Mohon tunggu...
Regina Michael
Regina Michael Mohon Tunggu... -

Tut Wuri Handayani

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

What Doesn't Kill Us Makes Us Stronger

7 Maret 2012   14:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:23 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahtera besar DJP kembali dihantam gelombang besar, para awaknya kembali harus menyingsingkan lengan baju dan mengencangkan ikat pinggang untuk mempertahankan dan menjaga bahtera ini tetap berlayar dan berlabuh di tujuan yang telah ditetapkan dan diamanatkan oleh rakyat Indonesia, melalui Undang-Undang APBN yang telah disahkan oleh para wakil rakyat yang terhormat di DPR RI.

APBN = Uang Rakyat versus Rekening Gendut

ØAPBN apakah itu?

APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sesuai bunyi pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012.

Selanjutnya dalam Penjelasan umum UU APBN 2012 dijelaskan bahwa APBN tahun 2012 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012 serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2012.RKP tahun 2012 disusun berdasarkan tema “Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif, dan Berkeadilan bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”.

RKP ini diterjemahkan dalam 11 prioritas nasional dan 3 prioritas nasional lainnya. Sebelas prioritas pembangunan nasional tersebut adalah :

1)Reformasi birokrasi dan tata kelola;

2)Pendidikan;

3)Kesehatan;

4)Penanggulangan kemiskinan;

5)Ketahanan pangan;

6)Infrastruktur;

7)Iklim investasi dan iklim usaha;

8)Energi;

9)Lingkungan hidup dan pengelolaan bencana;

10)Daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik; serta

11)Kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi.

Sedangkan tiga prioritas nasional lainnya adalah :

1)Bidang politik, hukum, dan keamanan;

2)Bidang perekonomian; dan

3)Bidang kesejahteraan rakyat.

Pencapaian prioritas sasaran pembangunan nasional dan prioritas nasional lainnya tersebut akan diterjemahkan melalui program-program kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan Pemerintah di Tahun 2012.

APBN menunjukkan kinerja Pemerintah dalam melaksanakan amanat rakyat dan sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kinerja Pemerintah tahun 2005-2012 tercermin dalam LKPP dan APBN adalah sebagai berikut :

URAIAN

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

LKPP

APBN-P

APBN

Penerimaan Perpajakan

PPh

208.833,1

238.431,0

327.497,7

317.615,0

354.140,8

431.977,0

519.964,6

PPN

123.035,9

154.526,8

209.647,4

193.067,5

230.604,8

298.441,4

352.949,8

PBB & BPHTB

24.043,0

29.676,9

30.927,4

30.734,7

36.606,9

29.057,8

35.646,9

Pajak Lainnya

2.287,4

2.737,8

3.034,4

3.116,0

3.968,8

4.193,8

5.631,9

Bea & Cukai

51.003,6

65.616,3

87.593,9

75.389,0

95.080,4

115.015,2

118.376,7

Jumlah

409.203,0

490.988,8

658.700,8

619.922,2

720.401,7

878.685,2

1.032.569,9

Penerimaan Negara Bukan Pajak

228.784,3

216.817,6

322.908,7

228.840,9

271.964,5

291.229,3

278.816,5

Total

637.987,3

707.806,4

981.609,5

848.763,1

992.366,2

1.169.914,5

1.311.386,4

Penerimaan Pajak Diluar Bea & Cukai

358.199,4

425.372,5

571.106,9

544.533,2

625.321,3

763.670,0

914.193,2

% dari total Penerimaan Perpajakan

87,54%

86,64%

86,70%

87,84%

86,80%

86,91%

88,54%

% dari total Penerimaan

56,15%

60,10%

58,18%

64,16%

63,01%

65,28%

69,71%

Sumber : Kementerian Keuangan (http://depkeu.go.id).

Tercermin dalam Tabel tersebut di atas adanya peningkatan porsi Penerimaan Negara dari sektor perpajakan, bahkan dalam APBN 2012 hampir mencapai 70% dari total Anggaran Penerimaan. Hal ini juga merupakan salah satu perwujudan misi DJP yaitu “Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan Kemandirian Pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien”.

Kemandirian APBN (self-financing budget untuk secara bertahap melepaskan ketergantungan perekonomian kita pada hutang luar negeri) diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia, melalui kegiatan-kegiatan program pembangunan nasional. Program Pembangunan Nasional Pemerintah tercermin dalam sisi kredit APBN, di bidang-bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan peningkatan pemberian subsidi untuk rakyat. Subsidi yang akan dikucurkan oleh Pemerintah di tahun 2012 ini adalah sebesar Rp 237,2 triliun (merupakan 18% dari total penerimaan negara), yang tentu saja kita semua harapkan dapat diterima oleh rakyat yang berhak.

Beban besar yang ditanggungkan kepada pundak kita semua, rasanya sedikit terobati dengan mengetahui betapa pentingnya dan mulianya tujuan dari pemakaian setoran pajak yang telah disumbangkan oleh para Wajib Pajak, dan tentu saja menambah semangat dan keikhlasan kita dalam bekerja.

ØRekening Gendut

Gelombang badai pertama yang menerpa DJP dimulai saat GT disebut-sebut dalam testimoni Komjen Susno Duadji di hadapan Komisi III DPR RI (Kompas.com, 8/4/2010) berkaitan dengan pengungkapan kasus mafia hukum, saat itupun Komjen Susno Duadji bahkan menyebutkan “bahwa kasus GT hanya seujung kuku. Masih banyak kasus yang jauh lebih besar jumlahnya mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah”. Sang Jenderal ini pun membuka sebuah kasus senilai Rp 500 miliar yang dimainkan kelompok mafia kasus, yaitu kasus tentang sengketa investasi arwana di Pekan Baru, Riau, antara pengusaha Indonesia dan pengusaha Singapura. Demikian juga sentilan mengenai rekening-rekening gendut di Kepolisian. Apakah kasus-kasus ini ditindaklanjuti oleh pihak berwajib, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan?

Saat ini, kita dikejutkan oleh sebuah kasus Rekening Gendut PNS “DJP” yang dipublikasikan oleh PPATK. Untuk kasus ini tampak aparat hukum sangat sigap menanggapinya, pihak Kejaksaan melakukan “kunjungan dinas lengkap dengan kamera dan para wartawan” ke KPDJP. Semua media tulis, radio, dan televisi gencar menyoroti kasus ini dan berlomba-lomba menghadirkan “narasumber dan tokoh-tokoh” untuk membangun opini masyarakat.

Menjadi pertanyaan yang menggelitik hati bagi kami orang yang awam di bidang politik, mengapakah ada perbedaan penanganan dalam kasus-kasus seperti ini? Apakah PPATK hanya berani sesumbar pada rekening gendut PNS? Tidakkah pihak-pihak berwajib (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan/Hakim, dan institusi lainnya seperti PPATK) melakukan tebang pilih, karena hanya berani membidik PNS tanpa bintang di bahu dan senjata di pinggang? Atau apakah sedang terjadi pengalihan perhatian masyarakat dari “drama kasus besar” yang sedang terjadi di Pengadilan? Apakah yang sebenarnya terjadi saat ini?

Kinerja Pemerintahan dan Tata Kelola

Kinerja pemerintahan dan tata kelola tercermin dalam LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) sebagai bentuk pertanggungjawaban APBN (lihat tabel s.d.a), telah diaudit oleh lembaga negara, yaitu BPK, dan juga dilakukan secara publik dihadapan para wakil rakyat yang terhormat di DPR RI. LKPP tersebut secara personal juga merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja kita kepada rakyat, terlihat dari pertumbuhan realisasi penerimaan perpajakan dalam lima tahun terakhir. Kita semua sudah sepatutnya berbangga atas pencapaian yang telah kita raih melalui kerja keras dan kerja cerdas yang telah kita semua lakukan dengan berpegang teguh secara militan pada nilai-nilai integritas dan profesionalisme.

Tetapi Teman-Teman Terkasih, ternyata apa yang telah kita lakukan belum cukup!

Tidak cukup kita hanya bekerja mengumpulkan rupiah demi rupiah setoran pajak ke Kas Negara untuk membiayai pembangunan dan subsidi untuk kesejahteraan rakyat. Satu hal yang masih harus kita lakukan adalah keberpihakan kita pada rakyat.

Jari-jari tetap saja menuding kita bahwa kita bekerja dengan korup, tanpa integritas, bahwa reformasi birokrasi telah gagal, hanya karena kasus satu dua “oknum” dan menutup mata pada 34.000-an pegawai lainnya. Walaupun sebenarnya kinerja kita sangat kasat mata, hitam di atas putih, dalam lembaran-lembaran LKPP yang dapat dipertanggungjawabkan secara publik. Mungkin sebaliknya kita juga bisa bertanya pada mereka yang menudingkan jarinya pada kita “Apa yang telah kamu hasilkan bagi NKRI”.

Kita harus menunjukkan keberpihakan kita pada rakyat yang saat ini terzolimi rasa keadilannya dengan maraknya kasus-kasus korupsi dan kasus-kasus kebocoran anggaran baik di level pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah. Kita, 34.000-an pegawai DJP yang bersih, berintegritas, dan profesional yang tersebar di seluruh pelosok NKRI yang tercinta ini, harus turut merasakan kemarahan mereka, dan kita harus berani menyuarakan hal ini secara lantang.

Bahkan secara personal, bukankah seharusnya kita semua lebih marah daripada rakyat sendiri, karena kebocoran Anggaran Negara yang dibagi-bagikan untuk kalangan, golongan, bahkan pribadi-pribadi tertentu tersebut pada dasarnya adalah hasil jerih payah dan pengorbanan kita semua, bahkan termasuk juga pengorbanan keluarga kita, isteri, suami, anak-anak, maupun orang tua, yang terpaksa kita tinggalkan di kampung halaman demi tugas negara yang sangat mulia ini.

Sudah tidak pada tempatnya lagi kita hanya menjelaskan kepada Wajib Pajak bahwa “kami tidak mempunyai wewenang dalam pengalokasian dan penggunaan dari setoran pajak mereka”. Kita semua memiliki tanggung jawab kepada WP bahwa setoran pajak mereka akan kembali kepada mereka melalui tersedianya anggaran untuk pembangunan infrastruktur, tersedianya layanan umum yang baik, dan subsidi yang tepat sasaran.

Dalam lingkup yang lebih kecil, kita dapat mengembalikan dan mengapresiasi kerelaan dan pengorbanan WP membayar pajak dengan memberikan pelayanan yang excellence, profesional, ramah, dan tepat waktu.

Marilah kita semua dengan senyum, semangat, dan militansi memberikan pelayanan terbaik kepada rakyat (Wajib Pajak) dalam setiap program yang telah ditetapkan oleh para Pemimpin kita, baik dalam program Dropbox, Registrasi Ulang PKP, SPN, maupun dalam tugas keseharian kita. Walaupun kita semua tahu jalan yang terbentang di hadapan kita tidak akan mudah, karena perkembangan opini di masyarakat yang semakin menyudutkan dan menyulitkan posisi kita dalam meyakinkan WP untuk membayar pajak.

Tunjukkan prestasi kerja kita.

Walaupun tanpa bintang di bahu dan senjata di pinggang, kita tidak akan membiarkan salah satu soko guru (tiang penopang) perekonomian negara ini hancur.

Tunjukkan bahwa kita semua bekerja, bekerja, dan bekerja.

Jangan biarkan rakyat marah (seperti Mesuji membara), atau chaos yang anarkis (seperti RSPAD Berdarah).

Niatkan kerja kita sebagai ibadah dan tanda bakti serta pujian kita kepada Sang Pencipta dan Sang Pencinta kita.

Tidak ada kebetulan dalam hidup ini, everything happens for a good reason. Bila Sang Maha Kuasa memperkenankan gelombang besar ini menghantam kita, sejatinya DIA juga memberikan RahmatNYA untuk menguatkan kita.

Sang Maha Rahim yang kita semua percayai tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kekuatan hamba-hambaNYA.

Sekali lagi Teman-Teman : What Doesn’t Kill Us Makes Us Stronger… and Lives Longer,

... so Keep Standing-up Higher.

Tetap semangat!

Berkah Dalem.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun