Mohon tunggu...
Regina Phasya Millenia
Regina Phasya Millenia Mohon Tunggu... Lainnya - escaping through writing✨️

writing is a way of talking without being interrupted.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Memperingati Hari Ulang Tahun ke-33, LPDS Menggelar Webinar Bertema "Media dan Disabilitas"

27 Juli 2021   22:36 Diperbarui: 29 Juli 2021   07:53 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Jumat, (23/07/21) Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) sebagai Pusat Pelatihan dan Pengembangan Jurnalisme Profesional kembali merayakan hari ulang tahunnya dengan menggelar Webinar bertemakan Media dan Disabilitas. 

Pada usia yang genap 33 tahun LPDS terus menginspirasi dan mendidik masyarakat, khususnya lembaga Pers Indonesia untuk menjadi lebih dan semakin baik lagi dengan misi edukasi, edukasi dan edukasi tiada henti.

Mengangkat tema "Media dan Disabilitas", Webinar ini juga bertepatan dengan dikeluarkannya produk pedoman peliputan terbaru (ramah disabilitas) oleh Dewan Pers dan tentunya terdapat makna tersirat yang hendak disampaikan dibalik semua hal tersebut.

Melalui acara Webinar yang diselenggarakan dengan turut dihadirkannya Menteri Sosial, Tri Rismaharini sebagai pembicara kunci melalui Dirjen Rehabilitasi Nasional, Harry Hikmat, diharapkan hal ini dapat menjadi salah satu implementasi dalam upaya menghilangkan stigma negatif dan diskriminasi bagi penyandang disabilitas serta sesuai dengan amanat UU No. 8 Tahun 2016 tentang kegiatan disabilitas. 

Risma menyatakan bahwa penyandang disabilitas memiliki sejumlah hak yang harus dipenuhi, termasuk hak atas informasi dan berkomunikasi melalui media

Risma menambahkan bahwa penggambaran penyandang disabilitas di media massa kerap menimbulkan berbagai hal tak diharapkan, seperti stereotype dan representasi negatif yang dapat berujung pada kemunculan stigma dan diskriminasi.

Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Ir. H Mohammad NUH, D.E.A turut membawa topik "Tanggung Jawab Pers dalam Pemberitaan Disabilitas" dan mengatakan bahwa Pers berperan untuk mengedukasi masyarakat terkait potensi disabilitas. 

Pers harus dapat memanfaatkan keuntungan dan kekuatan yang dimilikinya terutama pada aspek edukasi guna membangkitkan empati publik dan pabrik korosif. "Tugas kita ialah mencari, mengekspor dan memfasilitasi kekuatan-kekuatan tersembunyi yang dimiliki oleh para disabilitas untuk dikembangkan agar tereksplor dengan baik kemudian dapat memberikan kontribusi yang luar biasa", imbuhnya.

Selain itu sejumlah narasumber terkemuka dari kelompok disabilitas, seperti Ketua National Paralympic Committee of Indonesia, Senny Marbun (disabilitas fisik) yang digantikan oleh Sapta Kunta, Ketua IV Bidang Penelitian dan Pengembangan National Paralympics Committee of Indonesia, pendiri berdayabareng.com, Nicky Clara (disabilitas fisik), lalu Cheta Nilawaty (disabilitas netra), wartawan Tempo, juga Wili Yatno, selaku SME Channel Specialist Galeri Indonesia Blibli turut memeriahkan acara tersebut dengan beragam topik yang mereka bahas.

Nicky membagikan pengalamannya dalam membangun disabilitas. Ia beranggapan bahwa ini merupakan momen bagi seluruh stakeholders terutama media yang menjadi tonggak informasi untuk mampu menyebarkan dan meningkatkan awareness bagi kesetaraan hak-hak penyandang disabilitas, terutama dibidang pekerjaan.

Kemudian Cheta Nilawaty dengan penyampaian materi "Perspektif Media Vs Perspektif Disabilitas" yang menurut saya perlu digarisbawahi sebab sangat menarik perhatian. Menurutnya ada empat (4) kesalahan utama media dalam memberitakan tentang disabilitas, yaitu:

  1. Pornoinspirasi, yakni penyandang disabilitas yang diposisikan sebagai pihak inferior. Dimanapun penyandang disabilitas berada, tindakan mereka banyak direpresentasikan sebagai sebuah positivity yang kemudian memberikan sebuah inspirasi untuk kehidupan masyarakat pada umumnya. Inspirasi ini disebut "porno" sebab memberikan suatu inspirasi dari suatu hal yang sebenarnya salah, tidak diinginkan, masih tidak adil sejak dalam pikiran dan sebagainya.
  2. Penggunaan terminologi penyandang disabilitas yang salah. Penggunaan terminologi ini pada suatu konten media menduduki peran yang sangat penting sebab memberikan konsekuensi hukum bagi para penyandang disabilitas dikemudian hari. Apabila menemui keraguan atau kebimbangan, maka dapat menggunnakan UU No. 8 Tahun 2016 sebagai pedoman dengan merujuk pada empat (4) jenis ragam disabilitas (disabilitas fisik, mental, intelektual dan sensorik) atau menggunakan cara American Disability Act dengan langsung menyebutkan jenis disabilitas terlebih dahulu.
  3. Isu disabilitas dianggap tidak seksi atau tidak penting sedari awal. Memang tidak dapat disangkal apabila kantung-kantung konflik jauh lebih besar dibandingkan dengan isu penyandang disabilitas yang lebih mengundang lebih banyak pageviewers dan clickers secara otomatis, tetapi perlu diingat bahwa isu disabilitas merupakan virus baik yang apabila ditularkan dan disebarkan, maka akan selalu membawa kebaikan.
  4. Hiperheroisme, yakni pengilustrasian penyandang disabilitas yang digambarkan seolah-olah lebih hebat dari pada pahlawan. Artinya, mereka diproyeksikan lebih hebat disbanding manusia pada umumnya karena ceritanya yang sangat dikagumi.

"Media harus mempromosikan dan menumbuhkan kesadaran & empati publik tentang penting dan mulianya memberikan perlindungan serta memenuhi hak-hak masyarakat berkebutuhan khusus" - Mohammad NUH

"Bekerja keras bersama-sama, berdampingan dan bersinergi sebagai upaya kita untuk memberikan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak disabilitas serta memberi inspirasi & motivasi, juga semangat kepada para penyandang disabilitas untuk bekerja, berkarya dan berkontribusi dalam kemajuan bangsa dan negara" - Harry Hikmat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun