Â
Hari silih berganti, sang mentari tak pernah lelah untuk kembali menyinari dunia yang dipenuhi dengan ketidakadilan. Kehidupan masa laluku memang sudah cukup lama berlalu, meski begitu peristiwa-peristiwa yang aku dan teman-temanku alami pada saat itu, masih terus menghantuiku sampai detik ini. Peristiwa-peristiwa yang terjadi saat itu, sekarang sudah menjelma menjadi sebuah sejarah yang akan selalu diberitakan dan sebagai rakyat Indonesia sudah seharusnya bagi kami untuk menceritakan pengalaman yang bersejarah bagi bangsa Indonesia.
Peristiwa itu dimulai sejak tanggal 8 Desember 1941, hari dimana terjadinya Perang Pasifik. Dengan kekuatan angkatan perang yang Jepang miliki, mereka berhasil menjatuhkan Hindia Belanda yang merupakan benteng kebanggaan Inggris di Asia Tenggara. Dengan kemenangannya di Perang Pasifik, bangsa Jepang mulai melakukan serangan-serangan terhadap Indonesia. Dari menduduki Tarakan sampai Palembang pada bulan Februari. Tidak berhenti sampai disitu saja, para pasukan Jepang melakukan serangan ke Jawa yang membuat Pasukan Belanda di Jawa menyerah kepada Panglima Bala Tentara Jepang Imamura di Kalijati.
Sejak bangsa Jepang menginjakkan kaki mereka di tanah air kami, kehidupan kami pada saat itu sudah tidak sama lagi. Serangan yang diluncurkan Jepang untuk menguasai Indonesia, membuat kami sengsara. Karena keserakahan mereka, serangan tersebut memakan banyak sekali korban jiwa termasuk teman-temanku. Dan untuk kesekian kalinya, aku kembali teringat adik-ku. Sampai sekarang-pun aku masih mengingat dengan jelas hari itu- hari dimana ia terakhir kali menghembuskan nafas terakhirnya.
Pada tanggal 5 Maret 1942, terjadilah serangan oleh bangsa Jepang yang ditujukan oleh bangsa Belanda di Batavia. Terdengarnya suara keras yang disebabkan oleh tembakan-tembakan yang diluncurkan oleh Jepang membuat daerah kami menjadi rusuh. Orang-orang berlarian pergi menjauhi tempat perperangan tersebut hanya untuk menyelamatkan keluarga mereka. Aku dan keluargaku ikut pergi menjauhi tempat terjadinya baku tembakan tersebut.
Ketika kami sedang berlari, aku mendapati suara teriakan seseorang diikuti dengan suara orang jatuh yang begitu keras. "ARGHH," teriak Sam.
Aku pun menyempatkan diri untuk sekedar menengok ke arah datangnya suara tersebut dan ketika aku memutar kepalaku, dunia-ku seakan runtuh. Aku tidak percaya dengan apa yang ku lihat saat itu. Katakanlah untuk sesaat aku hanya berdiri memandang orang yang kusayangi terbaring dengan darah merah mewarnai baju putihnya. Setelah beberapa saat, reflek aku berlari ke arahnya dan lansung membantunya.
"Sam, bertahanlah," ujarku panik. Aku merobek sedikit rok panjang-ku kemudian melilitkan sobekan tersebut ke tubuh Sam yang terkena peluru.
"Kak Sha, cepatlah pergi dari sini! Disini tidak aman untuk-mu," ucapnya menyuruhku pergi. Tetapi aku tetap bersikeras untuk membantunya berdiri dan berjalan ke arah gang kecil yang terlihat aman.
"Bertahanlah sebentar lagi, Sam," ujarku seraya mendudukan-nya. Setelah itu aku berniat berdiri untuk mencari beberapa peralatan yang dapat mengobati adikku. Tetapi belum sempat aku melangkahkan kaki-ku, ada tangan yang menarik-ku sehingga aku tidak bisa berjalan lebih jauh lagi.
"Kak Sha! Percayalah padaku, kau benar-benar harus pergi sekarang juga. Sudah tidak ada waktu lagi bagimu untuk mencarikan-ku obat," ucapnya diiringi dengan beberapa rintihan kesakitan.