Mohon tunggu...
regginashaviravalency
regginashaviravalency Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

HOBI OLAHRAGA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peran pendidikan dalam mengatasi konflik sosial di komunitas multikultural

11 Desember 2024   09:33 Diperbarui: 11 Desember 2024   09:33 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PENDAHULUAN

Institusi  pendidikan  terutamanya  sekolah  memiliki  peran  yang  sangat  penting  dalam  hal tempat sosialisasi anak, transmisi budaya, sebagai pengantar kumpulan sosial, memperkenalkan anak dengan tokoh-tokoh yang dijadikan  teladan,  menggunakan dan membelajarkan tindakan yang  positif dan   negatif   untuk   siswa   mengikuti   kelakuan   yang   layak   dalam   bimbingan   sosial.   Indonesia merupakan  salah  satu  negara  multikultural,  memiliki  masyarakat  yang  beragam,  mulai  dari  budaya, bahasa,  agama,  etnis  dan  sebagainya.  Pada  akhir-akhir  ini  banyak  berbagai  permasalahan  yang muncul  ditengah  kehidupan  masyarakat,  seperti  permasalahan  agama  yang  dimulai  dari  perbedaan agama  sampai  agama  yang  sama,  permasalahan  kebijakan  pemerintah,  permasalahan  partai  politik, perbedaan   suku.   Berkurangnya   pemerataan   kesejahteraan   dan   perhatian   pemerintah   terhadap masyarakatnya  sehingga  ada  Daerah  yang  berkeinginan  untuk  melepaskan  diri  dari  kesatuan  NKRI khususnya  wilayah  diperbatasan.  Permasalahan  lain  pada  bidang  pendidikan,  banyak  permasalahan kenakalan  remaja,  pembunuhan,  pelecehan  seksual  atau  pemerkosaan  yang  pelaku  masih  dibawah umur   kini   semakin   meningkat.   Berbagai   permasalahan   diatas   merupakan   tantangan   untuk ditingkatkannya  pendidikan  di  Negeri  ini,  karena  memberikan  pengaruh  terhadap  kehidupan  sosial, ekonomi,   agama,   budaya   masyarakat. Sehingga   pendidikan   Ilmu   Pengetahuan   Sosial   (IPS) mempunyai peranan yang sangat penting dalam hubungannya dengan multikultural di Indonesia.Dalam  proses  kegiatan  belajar  mengajar,  guru  tidak  hanya  menyampaikan  materi  pelajaran akan tetapi juga harus berupaya agar materi pelajaran yang diberikan dapat benar-benar dipahami dan dimengerti  oleh  siswa.  Hal  ini  penting  agar  nilai-nilai  yang  terkandung  dalam  materi  tersebut  dapat membawa  siswa  untuk  diterapkan  dalam  kehidupannya  sehari-hari  di  masyarakat.  Denganhal  ini maka  proses  pembelajaran  dapat  lebih  bermakna.  Adanya  keragaman  budaya  ini  akan  berpengaruh pada  tingkah  laku,  sikap,  pola  pikir  manusia  sehingga  manusia  tersebut  memiliki  cara  (usage), kebiasaan  (folkways),  aturan  (mores),  dan  adat-istiadat  (custom)  yang  berbeda  satu  dengan  yang lainnya.   Adanya   pendidikan   multikultur   ini   diharapkan   mampu   menghasilkan   kekenyalan   dan kelenturan  mental  bangsa  menghadapi  benturan  konflik  sosial.  Hal  ini  karena  secara  teknis  dan teknologi,  masyarakat  Indonesia  telah  mampu  untuk  tinggal  bersama  di  tengah  kemajemukannya. Akan  tetapi  masih  menjadi  suatu  beberapa  permasalahan  ketika  perbedaan  itu  menyangkut  suatu spiritualnya yang relatif dalam perbedaan agama, etnisitas, dan kelas sosial. Pembelajaran  multikultural  ini  dapat  diterapkan  dalam  pembelajaran  IPS,  dimana  kajiannya sangat  berkaitan  erat  dengan  kebudayaan,  lingkungan,  dan  kehidupan  masyarakat.  Hal  terpenting dalam  pendidikan  multikultural  adalah  seorang  guru  tidak  hanya  dituntut  untuk  menguasai  dan mampu  secara  professional  mengajar  mata  pelajaran  yang  diajarkannya,  lebih  dari  itu  seorang  guru harus   mampu   menanamkan   nilai-nilai   inti   dari   pendidikan   multikultural   seperti   demokratis, humanism,  dan  pluralism.  Pendidikan  multikultural  merupakan  suatu  proses  penanaman  suatu  carahidup  yang  menghormati,  tulus,  dan  toleran  terhadap  keberagaman  budaya  yang  ada  di  tengah kehidupan  masyarakat.  Penulis  mengambil  suatu  kajian  pustaka  tentang  peran  pendidikan  ips  dalam pendidikan  multicultural  di  Indonesia.  Tujuanna  untuk  melihat  bagaimana  secara  substansial  dan keterkaitan  pembelajaran  IPS  dalam  menunjang  pendidikan  multikultur  di  Indonesia  yang  memang sudah ada dalam kondisi yang beragam.

PEMBAHASAN

 

Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah penurunan signifikan dalam jumlah kasus konflik sosial setelah penerapan prinsip-prinsip akhlak. Data yang dikumpulkan dari berbagai komunitas multikultural menunjukkan bahwa nilai keadilan, yang menekankan perlakuan yang adil dan setara bagi semua kelompok, mengurangi jumlah kasus konflik sebesar 40%. Ini menunjukkan bahwa ketika masyarakat merasa diperlakukan dengan adil, ketegangan sosial dapat diminimalkan. Keadilan dalam distribusi sumber daya, hak, dan peluang adalah elemen kunci dalam membangun hubungan yang harmonis antar kelompok yang berbeda. Nilai empati juga menunjukkan dampak positif yang besar dalam mengurangi konflik sosial. Data menunjukkan penurunan sebesar 46% dalam jumlah kasus konflik setelah nilai empati diterapkan dalam interaksi antarkelompok. Empati memungkinkan individu untuk memahami dan merasakan pengalaman serta perspektif pihak lain, yang penting dalam mencegah salah pengertian dan mempromosikan dialog yang konstruktif. Ketika anggota masyarakat mampu menempatkan diri mereka dalam posisi orang lain, mereka lebih cenderung mencari solusi damai daripada memperburuk konflik. Toleransi sebagai nilai akhlak juga memiliki peran penting dalam meredakan konflik sosial. Dengan penerapan toleransi, jumlah kasus konflik dalam komunitas multikultural berkurang sebesar 45.8%. Toleransi mengajarkan masyarakat untuk menerima dan menghargai perbedaan budaya, agama, dan pandangan hidup tanpa menghakimi atau memaksakan pandangan mereka sendiri. Ini sangat penting dalam masyarakat multikultural, di mana perbedaan adalah norma dan bukan pengecualian. Dengan menumbuhkan sikap toleransi, ketegangan yang disebabkan oleh perbedaan identitas dapat diredakan, menciptakan kohesi sosial yang lebih kuat. Nilai tanggung jawab sosial juga terbukti efektif dalam mengurangi konflik, dengan penurunan kasus konflik sebesar 45.5%. Tanggung jawab sosial mendorong individu dan kelompok untuk mengambil peran aktif dalam menjaga kedamaian dan harmoni dalam masyarakat. Ketika setiap anggota masyarakat merasa bertanggung jawab untuk menjaga hubungan yang baik dengan orang lain, mereka lebih cenderung untuk terlibat dalam tindakan yang mendukung perdamaian dan menghindari perilaku yang dapat memicu konflik. keseluruhan, data menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai akhlak memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengurangi jumlah kasus konflik sosial dalam masyarakat multikultural. Data ini menunjukkan tren penurunan yang jelas jumlah konflik setelah nilai-nilai ini diterapkan, memperkuat argumen bahwa filsafat akhlak adalah pendekatan yang efektif dalam manajemen konflik. Penurunan ini mencerminkan efektivitas dari penerapan prinsip-prinsip akhlak dalam menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan kooperatif. Contoh penerapan nilai-nilai akhlak dalam resolusi konflik juga ditemukan dalam berbagai studi kasus. Misalnya, gerakan non-kekerasan yang dipimpin oleh Mahatma Gandhi di India menggunakan prinsip ahimsa (tanpa kekerasan) sebagai dasar akhlak untuk melawan penindasan. Pendekatan ini berhasil dalam mencapai kemerdekaan India tanpa perlu mengandalkan kekerasan, menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip moral dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang damai dan bermartabat. Studi kasus lainnya, seperti  proses rekonsiliasi di Afrika Selatan pascaapartheid, menunjukkan bagaimana nilai-nilai akhlak seperti pengampunan dan keadilan restoratif dapat membantu mengatasi luka sosial yang mendalam dan menghindari konflik yang lebih besar. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (Truth and Reconciliation Commission) memainkan peran penting dalam meredakan ketegangan dengan mendorong pengakuan kesalahan dan pengampunan, yang pada akhirnya membantu membangun dasar untuk perdamaian yang berkelanjutan.Berdasarkan temuan-temuan ini, jelas bahwa filsafat akhlak tidak hanya relevan tetapi juga sangat penting dalam proses resolusi konflik, terutama dalam konteks masyarakat multikultural yang kompleks. Dengan menerapkan nilai-nilai seperti keadilan, empati, toleransi, dan tanggung jawab sosial, masyarakat dapat mengurangi potensi konflik dan menciptakan lingkungan yang lebih damai dan harmonis. Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa pendekatan filosofis dalam manajemen konflik dapat membawa dampak positif yang nyata dalam meredakan ketegangan sosial dan mempromosikan perdamaian yang berkelanjutan. Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang Istilah multikultural sering digunakan untuk menggambarkan tentang kondisi masyarakat yang terdiri dari keberagaman agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda. (KBBI, 2008) Istilah Multikulturalisme juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnik masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Jika di Indonesia biasanya ditambah dengan adanya perbedaan agama, yang merupakan etnitas sosial dan budaya yang sering melampaui batas-batas kelas, gender dan ideologi politik. (Nurdin 2019) Akar kata Multikulturalime sendiri adalah kebudayaan, secara etimologis Multikulturalismedibentuk dari kata Multi (banyak). Kultur (budaya) dan isme (paham, aliran)/ secara hakiki dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup di komunitas dengan kebudayaannya masing-masing yang unik.(Mahdfud 2006) Menurut Lawrence A. Blum, multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. (Nurdin 2019) Multikulturalisme menurut Azyumardi Azra, pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Dapat pula dipahami bahwa multikulturalisme sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik. (Azyumardi Azra 2007) Barbara Houston menjelaskan, bahwa multikulturalisme mengupayakan adanya kesadaran bersama untuk berbagi nilai (shared values) dan berbagi indentitas (shared identity). Dalam masyarakat plural, kesadaran kolektif untuk rela berbagi nilai di tengah perbedaan akan mampu mendorong munculnya kesepakatan norma dasar sebagai landasan sikap yang menjadi keputusan bersama. Pengakuan perbedaan tersebut dapat mengantarkan kita pada suatu kemampuan membangun kesadaran komunalitas. Sedangkan sikap berbagi identitas merupakan upaya dalam melapangkan proses pencairan identitas untuk mencapai status kewarganegaraan yang sederajat secara sosial dan setara secara politik. Kewarganegaraan tidak saja status hukum yang diartikan sebagai hak-hak dan tanggungjawab namun juga sebagai identitas yang merupakan ekspresi pengakuan sebagai anggota dalam komunitas politik. (Houston, n.d.)Liata, Nofal, and Khairil Fazal. "Multikultural dalam perspektif sosiologis." Abrahamic Religions 1.2 (2021): 188-201. Tujuan  pendidikan  Multikultural  salah  satunya  adalah  upaya  untuk  menanamkan  perbedaan yang  ada  pada  sesama manusia sebagai suatu kondisi yang  alamiah,  dapat menumbuhkan  sifat sadar tentang   keanekaragaman,   tentang   kesetaraan, kemanusiaan,   keadilan,   menanamkan   nilai-nilai demokrasi yang saat ini sangat diperlukan berkaitan dengan beragam permasalahan  sosial. Selain itu untuk   menumbuhkan   paradigma   baru   di   masa   mendatang   yang   mengakui   perbedaan   dan meningkatkan rasa nasionalisme demi negara kesatuan republik Indonesia. Berbagai hal tersebut telah diterapkan  dalam  dunia  pembelajaran  IPS,  dari  tingkat  sekolah  dasar  sampai  pada  perguruan  tinggi. Hasil lainnya adalah sebagai contoh yang dapat dilihat saat ini, banyak organisasi tentangkemanusia yang pada dasar tujuannya untuk membantu sesama baik dibidang pengabdian kependidikan mauppun misi kemanusiaan pada bidang kesehatan.Gagasan  pendidikan  multukultural  bertujuan  untuk  merespon  hal  yang  ditimbulkan  adanya arus  globalisasi  yang  semakin  berkembang  saat  ini,  berbagai  permasalahan  konflik  budaya,  konflik agama, konflik sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk,  sebagian  besar  konfik  tersebut  sering  terjadi  karena  adanya  perbedaan  latarbelakang budaya, agama, etnis, ras dan sebagainya. Perkembangan waktu di masa yang akan datang seharusnya dalam  dunia  pendidikan  saat  ini  sudah  mulai  dikembangkan  pendidikan  yang  dapat  menempatkan pendidikan  sendiri  tidak  hanya  sebagai  media  transformasi.Maka  pendidikan  multikultural  yang dijalankan  di  Indonesia  harus  sesuai  dengan  perkembangan  demokrasi  yang  ada  saat  ini  seiring adanya  kebijakan  desentralisasi  otonomi  daerah.  Pendidikan  multikultural  yang  dibentuk  mulai  dari kurikulum,  materi  ajar,  sampai  metode  yang  digunakan  dalam  kegiatan  pembelajaran  di  kelas  dan beda halnya dengan perguruan tinggi dan tetap mengacu pada peraturan undang-undang Pemeintah. Peran Pendidikan IPS dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia.Pada  setiap  Negara  berbeda-beda  kebijakan  dalam  mengembangkan  pendidikan multikultural,  hal  tersebut  berkaitan  sesuai  tidaknya  pendidikan  dengan  permasalahan  yang  ada  di Negara  yang  bersangkutan. 

  • Pendekatan Pendidikan Multikultural

Untuk mendesain pendidikan multikultural dalam tatanan masyarakat yang kompleks dan penuh antar kelompok, budaya, suku dan lain sebagainya ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural (Mahfud:2009) yaitu: Pertama, tidak menyamakan pandangan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling), atau pendidikan multikultural dengan program program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan pendidik dari asumsi keliru bahwa tanggung jawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka: Tapi justru semakin banyak pihak yang bertanggung jawab karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran di sekolah. Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan kelompok etnik, artinya tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini secara tradisional para pendidik lebih mengasosiasikan kebudayaan dengan kelompok yang relatif self sufficient, ketimbang dengan sejumlah orang yang secara terus menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain terlibat dalam satu kegiatan. Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penyusun pendidikan multikultural untuk melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotipe menurut identitas etik mereka: sebaliknyamereka akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar, mengenai kesamaan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.Karena pengembangan kompetensi dalam suatu kebudayaan baru biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orangorang yang sudah memiliki kompetensi maka dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik anti thesis terhadap tujuan Pendidikan multikultural mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok akan menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralism budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis.Keempat, Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh situasi dan kondisi secara proporsional. Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan (formal, maupun non formal) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam kebudayaan. Kesadaran akan seperti ini akan menjauhkan kita konsep-konsep tri budaya atau dikotomi antara pribumi dan non pribumi. Pendidikan karakter yang di integrasikan dalam pembelajaran pendidikan kultural dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi murid murid karena mereka memahami, menginternalisasi, dan mengaktualisasikannya melalui proses pembelajaran. Dengan demikian nilai nilai tersebut dapat terserap secara alami lewat kegiatan sehari hari. Apabila nilai nilai tersebut juga dikembangkan melalui kultur sekolah maka kemungkinan besar untuk membentuk karakter lebih efektif. Salah satu tujuan belajar pendidikan multikultural ialah untuk mempelajari keberagaman budaya Indonesia sehingga siswa memahami dan menghormati perbedaan suku dan budaya Indonesia.

  • Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural secara umum digunakan metode dan pendekatan (method and approaches) yang beragam. Adapun metode yang dapat digunakan dalam pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:

  •  Metode Kontribusi

Dalam penerapan metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan pembelajar memilih buku bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan even-even bidang keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Pebelajar bisa melibatkan pembelajar didalam pelajaran atau pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa ini.Namun perhatian yang sedikit juga diberikan kepada kelompok-kelompok etnik baik sebelum dan sesudah event atau signifikan budaya dan sejarah peristiwa bisa dieksplorasi secara mendalam.Namun metode ini memiliki banyak keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan terlihat sebagai sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah subjek inti.

  • Metode Pengayaan

Materi pendidikan, konsep, tema dan perspektif bisa ditambahkan dalam kurikulum tanpa harus mengubah struktur aslinya. Metode ini memperkaya kurikulum dengan literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur atau agamanya. Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar untuk menilai atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti pernikahan, dan lain-lain. Metode ini juga menghadapi problem sama halnya metode kontributif, yakni materi yang dikaji biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwanyang mainstream. Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari perspektif yang dominan.

  • Metode transformative

Metode ini secara fundamental berbeda dengan dua metode sebelumnya.Metode ini memungkinkan pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya, etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-perspektif, kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas pemahaman pembelajar tentang sebuah ide. Metode ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar untuk memahami isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan agama tertentu.Misalnya, membahas konsep "makanan halal" dari agama atau kebudayaan tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat.Metodeini menuntut pembelajar mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis dasarnya.

  • Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial

Metode ini mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata dimasyarakat, yang pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial.Pembelajar tidak hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu.Metode ini memerlukan pembelajar tidak hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika ketertindasan tetapi juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah sistem melalui aksi sosial. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk memberdayakan mereka dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran dan kemujaraban berpolitik.Pendekatan-pendekatan yang mungkin bisa dilakukan di dalam

c.  pendidikan kultural adalah sebagai berikut:

     1.   Pendekatan Historis

Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada pembelajar dengan menengok kembali ke belakang. Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka berpikir yang komplit sampai ke belakang untuk kemudian mereflesikan untuk masa sekarang atau mendatang.Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau secara kritis dan dinamis.

  • Pendekatan Sosiologis

Pendekatan ini mengandaikan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa sebelumnya atau datangnya di masa lampau. Dengan pendekatan ini materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang dibangun adalah kerangka berpikir kekinian. Pendekatan ini bisa digabungkan dengan metode kedua, yakni metode pengayaan.

  • Pendekatan Kultural

Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang.Dengan pendekatan ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang tidak. Secara otolatis pebelajar juga bisa mengetahui mana tradisi arab dan mana tradisi yang datang dari islam

  • Pendekatan Psikologis

Pedekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan secara tersendiri dan mandiri.Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai manusia mandiri dan unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai melihat kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana saja yang cocok untuk pembelajar.

  •  Pendekatan Estetik

Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku sopan dan santun, damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi kalau hanya didekati secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka pembelajar akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka memerlukan pendekatan ini untuk mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di masyarakat dengan melihatnya sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.

  • Pendekatan Berprespektif Gender

Pendekatan ini mecoba memberikan penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan jenis kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan. Dengan pendekatan ini, segala bentuk konstruksi sosial yang ada di sekolah yang menyatakan bahwa perempuan berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.Keenam pendekatan ini sangat memungkinkan bagi terciptanya kesadaran multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan.Dan tentu saja, tidak menutup kemungkinan berbagai pendekatan yang lainnya, selain enam yang disebutkan tadi di atas, sangat mungkin untuk diterapkan.

PENUTUP

pendidikan memainkan peran kunci dalam mengatasi konflik sosial di komunitas multikultural. Melalui pendidikan, individu dapat memahami nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan keberagaman. Proses pembelajaran yang inklusif dan berbasis nilai-nilai kemanusiaan membantu membentuk kesadaran akan pentingnya hidup harmonis di tengah perbedaan. Selain itu, pendidikan yang mempromosikan dialog, kerja sama, dan pemahaman lintas budaya dapat mengurangi stereotip dan prasangka yang sering menjadi pemicu konflik. Dengan demikian, pendidikan bukan hanya alat untuk meningkatkan pengetahuan, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun kohesi sosial dan menciptakan masyarakat yang lebih damai, adil, dan harmonis.

PENDAHULUAN

Institusi  pendidikan  terutamanya  sekolah  memiliki  peran  yang  sangat  penting  dalam  hal tempat sosialisasi anak, transmisi budaya, sebagai pengantar kumpulan sosial, memperkenalkan anak dengan tokoh-tokoh yang dijadikan  teladan,  menggunakan dan membelajarkan tindakan yang  positif dan   negatif   untuk   siswa   mengikuti   kelakuan   yang   layak   dalam   bimbingan   sosial.   Indonesia merupakan  salah  satu  negara  multikultural,  memiliki  masyarakat  yang  beragam,  mulai  dari  budaya, bahasa,  agama,  etnis  dan  sebagainya.  Pada  akhir-akhir  ini  banyak  berbagai  permasalahan  yang muncul  ditengah  kehidupan  masyarakat,  seperti  permasalahan  agama  yang  dimulai  dari  perbedaan agama  sampai  agama  yang  sama,  permasalahan  kebijakan  pemerintah,  permasalahan  partai  politik, perbedaan   suku.   Berkurangnya   pemerataan   kesejahteraan   dan   perhatian   pemerintah   terhadap masyarakatnya  sehingga  ada  Daerah  yang  berkeinginan  untuk  melepaskan  diri  dari  kesatuan  NKRI khususnya  wilayah  diperbatasan.  Permasalahan  lain  pada  bidang  pendidikan,  banyak  permasalahan kenakalan  remaja,  pembunuhan,  pelecehan  seksual  atau  pemerkosaan  yang  pelaku  masih  dibawah umur   kini   semakin   meningkat.   Berbagai   permasalahan   diatas   merupakan   tantangan   untuk ditingkatkannya  pendidikan  di  Negeri  ini,  karena  memberikan  pengaruh  terhadap  kehidupan  sosial, ekonomi,   agama,   budaya   masyarakat. Sehingga   pendidikan   Ilmu   Pengetahuan   Sosial   (IPS) mempunyai peranan yang sangat penting dalam hubungannya dengan multikultural di Indonesia.Dalam  proses  kegiatan  belajar  mengajar,  guru  tidak  hanya  menyampaikan  materi  pelajaran akan tetapi juga harus berupaya agar materi pelajaran yang diberikan dapat benar-benar dipahami dan dimengerti  oleh  siswa.  Hal  ini  penting  agar  nilai-nilai  yang  terkandung  dalam  materi  tersebut  dapat membawa  siswa  untuk  diterapkan  dalam  kehidupannya  sehari-hari  di  masyarakat.  Denganhal  ini maka  proses  pembelajaran  dapat  lebih  bermakna.  Adanya  keragaman  budaya  ini  akan  berpengaruh pada  tingkah  laku,  sikap,  pola  pikir  manusia  sehingga  manusia  tersebut  memiliki  cara  (usage), kebiasaan  (folkways),  aturan  (mores),  dan  adat-istiadat  (custom)  yang  berbeda  satu  dengan  yang lainnya.   Adanya   pendidikan   multikultur   ini   diharapkan   mampu   menghasilkan   kekenyalan   dan kelenturan  mental  bangsa  menghadapi  benturan  konflik  sosial.  Hal  ini  karena  secara  teknis  dan teknologi,  masyarakat  Indonesia  telah  mampu  untuk  tinggal  bersama  di  tengah  kemajemukannya. Akan  tetapi  masih  menjadi  suatu  beberapa  permasalahan  ketika  perbedaan  itu  menyangkut  suatu spiritualnya yang relatif dalam perbedaan agama, etnisitas, dan kelas sosial. Pembelajaran  multikultural  ini  dapat  diterapkan  dalam  pembelajaran  IPS,  dimana  kajiannya sangat  berkaitan  erat  dengan  kebudayaan,  lingkungan,  dan  kehidupan  masyarakat.  Hal  terpenting dalam  pendidikan  multikultural  adalah  seorang  guru  tidak  hanya  dituntut  untuk  menguasai  dan mampu  secara  professional  mengajar  mata  pelajaran  yang  diajarkannya,  lebih  dari  itu  seorang  guru harus   mampu   menanamkan   nilai-nilai   inti   dari   pendidikan   multikultural   seperti   demokratis, humanism,  dan  pluralism.  Pendidikan  multikultural  merupakan  suatu  proses  penanaman  suatu  carahidup  yang  menghormati,  tulus,  dan  toleran  terhadap  keberagaman  budaya  yang  ada  di  tengah kehidupan  masyarakat.  Penulis  mengambil  suatu  kajian  pustaka  tentang  peran  pendidikan  ips  dalam pendidikan  multicultural  di  Indonesia.  Tujuanna  untuk  melihat  bagaimana  secara  substansial  dan keterkaitan  pembelajaran  IPS  dalam  menunjang  pendidikan  multikultur  di  Indonesia  yang  memang sudah ada dalam kondisi yang beragam.

 

PEMBAHASAN

 

Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah penurunan signifikan dalam jumlah kasus konflik sosial setelah penerapan prinsip-prinsip akhlak. Data yang dikumpulkan dari berbagai komunitas multikultural menunjukkan bahwa nilai keadilan, yang menekankan perlakuan yang adil dan setara bagi semua kelompok, mengurangi jumlah kasus konflik sebesar 40%. Ini menunjukkan bahwa ketika masyarakat merasa diperlakukan dengan adil, ketegangan sosial dapat diminimalkan. Keadilan dalam distribusi sumber daya, hak, dan peluang adalah elemen kunci dalam membangun hubungan yang harmonis antar kelompok yang berbeda. Nilai empati juga menunjukkan dampak positif yang besar dalam mengurangi konflik sosial. Data menunjukkan penurunan sebesar 46% dalam jumlah kasus konflik setelah nilai empati diterapkan dalam interaksi antarkelompok. Empati memungkinkan individu untuk memahami dan merasakan pengalaman serta perspektif pihak lain, yang penting dalam mencegah salah pengertian dan mempromosikan dialog yang konstruktif. Ketika anggota masyarakat mampu menempatkan diri mereka dalam posisi orang lain, mereka lebih cenderung mencari solusi damai daripada memperburuk konflik. Toleransi sebagai nilai akhlak juga memiliki peran penting dalam meredakan konflik sosial. Dengan penerapan toleransi, jumlah kasus konflik dalam komunitas multikultural berkurang sebesar 45.8%. Toleransi mengajarkan masyarakat untuk menerima dan menghargai perbedaan budaya, agama, dan pandangan hidup tanpa menghakimi atau memaksakan pandangan mereka sendiri. Ini sangat penting dalam masyarakat multikultural, di mana perbedaan adalah norma dan bukan pengecualian. Dengan menumbuhkan sikap toleransi, ketegangan yang disebabkan oleh perbedaan identitas dapat diredakan, menciptakan kohesi sosial yang lebih kuat. Nilai tanggung jawab sosial juga terbukti efektif dalam mengurangi konflik, dengan penurunan kasus konflik sebesar 45.5%. Tanggung jawab sosial mendorong individu dan kelompok untuk mengambil peran aktif dalam menjaga kedamaian dan harmoni dalam masyarakat. Ketika setiap anggota masyarakat merasa bertanggung jawab untuk menjaga hubungan yang baik dengan orang lain, mereka lebih cenderung untuk terlibat dalam tindakan yang mendukung perdamaian dan menghindari perilaku yang dapat memicu konflik. keseluruhan, data menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai akhlak memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengurangi jumlah kasus konflik sosial dalam masyarakat multikultural. Data ini menunjukkan tren penurunan yang jelas jumlah konflik setelah nilai-nilai ini diterapkan, memperkuat argumen bahwa filsafat akhlak adalah pendekatan yang efektif dalam manajemen konflik. Penurunan ini mencerminkan efektivitas dari penerapan prinsip-prinsip akhlak dalam menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan kooperatif. Contoh penerapan nilai-nilai akhlak dalam resolusi konflik juga ditemukan dalam berbagai studi kasus. Misalnya, gerakan non-kekerasan yang dipimpin oleh Mahatma Gandhi di India menggunakan prinsip ahimsa (tanpa kekerasan) sebagai dasar akhlak untuk melawan penindasan. Pendekatan ini berhasil dalam mencapai kemerdekaan India tanpa perlu mengandalkan kekerasan, menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip moral dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang damai dan bermartabat. Studi kasus lainnya, seperti  proses rekonsiliasi di Afrika Selatan pascaapartheid, menunjukkan bagaimana nilai-nilai akhlak seperti pengampunan dan keadilan restoratif dapat membantu mengatasi luka sosial yang mendalam dan menghindari konflik yang lebih besar. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (Truth and Reconciliation Commission) memainkan peran penting dalam meredakan ketegangan dengan mendorong pengakuan kesalahan dan pengampunan, yang pada akhirnya membantu membangun dasar untuk perdamaian yang berkelanjutan.Berdasarkan temuan-temuan ini, jelas bahwa filsafat akhlak tidak hanya relevan tetapi juga sangat penting dalam proses resolusi konflik, terutama dalam konteks masyarakat multikultural yang kompleks. Dengan menerapkan nilai-nilai seperti keadilan, empati, toleransi, dan tanggung jawab sosial, masyarakat dapat mengurangi potensi konflik dan menciptakan lingkungan yang lebih damai dan harmonis. Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa pendekatan filosofis dalam manajemen konflik dapat membawa dampak positif yang nyata dalam meredakan ketegangan sosial dan mempromosikan perdamaian yang berkelanjutan. Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang Istilah multikultural sering digunakan untuk menggambarkan tentang kondisi masyarakat yang terdiri dari keberagaman agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda. (KBBI, 2008) Istilah Multikulturalisme juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnik masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Jika di Indonesia biasanya ditambah dengan adanya perbedaan agama, yang merupakan etnitas sosial dan budaya yang sering melampaui batas-batas kelas, gender dan ideologi politik. (Nurdin 2019) Akar kata Multikulturalime sendiri adalah kebudayaan, secara etimologis Multikulturalismedibentuk dari kata Multi (banyak). Kultur (budaya) dan isme (paham, aliran)/ secara hakiki dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup di komunitas dengan kebudayaannya masing-masing yang unik.(Mahdfud 2006) Menurut Lawrence A. Blum, multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. (Nurdin 2019) Multikulturalisme menurut Azyumardi Azra, pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Dapat pula dipahami bahwa multikulturalisme sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik. (Azyumardi Azra 2007) Barbara Houston menjelaskan, bahwa multikulturalisme mengupayakan adanya kesadaran bersama untuk berbagi nilai (shared values) dan berbagi indentitas (shared identity). Dalam masyarakat plural, kesadaran kolektif untuk rela berbagi nilai di tengah perbedaan akan mampu mendorong munculnya kesepakatan norma dasar sebagai landasan sikap yang menjadi keputusan bersama. Pengakuan perbedaan tersebut dapat mengantarkan kita pada suatu kemampuan membangun kesadaran komunalitas. Sedangkan sikap berbagi identitas merupakan upaya dalam melapangkan proses pencairan identitas untuk mencapai status kewarganegaraan yang sederajat secara sosial dan setara secara politik. Kewarganegaraan tidak saja status hukum yang diartikan sebagai hak-hak dan tanggungjawab namun juga sebagai identitas yang merupakan ekspresi pengakuan sebagai anggota dalam komunitas politik. (Houston, n.d.)Liata, Nofal, and Khairil Fazal. "Multikultural dalam perspektif sosiologis." Abrahamic Religions 1.2 (2021): 188-201. Tujuan  pendidikan  Multikultural  salah  satunya  adalah  upaya  untuk  menanamkan  perbedaan yang  ada  pada  sesama manusia sebagai suatu kondisi yang  alamiah,  dapat menumbuhkan  sifat sadar tentang   keanekaragaman,   tentang   kesetaraan, kemanusiaan,   keadilan,   menanamkan   nilai-nilai demokrasi yang saat ini sangat diperlukan berkaitan dengan beragam permasalahan  sosial. Selain itu untuk   menumbuhkan   paradigma   baru   di   masa   mendatang   yang   mengakui   perbedaan   dan meningkatkan rasa nasionalisme demi negara kesatuan republik Indonesia. Berbagai hal tersebut telah diterapkan  dalam  dunia  pembelajaran  IPS,  dari  tingkat  sekolah  dasar  sampai  pada  perguruan  tinggi. Hasil lainnya adalah sebagai contoh yang dapat dilihat saat ini, banyak organisasi tentangkemanusia yang pada dasar tujuannya untuk membantu sesama baik dibidang pengabdian kependidikan mauppun misi kemanusiaan pada bidang kesehatan.Gagasan  pendidikan  multukultural  bertujuan  untuk  merespon  hal  yang  ditimbulkan  adanya arus  globalisasi  yang  semakin  berkembang  saat  ini,  berbagai  permasalahan  konflik  budaya,  konflik agama, konflik sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk,  sebagian  besar  konfik  tersebut  sering  terjadi  karena  adanya  perbedaan  latarbelakang budaya, agama, etnis, ras dan sebagainya. Perkembangan waktu di masa yang akan datang seharusnya dalam  dunia  pendidikan  saat  ini  sudah  mulai  dikembangkan  pendidikan  yang  dapat  menempatkan pendidikan  sendiri  tidak  hanya  sebagai  media  transformasi.Maka  pendidikan  multikultural  yang dijalankan  di  Indonesia  harus  sesuai  dengan  perkembangan  demokrasi  yang  ada  saat  ini  seiring adanya  kebijakan  desentralisasi  otonomi  daerah.  Pendidikan  multikultural  yang  dibentuk  mulai  dari kurikulum,  materi  ajar,  sampai  metode  yang  digunakan  dalam  kegiatan  pembelajaran  di  kelas  dan beda halnya dengan perguruan tinggi dan tetap mengacu pada peraturan undang-undang Pemeintah. Peran Pendidikan IPS dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia.Pada  setiap  Negara  berbeda-beda  kebijakan  dalam  mengembangkan  pendidikan multikultural,  hal  tersebut  berkaitan  sesuai  tidaknya  pendidikan  dengan  permasalahan  yang  ada  di Negara  yang  bersangkutan. 

  • Pendekatan Pendidikan Multikultural

Untuk mendesain pendidikan multikultural dalam tatanan masyarakat yang kompleks dan penuh antar kelompok, budaya, suku dan lain sebagainya ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural (Mahfud:2009) yaitu: Pertama, tidak menyamakan pandangan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling), atau pendidikan multikultural dengan program program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan pendidik dari asumsi keliru bahwa tanggung jawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka: Tapi justru semakin banyak pihak yang bertanggung jawab karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran di sekolah. Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan kelompok etnik, artinya tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini secara tradisional para pendidik lebih mengasosiasikan kebudayaan dengan kelompok yang relatif self sufficient, ketimbang dengan sejumlah orang yang secara terus menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain terlibat dalam satu kegiatan. Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penyusun pendidikan multikultural untuk melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotipe menurut identitas etik mereka: sebaliknyamereka akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar, mengenai kesamaan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.Karena pengembangan kompetensi dalam suatu kebudayaan baru biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orangorang yang sudah memiliki kompetensi maka dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik anti thesis terhadap tujuan Pendidikan multikultural mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok akan menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralism budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis.Keempat, Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh situasi dan kondisi secara proporsional. Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan (formal, maupun non formal) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam kebudayaan. Kesadaran akan seperti ini akan menjauhkan kita konsep-konsep tri budaya atau dikotomi antara pribumi dan non pribumi. Pendidikan karakter yang di integrasikan dalam pembelajaran pendidikan kultural dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi murid murid karena mereka memahami, menginternalisasi, dan mengaktualisasikannya melalui proses pembelajaran. Dengan demikian nilai nilai tersebut dapat terserap secara alami lewat kegiatan sehari hari. Apabila nilai nilai tersebut juga dikembangkan melalui kultur sekolah maka kemungkinan besar untuk membentuk karakter lebih efektif. Salah satu tujuan belajar pendidikan multikultural ialah untuk mempelajari keberagaman budaya Indonesia sehingga siswa memahami dan menghormati perbedaan suku dan budaya Indonesia.

  • Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural secara umum digunakan metode dan pendekatan (method and approaches) yang beragam. Adapun metode yang dapat digunakan dalam pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:

  •  Metode Kontribusi

Dalam penerapan metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan pembelajar memilih buku bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan even-even bidang keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Pebelajar bisa melibatkan pembelajar didalam pelajaran atau pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa ini.Namun perhatian yang sedikit juga diberikan kepada kelompok-kelompok etnik baik sebelum dan sesudah event atau signifikan budaya dan sejarah peristiwa bisa dieksplorasi secara mendalam.Namun metode ini memiliki banyak keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan terlihat sebagai sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah subjek inti.

  • Metode Pengayaan

Materi pendidikan, konsep, tema dan perspektif bisa ditambahkan dalam kurikulum tanpa harus mengubah struktur aslinya. Metode ini memperkaya kurikulum dengan literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur atau agamanya. Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar untuk menilai atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti pernikahan, dan lain-lain. Metode ini juga menghadapi problem sama halnya metode kontributif, yakni materi yang dikaji biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwanyang mainstream. Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari perspektif yang dominan.

  • Metode transformative

Metode ini secara fundamental berbeda dengan dua metode sebelumnya.Metode ini memungkinkan pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya, etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-perspektif, kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas pemahaman pembelajar tentang sebuah ide. Metode ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar untuk memahami isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan agama tertentu.Misalnya, membahas konsep "makanan halal" dari agama atau kebudayaan tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat.Metodeini menuntut pembelajar mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis dasarnya.

  • Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial

Metode ini mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata dimasyarakat, yang pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial.Pembelajar tidak hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu.Metode ini memerlukan pembelajar tidak hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika ketertindasan tetapi juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah sistem melalui aksi sosial. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk memberdayakan mereka dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran dan kemujaraban berpolitik.Pendekatan-pendekatan yang mungkin bisa dilakukan di dalam

c.  pendidikan kultural adalah sebagai berikut:

     1.   Pendekatan Historis

Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada pembelajar dengan menengok kembali ke belakang. Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka berpikir yang komplit sampai ke belakang untuk kemudian mereflesikan untuk masa sekarang atau mendatang.Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau secara kritis dan dinamis.

  • Pendekatan Sosiologis

Pendekatan ini mengandaikan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa sebelumnya atau datangnya di masa lampau. Dengan pendekatan ini materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang dibangun adalah kerangka berpikir kekinian. Pendekatan ini bisa digabungkan dengan metode kedua, yakni metode pengayaan.

  • Pendekatan Kultural

Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang.Dengan pendekatan ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang tidak. Secara otolatis pebelajar juga bisa mengetahui mana tradisi arab dan mana tradisi yang datang dari islam

  • Pendekatan Psikologis

Pedekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan secara tersendiri dan mandiri.Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai manusia mandiri dan unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai melihat kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana saja yang cocok untuk pembelajar.

  •  Pendekatan Estetik

Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku sopan dan santun, damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi kalau hanya didekati secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka pembelajar akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka memerlukan pendekatan ini untuk mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di masyarakat dengan melihatnya sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.

  • Pendekatan Berprespektif Gender

Pendekatan ini mecoba memberikan penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan jenis kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan. Dengan pendekatan ini, segala bentuk konstruksi sosial yang ada di sekolah yang menyatakan bahwa perempuan berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.Keenam pendekatan ini sangat memungkinkan bagi terciptanya kesadaran multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan.Dan tentu saja, tidak menutup kemungkinan berbagai pendekatan yang lainnya, selain enam yang disebutkan tadi di atas, sangat mungkin untuk diterapkan.

PENUTUP

pendidikan memainkan peran kunci dalam mengatasi konflik sosial di komunitas multikultural. Melalui pendidikan, individu dapat memahami nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan keberagaman. Proses pembelajaran yang inklusif dan berbasis nilai-nilai kemanusiaan membantu membentuk kesadaran akan pentingnya hidup harmonis di tengah perbedaan. Selain itu, pendidikan yang mempromosikan dialog, kerja sama, dan pemahaman lintas budaya dapat mengurangi stereotip dan prasangka yang sering menjadi pemicu konflik. Dengan demikian, pendidikan bukan hanya alat untuk meningkatkan pengetahuan, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun kohesi sosial dan menciptakan masyarakat yang lebih damai, adil, dan harmonis.

DAFTAR PUSTAKA

Mahendra, Putu Ronny Angga. "Peran Pendidikan IPS dalam Pendidikan Multikultural." Journal on Education 5.2 (2023): 4468-4475.

Mahmud, A., Mustin, H., Hasanah, M., & Ramadani, W. (2024). Peran Filsafat Akhlak dalam Resolusi Konflik Sosial di Masyarakat Multikultural. Sulesana: Jurnal Wawasan Keislaman, 18(1), 23-48.

Liata, Nofal, and Khairil Fazal. "Multikultural dalam perspektif sosiologis." Abrahamic Religions 1.2 (2021): 188-201.

Sipuan, S., Warsah, I., Amin, A., & Adisel, A. (2022). Pendekatan Pendidikan Multikultural. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 8(2), 815-830.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun