Usia 35 adalah persimpangan jalan: sebagian merasa sudah mencapai puncak, sebagian lagi masih mencari arah. Di titik ini, pria di berbagai belahan dunia memiliki cara unik untuk menghadapi tekanan hidup---mulai dari ritual santai di Jepang hingga tradisi refleksi diri di Skandinavia. Apakah kita sudah melakukan yang terbaik, atau hanya berjalan tanpa tujuan? Mari refleksikan bersama.
Usia 35 sering disebut sebagai "usia emas" bagi pria. Di titik ini, harapan hidup, pencapaian karier, dan kehidupan pribadi kerap menjadi sorotan. Namun, realitasnya, tak semua pria merasa sudah berada di puncak kehidupannya. Bagi sebagian orang, usia 35 justru membawa rasa penyesalan atas impian yang belum terwujud atau pilihan yang dirasa keliru. Ini adalah momen refleksi, di mana langkah selanjutnya akan menentukan arah hidup ke depan.
Mengapa Usia 35 Penting?
Menurut studi dari Harvard Health Publishing, di usia ini, pria cenderung lebih stabil secara mental dan emosional, meski tanggung jawab mereka terus bertambah. Banyak yang mulai mengevaluasi hidup, baik dari sisi karier, keluarga, hingga kebahagiaan pribadi. Sebagian besar mulai bertanya: "Apakah ini hidup yang saya inginkan?"
Kebiasaan Unik Pria Dewasa di Berbagai Negara
Dalam menghadapi tekanan dan tuntutan hidup, pria di berbagai negara memiliki cara unik untuk tetap bersemangat dan menjaga keseimbangan hidup:
1. Jepang -- Ikigai
Di Jepang, pria dewasa sering menerapkan konsep Ikigai, yaitu filosofi mencari "alasan untuk hidup". Mereka fokus pada hal kecil yang memberi makna setiap hari, seperti hobi, pekerjaan, atau waktu bersama keluarga. Prinsip ini membantu mereka tetap tenang dan produktif di tengah tekanan hidup.
2. Sweden -- Fika
Di Swedia, ada tradisi Fika yang populer. Bagi pria dewasa, Fika bukan sekadar minum kopi, melainkan momen untuk "berhenti sejenak" dari rutinitas. Mereka menggunakan waktu ini untuk merenung, bertemu teman, atau sekadar menikmati hidup---sebuah langkah kecil yang berdampak besar pada kebahagiaan mental.
3. Brasil -- Kumpul di Alam Terbuka
Pria Brasil sering menghabiskan waktu di ruang terbuka, seperti pantai atau taman. Olahraga seperti sepak bola atau voli pantai bukan sekadar rutinitas, tetapi juga cara mereka melepaskan stres, membangun solidaritas, dan merasa lebih muda meskipun usia bertambah.
4. Italia -- Keseimbangan Dolce Far Niente
Pria Italia percaya pada Dolce Far Niente, yang berarti "nikmatnya tidak melakukan apa-apa". Ini adalah kebiasaan sederhana di mana mereka berhenti sejenak, menikmati makan malam panjang, atau sekadar duduk di balkon sambil memandangi pemandangan. Keseimbangan antara kerja keras dan menikmati hidup menjadi kunci mereka merasa puas.
5. Australia -- Fokus pada Aktivitas Fisik
Di Australia, pria dewasa sering melakukan aktivitas fisik, seperti mendaki gunung, berenang di laut, atau bersepeda. Penelitian menunjukkan bahwa olahraga rutin tak hanya menjaga kebugaran tubuh, tetapi juga mengurangi risiko depresi di usia matang.
Refleksi: Di Mana Kita Sekarang?
Ketika melihat kebiasaan pria di berbagai belahan dunia, ada satu benang merah: mereka mencari keseimbangan dan makna hidup. Momen usia 35 adalah panggung di mana kita bisa memilih---apakah terus merasa tertinggal atau memulai langkah baru yang lebih berarti?
Jika Anda merasa belum mencapai semua impian, ingatlah bahwa kehidupan bukan perlombaan cepat-cepat. Seperti kata pepatah Jepang: "Nanakorobi Yaoki", artinya jatuh tujuh kali, bangkit delapan kali. Selalu ada waktu untuk memperbaiki dan melangkah lebih baik.
---
Penutup:
Pada akhirnya, usia 35 bukanlah akhir dari segalanya. Jika pria di Jepang bisa mencari makna hidup melalui hal-hal kecil, dan pria Swedia bisa menikmati kopi sambil merenung, maka kita pun bisa menciptakan momen kecil yang membawa kebahagiaan. Percayalah, setiap langkah kecil yang Anda mulai hari ini adalah investasi untuk masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H