Volksraad terbentuk tidak lepas dari pengaruh kebijakan desentralisasi dan Perang Dunia I. Awalnya, para penggagas politik etis mendesak diberlakukannya kebijakan desentralisasi yang intinya memberi ruang, peran, dan kesempatan bagi orang-orang Indonesia untuk memikirkan nasib dan masa depannya sendiri dengan melibatkan mereka dalam dewan-dewan lokal. Namun, gagasan tersebut dianggap tidak memuaskan karena sebagian besar anggotanya diisi oleh orang-orang Belanda.Â
Lalu, sebelum Perang Dunia I pada tahun 1914-1918, muncul gagasan untuk membentuk Indie Weerbaar (pertahanan Hindia Belanda), yaitu pembentukan milisi paruh waktu yang terdiri dari orang-orang Indonesia.Â
Awalnya gagasan ini ditolak oleh pemerintah Belanda, tetapi karena pecahnya Perang Dunia I pada Agustus 1914, gagasan tersebut dipertimbangkan  karena kekuatan pertahanan ini dinilai lebih murah daripada menambah kekuatan pasukan profesional.Â
Dari sana, Budi Utomo yang memiliki banyak anggota di Jawa yang berdinas di tentara kolonial, aktif mengkampanyekan pembentukan milisi tersebut. Tindakan tersebut membuat banyak yang menuduh bahwa Budi Utomo telah diatur oleh pemerintah.Â
Di lain sisi, Sarekat Islam menyuarakan bahwa rakyat Indonesia hanya akan mempertahankan rezim penjajahan apabila mereka diwakili pemerintah.Â
Setelah adanya desakan pembentukan Indie weerbaar, parlemen Belanda menolak pembentukan milisi dan menggantinya dengan Volksraad yang menjadi langkah nyata lebih lanjut dari kebijakan desentralisasi serta menjadi pengganti pembentukan milisi yang lebih kecil resikonya bagi kekuasaan Belanda di Indonesia.Â
Dari sini pula, Budi Utomo mengalami kemunduran, terutama ketika Sarekat Islam resmi berdiri menjadi partai politik walaupun pada awalnya Sarekat Islam tidak berdiri sebagai partai politik.
Sarekat Islam adalah organisasi yang berdiri dengan tujuan memajukan perdagangan; membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha (permodalan); memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk pribumi; serta memajukan kehidupan agama Islam. Keanggotaan Sarekat Islam sendiri terbuka untuk seluruh lapisan rakyat yang beragama Islam. Lalu pada tanggal 17-24 Juni 1916, Sarekat Islam mengadakan kongres nasional di Bandung. Hasil dari kongres ini adalah menyepakati istilah "nasional" yang berarti perlu adanya persatuan semua suku bangsa di Indonesia sehingga membentuk satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.Â
Sarekat Islam menunjukkan sisi politiknya melalui sikapnya yang menentang secara terbuka praktik-praktik ketidakadilan akibat sistem kapitalisme serta penindasan terhadap rakyat kecil yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Hal ini membuat anggota Sarekat Islam bertambah banyak.Â
Dari sini pula, mulai muncul perpecahan dari Sarekat Islam karena adanya campur tangan dari Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) yang memiliki pendapat berbeda dengan Sarekat Islam, di mana ISDV menghendaki Sarekat Islam untuk tidak bekerja sama dengan kolonial Belanda termasuk untuk urusan Indie Weerbaar.Â
Pada tanggal 1930, Sarekat Islam yang telah mengganti nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) juga mengalami perpecahan yang terjadi akibat perbedaan cara pandang  antara anggota partai.