Mohon tunggu...
Regina Putri Rahmawati
Regina Putri Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Aktif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konflik Sampit Sebagai Tantangan Multikulturalisme di Indonesia

5 Januari 2023   08:14 Diperbarui: 5 Januari 2023   08:19 5849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  Sumber Gambar:  swhynet.data.blog 

            Indonesia memiliki keanekaragaman budaya di dalamnya, hal ini ternyata sudah ada bahkan jauh sebelum berdiri dan merdeka nya bangsa ini. Realitas keberagaman budaya yang dimiliki ini biasa dikenal dengan sebutan masyarakat multikultural. Istilah multikultural ini mengarah kepada tanggapan normatif atas fakta tersebut. Multikulturalisme menuntut terhadap lahirnya suatu validasi atau pengakuan terhadap otoritas kebudayaan dari suatu kelompok tertentu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana yang disampaikan oleh (Prasisko, 2019) dalam jurnalnya bahwa Indonesia sebagai bangsa dengan masyarakat yang multikultural ini terus berupaya mempertahankan eksistensi dari budaya-budaya di dalamnya baik sebelum maupun setelah negara Republik Indonesia ini berdiri.

          Multikulturalisme dapat diartikan pula sebagai pemahaman dan cara pandang yang menekankan interaksi dengan memperhatikan keberadaan seluruh kebudayaan sebagai suatu entitas yang mempunyai kesetaraan hak-hak. Konsep multikulturalisme ini pada akhirnya melahirkan suatu gagasan normatif tentang kerukunan, toleransi, saling menghargai perbedaan dan hak masing-masing kebudayaan penyusun suatu bangsa. Membangun masyarakat multikulturalisme Indonesia dapat diartikan sebagai membangun suatu ideologi yang menempatkan kesetaraan dalam suatu perbedaan pada posisi sentral. Melirik pada realitas, Indonesia ini adalah salah satu negara multikultur terbesar yang ada di dunia. Ini dapat dibuktikan dengan keadaan sosiokultural dan geografis negara Indonesia yang sangat kompleks, beragam dan juga luas.

          Kondisi multikulturalisme Indonesia ini akan sangat berpengaruh berdasar bagaimana masyarakat Indonesia menilai dan menggiringnya. Kondisi ini dapat digiring pada arah yang menjadikannya suatu kekayaan dan kekuatan bangsa, tetapi dapat juga digiring kepada arah yang malah dapat memecah belah dan memancing konflik di masyarakat. Banyak ahli yang meneliti kondisi ini, hingga pada akhirnya lahirlah bermacam pandangan yang beragam dalam menyikapi identitas Indonesia dan keadaannya yang multikultural. Sebagai bangsa Indonesia, kita harus berkomitmen kuat untuk terus menjaga dan merawat keberagaman ini, dan tidak mentolelir apapun yang dapat merusak, mengganggu, bahkan mengahancurkan tatanan masyarakat majemuk.

          Pernyataan yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang beragam memang sangatlah tepat, banyak sekali hal positif yang dapat kita banggakan karena memiliki masyarakat yang multikultural. Namun disamping makna positif itu adapula potensi negatif atau permasalahan-permasalahan yang dapat terjadi karena multikultural ini. Salah satu masalah multikultural yang pernah terjadi di Indonesia yaitu Tragedi Sampit. Tragedi Sampit adalah kerusuhan yang melibatkan dua suku besar di Indonesia yaitu suku Dayak dan suku Madura. Berlokasi di Sampit tepatnya pada 18 Februari 2001, konflik yang terjadi antara suku Dayak sebagai warga lokal dan suku Madura sebagai warga migran akhirnya pecah saat itu juga. Sebenarnya ada beberapa versi mengenai kronologi terjadinya konflik ini, salah satunya konflik ini terjadi setelah seorang warga Madura bernama Matayo diserang oleh sejumlah warga Dayak. Yang dimana penyerangan ini merupakan ajang balas dendam yang dilakukan suku Dayak terhadap tindakan yang dilakukan oleh warga Madura sebelumnya. Serangan yang diduga sebagai aksi balas dendam itupun mendapat perlawanan balik dari warga Madura. Pagi harinya pada tanggal 19 Februari, sejumlah warga Madura mendatangi rumah seorang dari suku Dayak bernama Timil, yang diduga menyembunyikan salah satu pelaku dari penyerangan sebelumnya. Pada saat itu Timil, sudah berhasil diamankan oleh pihak kepolisian. Namun warga Madura yang merasa tidak puas, langsung membakar rumahnya.

          Pasca konflik, pihak Madura berhasil menguasai Kota Sampit sepenuhnya. Namun keadaan berubah pada tanggal 20 Februari 2001, ketika sejumlah besar orang Dayak dari luar kota juga datang ke kota Sampit untuk membantu melakukan penyerangan. Karena kejadian ini tidak dapat dihindari alhasil terjadilah saling serang, sehingga nyawa dan harta benda orang-orang yang tidak tahu apa-apa juga menjadi korban. Orang Dayak memenggal sedikitnya 100 orang Madura selama konflik itu terjadi. Jika kita melihat mengapa orang Dayak begitu kejam sehingga harus memenggal orang Madura, jika dikaitkan dengan budaya Dayak dimana mereka memiliki ritual Ngayau yang bisa diartikan berburu kepala manusia dan yang biasanya diburu adalah kepala musuh yang dapat mengancam keamanan masyarakat Dayak.

          Dari tragedi yang menimpa masyarakat sampit atau kasus sampit bisa disimpulkan bahwa suatu masyarakat yang banyak suku bangsa rentan terhadap suatu permasalahan karena memiliki latar belakang yang berbeda karena keanekaragaman yang dapat dilihat dari berbagai aspek. Dimana konflik itu akan terus bertampah parah dan akan berdampak pada segala aktivitas di kehidupan sehari-hari terlebih lagi yang paling utama dapat menghambat jalannya pembangunan. Penyelesaian suatu masalah atau konflik seharusnya tidak dengan cara kekerasan, biasanya suku madura yang menyelesaikan konflik dengan nama "rembugen" dan lebih banyak melibatkan orang dikeluarganya. Perbedaan masing-masing suku ini dalam menyelesaikan konflik kadang-kadang tidak membuat masalah menjadi selesai, justru malah semakin memperbesar masalah karena cara penyelesaian masalah yang digunakan belum tentu dapat diterima oleh satu sama lain. Maka dari itu, diperlukan penyelesaian konflik yang dapat diterima oleh kedua belah pihak untuk meminimalisir konflik yang terus-menerus melebar dan juga berpengaruh lebih jauh dalam aspek kehidupan.

          Akibat kasus ini, selain menyebabkan banyak orang meninggal dunia juga menyebabkan kerugian secara metriil khususnya dibidang ekonomi. Konflik ini memiliki dampak pada lumpuhnya kegiatan ekonomi, contohnya pertokoan yang terpaksa harus tutup selama keributan terjadi sehingga menimbulkan kekurangan bahan pokok atau kebutuhan sehari-hari. Jika kita lihat seksama, solusi konflik sampit ini adalah berkat Tindakan dari pemerintah dengan cara mengevakuasi warga yang terlibat dan menjadi korban, terus meningkatkan keamanan, rehabilitasi mental, dan menangkap beberapa provokator. Kasus sampit ini menunjukkan bahwa ada suatu kepercayaan yang berlebihan megenai keyakinan masyarakat terhadap  golongan, dan agama yang akan menimbulkan konflik didalam aspek kehidupan manusia. Konflik sampit menjadi bukti nyata yang menunjukkan terdapat konflik sosial diberbagai bidang sehingga diperlukan adanya upaya yang tepat agar masalah ini dapat segera terselesaikan.

          Ada suatu upaya yang dapat meningkatkan kesadaran terkait masyarakat multikultural, kita bisa mengembangkan sikap saling pengertian dengan memasukkan program Pendidikan multikultural didalam proses pendidikan. Dengan Pendidikan multikultural diharapkan akan tumbuh rasa cinta akan tanah air dengan segala isinya termasuk perbedaan suku bangsa untuk menghadapi benturan konflik sosial sehingga persatuan bangsa tidak terpecah belah. Oleh karena itu, Pendidikan multikultural dianggap sebagai upaya baru serta bisa menjadi opsi yang bisa diterapkan agar masyarakat memiliki kepekaan dalam menghadapi masalah-masalah yang berawal dari suatu perbedaan. Dengan Pendidikan multicultural akan tercipta suatu kesadaran bahwa masyarakat harus menghargai dan dan saling menghormati berbagai perbedaan untuk menciptakan lingkungan adil dan setara agar dapat mewujudkan masyarakat yang demokratis.

Disusun oleh

Fania Hafidza Dwitarachmi 2104011

Denissa Nuraziza Utami 210

Regina Putri Rahmawati 2104399

DAFTAR RUJUKAN 

Tabah, S., Si, H. M., Fakultas, D., Tarbiyah, I., Uin, K., & Medan, S. U. (2019). Upaya Meningkatkan Kesadaran Multikultural.

Widyawati, A. (2015). Akar Konflik Dalam Masyarakat Multikultural Di Karimunjawa. Yustisia Jurnal Hukum, 93(3), 602--616. https://doi.org/10.20961/yustisia.v93i0.3688

Patji, Abdul Rachman. (2003). TRAGEDI SAMPIT 2001 DAN IMBASNYA KE PALANGKA RAYA (Dari Konflik ke (Re)konstruksi). Jurnal Masyarakat dan Budaya, 5(2). https://doi.org/10.14203/jmb.v5i2.249

Zulfa, Atifa. (2022). Tragedi Kerusuhan Sampit (Suku dayak vs Madura). Academia.edu - Share research. https://www.academia.edu/28152424/Tragedi_Kerusuhan_Sampit_Suku_Dayak_vs_Madura_

Amirsyah. 2012. Meluruskan Salah Paham Terhadap Deradikalisasi. Jakarta: Grafindo Khasanah Ilmu.

Lestari, G. 2015. Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia Di Tengah Kehidupan Sara [online] tersedia di http://journal.um.ac.id/index.php/jppk/article/view/5437 diakses pada 02 Januari 2023

Prasisko, Yongky G. 2019 Demokrasi Indonesia Dalam Masyarakat Multikultural [online] tersedia di https://waskita.ub.ac.id/index.php/waskita/article/view/64/54 diakses pada 02 Januari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun