar masyarakat membatasi diri dengan hanya melakukan aktivitas di rumah. Tetapi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi mereka belanja secara daring dengan tren kenaikan berdasarkan data riset antara 27-36 persen. Akhirnya timbulan sampah seperti kemasan plastik sekali pakai mengalami peningkatan" tambah Melly.
Hal ini tentu sangat beresiko. Tetapi disini saya ingin bilang bahwa ternyata meminimalisir sampah itu memang suatu hal yang sulit dilakukan jika tidak dengan antusias, semangat penuh dan juga niat.
Memang saat pandemi ini sampah rumah tangga sangat meningkat terlihat dari nyata maupun media berita.
Dengan meningkatnya aturan kebersihan, seperti wajib masker, kebiasaan mencuci tangan juga memakai sarung tangan sekali pakai di masa pandemi membuat kita semua kecanduan akan plastik. Kepedulian terhadap lingkungan menjadi hal di urutan sekian ketika pandemi datang.
Dikutip dari Hilda Ilhamil Arafah, Memenuhi kebiasaan aman lingkungan mungkin menjadi hal terakhir yang kamu pikirkan selama pandemi global, tetapi ada perubahan kecil yang dapat kita lakukan. Berikut upaya kecil untuk tetap menjaga lingkungan meski di tengah pandemi, seperti dalam laman Huffington Post.
1. Pilih sabun biasa daripada sabun cuci tangan dan hand sanitizer
Buang plastik sekali pakai jika memungkinkan, termasuk botol sabun dan botol pembersih tangan. Pada akhirnya, Nina Schrank, juru kampanye plastik untuk Greenpeace percaya bahwa lebih baik mencuci tangan secara teratur dengan sabun biasa daripada gel anti bakteri:
"Jika kamu dapat membeli sabun batangan dengan pembungkus minimal daripada multipak kemasan plastik, sarannya adalah untuk mencuci tangan dengan sabun. Dan tidak ada ketentuan bahwa harus cairan pencuci tangan dari botol plastik atau gel pompa," kata dia.
2. Gunakan masker yang dapat digunakan kembali daripada yang sekali pakai
Masker wajah dan penutup wajah yang dapat digunakan kembali jauh lebih baik bagi lingkungan daripada masker wajah sekali pakai. Masker dari kain dapat dicuci dengan mesin, tetapi untuk opsi sekali pakai, setiap kali kamu membuangnya, kamu akan menghasilkan lebih banyak sampah
"Selain biaya lingkungan karena membuang masker wajah, orang harus mempertimbangkan untuk membuangnya dengan aman," jelas Jason Alexander, pendiri perusahaan sosial Rubbish Walks.
3. Jangan memakai sarung tangan sekali pakai dan batasi penggunaan tisu
Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa, tidak cukup bukti untuk merekomendasikan penggunaan sarung tangan secara teratur sebagai tindakan pencegahan dalam konteks Covid-19.
"Apa gunanya sarung tangan? Saat kamu berjalan-jalan di supermarket, kamu dapat dengan mudah menyentuh hidung, mulut dan mata dengan tangan yang bersarung tangan," kata Profesor Sally Bloomfield, profesor kehormatan di London School of Hygiene and Tropical Medicine.Â
Sarung tangan menghasilkan limbah lingkungan ekstra dan mencuci tangan secara teratur adalah cara yang tepat. Ini juga berlaku untuk tisu basah, "Tisu basah tidak dapat di daur ulang," kata juru bicara Lembaga Konservasi Laut.
4. Hindari cangkir kopi sekali pakai dengan segala cara
Meski ada pernyataan yang dikoordinasikan oleh Greenpeace dan ditandatangani oleh ahli virologi, ahli epidemiologi, ahli biologi, akademisi, ahli kimia dan dokter yang menyarankan cangkir, botol dan toples yang dapat digunakan dengan aman tanpa menyebarkan virus, sebagiam besar rantai besar mempertahankan kebijakan baru mereka.
Buat kopimu di rumah, kunjungi jaringan toko yang menerima mug yang dapat digunakan kembali atau mungkin pertimbangkan untuk melewatkan kopi itu hari ini.
5. Pertimbangkan kembali caramu berbelanja dan memesan makanan
Bagi banyak orang membeli bahan makanan secara online dan mengirimkannya telah menyelamatkan hidup, tetapi untuk beberapa seperti supermarket, restoran dan takeawa, hal ini mungkin telah memicu kebiasaaan buruk seperti mengantarkan dalam kantong plastik
Selain pilihan belanja yang lebih cerdas, mengapa tidak mendukung  pamasok dan produsen lokal juga? Berbelanja secara musiman dan cegah kelebihan sisa makanan dengan kotak sayur atau beli langsung dari petani pedagang grosir dan tukang daging.
Tulisan ini dibuat oleh Peserta Remaja Belajar Menulis Konten Musim 3 Bastra ID
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H