Mohon tunggu...
Regina Tyestapiana Timmerman
Regina Tyestapiana Timmerman Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Demure and Mindful.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Reuni di Pinggir Kota

19 Oktober 2024   01:01 Diperbarui: 19 Oktober 2024   02:17 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Hari ini tepat lima tahun kami semua berpisah. Saling meninggalkan satu sama lain. Bubar juga tidak, hanya jeda sejenak. Kami harus kembali ke kota masing-masing. Masa kuliah sudah selesai saat itu. Bertemu di sebuah organisasi, berakhir saling menyayangi.

Lima tahun berlalu, hari ini kami bertemu kembali. "Reuni," orang menyebutnya. Bagai takdir yang telah disiapkan, melihat wajah-wajah sumringah ini membuatku rindu.

Gebrakan meja, guyonan, tawa melengking, hingga gosip terbaru bercampur satu di meja ini. Rasanya seperti kembali ke masa kuliah, di saat rapat rutin yang seharusnya berjalan justru berganti dengan guyonan.

Kulihat jamku. Waktu janjian untuk berkumpul belum tiba. Tumben sekali anak-anak ini tidak ngaret, pikirku.

Aku tersadar dari lamunanku karena gemuruh suara di sekitarku. Ternyata ada yang datang. Kupandangi seorang pria yang berjalan mendekat ke arah kami.

Ah, dia. Seseorang dengan sejuta kejutan. Seseorang yang dulu kukagumi karena hangatnya. Ia menyalami kami satu per satu. Saat tangan kami berjabat, kilasan kenangan masa itu berputar di kepalaku.

Terakhir kali aku melihatnya, kuberanikan diri untuk memeluknya. Di parkiran motor fakultas sebuah universitas, saat itu kututup pertemuan kami dengan pelukan erat. Aku tahu kami akan berpisah dan entah kapan akan bertemu lagi.

Dia memperkenalkan seseorang yang datang bersamanya. "Ini tunanganku," katanya.

Ucapan selamat yang heboh mengudara untuknya. Kemudian ia menatapku dan aku tersenyum. "Selamat!" ucapku tanpa suara. Ia tersenyum hangat.

Kafe di ujung kota ini kembali meriah. Kami kembali sibuk bercerita. Ia mengajakku bicara. Kalimat klise yang selalu dilemparkan kepada orang yang jarang bertemu.

"Apa kabar?" tanyanya.
"Baik, baik sekali," jawabku.

Sambil mengangguk-angguk menanggapi jawabanku, ia kembali bertanya, "Gimana? Kok nggak ada kabar beberapa tahun terakhir?"
Aku tersenyum tipis. "Iya, jarang update. Lagi fokus sama keluarga."

"Oh, iya. Gimana kabar Ayah Ibu?" tanyanya.
"Puji Tuhan, baik, sehat," balasku.
"Fokus banget ya sama Ayah Ibu sampai nggak update?" tanyanya lagi.

Aku tertawa kecil. "Nggak. Bukan hanya ke Ayah Ibu, tapi juga ke ini," tunjukku ke cincin yang melingkar di jari manisku.

"Hah? Udah?" kagetnya.
"Iya, udah, Ca," balasku dengan senyum.
"Ternyata memang nggak takdir ya, Ta," ucapnya yang membuatku bingung.
"Gimana, Ca?" tanyaku memastikan. Aku tak ingin menduga-duga apa arti kalimat itu. Aku tak ingin serius menanggapi ucapannya.
"Enggak. Nggak apa-apa," katanya.

Kemudian ia pamit menyusul sahabat-sahabat kami yang sedang berfoto di luar. Perasaanku menghangat. Setidaknya aku bertemu lagi dengannya dan manusia-manusia ini. Manusia-manusia yang sangat kurindukan.

Di Semarang, kota yang mempertemukan kami satu sama lain, kota yang memisahkan kami, dan kota yang sama yang menyatukan kami lagi walaupun untuk beberapa saat.

Tak ingin berlarut-larut memikirkan 'takdir' yang diucapkan Panca, aku beranjak dan bergabung dengan mereka. Rasanya sama dengan lima tahun lalu. Di saat kami akan saling merangkul secara spontan jika akan difoto.

Tak lama Panca berdiri di sampingku. Kulihat ia tersenyum. Oh, begini rasanya hidup di dalam takdir masing-masing. "Jangan berlarut-larut ya, Ca," ucapku dalam hati. Aku tau kami tidak bisa bersama, tapi Panca harus tetap melanjutkan hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun