Mohon tunggu...
Romeo Saru
Romeo Saru Mohon Tunggu... Administrasi - ASN / Gemar literasi/ Kota Sorong Papua Barat Daya /

"Perbedaan antara sesuatu yang tidak mungkin dan yang mungkin, terletak pada cara berpikir seseorang" -Haryanto Kandani-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tolak Politik Uang dan Politik SARA: Membangun Demokrasi yang Sehat

24 November 2024   16:21 Diperbarui: 24 November 2024   16:21 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan sebuah dunia di mana suara Anda tidak lagi dihargai karena kejujuran atau integritas, melainkan karena nominal uang yang Anda terima atau prasangka yang ditebarkan. Apakah demokrasi seperti ini yang kita inginkan? Politik uang dan politik SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan) adalah ancaman nyata bagi keadilan dan keharmonisan bangsa. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa kita harus menolaknya, demi menciptakan masa depan yang lebih cerah.

---

Pendahuluan

Politik uang dan politik SARA sering menjadi fenomena yang mencederai proses demokrasi di Indonesia. Praktik ini tidak hanya melanggar prinsip keadilan, tetapi juga merusak fondasi demokrasi yang sejatinya berorientasi pada aspirasi rakyat. Artikel ini bertujuan untuk mengupas dampak negatif dari dua fenomena tersebut serta memberikan panduan praktis untuk melawan keduanya.

---

Politik Uang: Merusak Demokrasi dari Akarnya

Politik uang adalah praktik memberi atau menerima uang atau hadiah lain untuk memengaruhi pilihan politik seseorang.

Dampaknya:

1. Merugikan Integritas Pemimpin: Pemimpin yang terpilih melalui politik uang cenderung tidak memiliki visi dan misi yang jelas karena hanya berorientasi pada kekuasaan.

2. Menciptakan Korupsi Sistemik: Untuk menutupi biaya kampanye yang mahal, pemimpin sering kali mengorbankan kepentingan rakyat melalui praktik korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun