Masa remaja adalah waktu untuk bebas melakukan banyak hal dengan ide-ide cemerlang yang bermunculan serta bebas untuk mengekspresikan diri diberbagai bidang yang dirasa sesuai dengan minat dan bakatnya. Hal tersebut menjadikan masa remaja sebagai masa yang produktif. Salah satu minat dan bakat pada remaja dalam mengembangkan ide-idenya adalah melalui menulis karya sastra.
Karya sastra yang ditekuni remaja-remaja Indonesia diantaranya adalah cerita pendek, puisi, novel, dan lain-lain. Banyak dari kalangan remaja di Indonesia yang memilih menempatkan dirinya sebagai penulis muda untuk karya sastra tersebut, hal yang sama juga terjadi di kalangan remaja Provinsi Bengkulu pada tahun 2019 ini.
Festival Sastra Bengkulu melibatkan remaja yang telah mengirimkan karya berupa puisi, novel, esai, dan cerpen yang kemudian lolos dalam seleksi sebagai peserta dalam Festival Sastra Bengkulu. Para remaja yang terpilih untuk mengikuti Festival Sastra Bengkulu merupakan bukti nyata adanya bakat pada diri remaja dalam menulis karya sastra.
Adanya bakat yang mengalir dalam diri para remaja akan membuat remaja menuangkan apa yang dialami, dilihat dan didengarnya dalam bentuk tulisan. Remaja-remaja tersebut menjadikan menulis sebagai keleluasaan berbicara dalam untaian kata serta dengan tata bahasa yang indah.
Festival Sastra Bengkulu memiliki peserta yang tidak hanya berasal dari Bengkulu, melainkan juga dari seluruh Indonesia dan juga luar negeri. Dalam hal ini Festival Sastra Bengkulu menunjukkan bahwa kemampuan berkarya sastra tidak hanya mengandalkan bakat tetapi juga berdasar kepada kemauan untuk menciptakan suatu karya sastra yang berpotensi untuk mengukir prestasi baik di daerah sendiri maupun daerah orang lain. Akan sangat disayangkan ketika seseorang memiliki bakat namun tidak diiringi dengan minat untuk mengekspresikan bakatnya tersebut.
Festival Sastra Bengkulu merupakan ajang dimana akan ada banyak orang-orang dari berbagai kalangan yang memiliki bakat dan minat yang sama dalam bidang sastra. Menulis karya sastra yang didalamnya terdapat kebebasan dalam memposisikan diri  sesuai keinginan secara perlahan-lahan akan memberikan rasa lega meskipun karya tersebut hanya dibaca oleh penulis itu sendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa menulis dapat memberi energi tersendiri untuk jiwa terutama jiwa-jiwa anak muda.
Festival Sastra Bengkulu ini mengedepankan tema yakni "Sastra, Anak Muda, dan Tradisi". Diangkatnya tema yang demikian dapat melahirkan ide-ide cemerlang dari anak muda terkhusus remaja yang menjadi peserta festival. Ada ruang bebas tak terbatas dari tema yang diangkat oleh panitia untuk dikembangkan lebih lanjut. Panitia mengangkat tema tersebut guna menyadarkan para remaja bahwa jiwa muda itu besar pengaruhnya terhadap sastra yang ada. Menjadikan minat dan bakat menulis karya sastra sebagai tradisi dikalangan pemuda yang kedepannya menjadi penerus bangsa. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan remaja menjadikan karya sastra sebagai potensi guna menggapai prestasi.
Meski tidak banyak yang mengetahui, di Provinsi Bengkulu ini banyak sekali remaja-remaja yang merupakan penulis sastra seperti penyair puisi, cerpenis, esais bahkan novelis. Banyak dari kalangan remaja di Bengkulu yang sebelumnya belum pernah menulis karya sastra untuk kemudian memberanikan diri  mencoba menjadi salah satu yang akan lolos seleksi menjadi peserta festival tersebut.
Adanya sikap nekat dari penulis pemula itulah yang justru mampu menaklukan orang yang sebenarnya memiliki bakat namun tidak ingin mengembangkannya. Pada dasarnya, semua remaja pasti di dalam pikirannya terbesit ide-ide yang apabila diarahkan ke hal yang sesuai akan menjadi prestasi tersendiri dalam diri remaja tersebut.
Adanya Festival Sastra Bengkulu ini memiliki pengaruh terhadap meningkatnya kemampuan berkarya sastra dikalangan anak muda yang selalu mempunyai pemikiran-pemikiran kreatif dan luar biasa. Hasil dari adanya festival ini adalah terbitnya buku yang berjudul Perjumpaan dimana penulisnya adalah gabungan dari penulis Indonesia dan luar negeri serta dari kalangan penulis muda Bengkulu. Buku ini terbit dengan Mustafa Ismail, Pilo Poly, dan Willy Ana sebagai tim penyusun serta kurator Iyut Fitra, Kurnia Effendi, dan Iwan Kurniawan. Dengan adanya festival ini para remaja  memiliki tempat untuk menyalurkan minat dan bakat sastra salah satunya dengan diadakannya Festival Sastra Bengkulu. Hal ini akan menjadikan Bengkulu sebagai Provinsi dengan budaya menulis karya sastra dimasa mendatang.
Untuk itu Pemerintah Provinsi Bengkulu sebaiknya mendukung adanya festival tersebutndan dapat membantu dalam meningkatkan kualitas agendanya dari tahun ke tahun menuju yang lebih baik. Sudah sepatutnya menulis menjadi tradisi dikalangan anak muda demi terciptanya penerus bangsa yang tidak hanya bisa mengkritik karya orang lain namun juga mampu menciptakan karya untuk kemudian menerima kritik dari pembaca. Minat dan bakat dalam diri remaja untuk berkarya melalui sastra harus terus digali.