Mohon tunggu...
Romeo Saru
Romeo Saru Mohon Tunggu... Administrasi - ASN / Gemar literasi/ Kota Sorong Papua Barat Daya /

"Perbedaan antara sesuatu yang tidak mungkin dan yang mungkin, terletak pada cara berpikir seseorang" -Haryanto Kandani-

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Bagian Satu | Awal Pertemuan yang Tak Biasa

5 November 2024   12:13 Diperbarui: 5 November 2024   12:25 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Reinhard -- atau lebih dikenal sebagai Detektif Ree -- duduk di balik meja kerjanya, tatapan tajamnya tertuju pada berkas yang terbuka di hadapannya. Suara jam tua di sudut ruangan berdetak pelan, menciptakan suasana hening dan serius. 

Kantor Ree terletak di sebuah gedung tua yang sepi, dindingnya dipenuhi rak dengan buku-buku tebal dan catatan kasus yang tertata rapi. 

Sementara sebagian orang mungkin merasa kantor ini suram, bagi Ree, tempat ini adalah tempat berlindung yang tenang, jauh dari dunia yang pernah ia kenal -- dunia yang penuh kemewahan dan pesta.

Ree dulu adalah mahasiswa hukum terbaik di kampusnya. Masa mudanya dihabiskan dengan belajar keras dan menjalani kehidupan gemerlap. Ia memiliki segalanya: teman, harta, dan impian untuk menjadi pengacara ternama. Namun, kesenangan dunia yang ia kejar tidak sebanding dengan harga yang harus dibayarnya. 

Kedua orang tuanya meninggal karena sakit, dan pada saat itu, Ree merasa hampa. Kehilangan mereka membuatnya sadar akan kekosongan yang selama ini ia abaikan. 

Setelah mereka pergi, Ree menjauh dari lingkungan lamanya, meninggalkan semuanya, dan memilih untuk pindah ke kota asing. Di sinilah, di kota baru ini, ia memulai dari nol sebagai seorang detektif bayaran.

Noi: "Anda Detektif Reinhard, bukan? Nama saya Novita Tanabe, tapi panggil saja saya Noi. Saya butuh bantuan Anda."

Ree menyandarkan tubuhnya dan menatap wanita itu dengan tenang. Di dunia yang penuh kebohongan dan rahasia, tatapan pertama bisa memberi petunjuk banyak. Namun, Ree tahu cara menahan diri. Sikap tenangnya adalah pelindung yang membuatnya terlihat seperti batu karang di tengah lautan badai.

Ree: "Selamat datang, Nona Tanabe. Silakan duduk."

Noi langsung duduk dan meletakkan tasnya dengan keras di atas meja. Ia jelas tidak ingin basa-basi, dan Ree menyadari bahwa wanita ini memiliki kekuatan mental yang sulit dihadapi oleh kebanyakan orang.

Noi: "Pacar saya hilang dua minggu lalu. Saya mencoba mencarinya, tapi tidak ada jejak. Polisi tidak melakukan apa-apa, dan saya tidak tahu harus bagaimana lagi."

Ree mendengarkan dengan seksama, meskipun kasus cinta hilang sudah terlalu sering ia temui. Meski begitu, ada sesuatu dalam suara Noi yang membuatnya merasa bahwa ini bukan sekadar kasus cinta biasa. Ree merasakan ketegangan dalam setiap kata Noi, seperti ada rahasia yang lebih gelap di baliknya.

Ree: "Bisa jelaskan lebih lanjut? Apa ada alasan kuat Anda berpikir dia benar-benar menghilang?"

Noi terlihat tersinggung oleh pertanyaan Ree, dan dengan nada sedikit marah, ia menatap Ree tajam.

Noi: "Dia tidak mungkin meninggalkan saya begitu saja! Kami memiliki rencana bersama. Lalu, beberapa hari sebelum dia hilang, dia mulai menerima pesan misterius dari seseorang yang mengklaim tahu masa lalunya."

Kening Ree berkerut. Pesan anonim seringkali menjadi petunjuk penting dalam kasus-kasus yang lebih gelap. Detektif Ree membuka buku catatannya, menuliskan poin-poin yang menurutnya penting, sambil tetap mempertahankan ekspresi tanpa emosi di wajahnya.

Ree: "Apa Anda tahu siapa yang mengirim pesan itu?"

Noi: (frustrasi) "Itu masalahnya! Pesan itu anonim, hanya nomor yang tidak saya kenal. Saya sudah mencoba melacaknya, tapi tidak berhasil."

Detektif Ree menatapnya sesaat, merenungkan kalimat Noi. Dia telah bertemu dengan banyak orang yang mencoba meraih kembali sesuatu yang hilang, entah itu cinta atau harta. Namun, tatapan mata Noi menunjukkan kesedihan yang lebih dalam, mungkin karena rasa cinta yang begitu kuat. Ree mengambil napas dalam, mencoba untuk tidak terlibat emosional. Dia tidak ingin mengulang kesalahan masa lalunya, yang membuatnya harus memulai hidup baru di kota ini.

Ree: "Apa yang Anda inginkan, Nona Tanabe? Menemukan siapa pengirim pesan itu atau mencari keberadaan pacar Anda?"

Noi terdiam, memandang Ree dengan tatapan yang sulit diartikan. Tangannya menggenggam erat, sementara matanya tampak berkaca-kaca, namun ia berusaha tetap terlihat tegar.

Noi: (lirih) "Saya ingin keduanya, Detektif. Saya ingin tahu siapa yang mengganggu kami... dan di mana dia sekarang."

Ree mengangguk. Ia tahu, kasus ini mungkin lebih dari yang terlihat di permukaan.

---

Adegan 2: Perjalanan ke Lokasi Terakhir

Setelah pertemuan yang intens di kantor, Ree mengantar Noi ke lokasi terakhir pacarnya terlihat. Di dalam mobil, perjalanan mereka diwarnai hening yang berat. Sampai akhirnya, Noi memecah keheningan dengan nada suara yang lebih tenang.

Noi: "Anda mungkin berpikir saya ini bodoh, bukan? Mencari orang yang mungkin tidak ingin ditemukan."

Ree tetap menatap ke depan, menyetir dengan penuh perhatian, tetapi membalas dengan nada rendah.

Ree: "Peduli pada seseorang tidak pernah bodoh, Nona Tanabe. Yang bodoh adalah menutup mata saat ada sesuatu yang salah."

Noi tersenyum samar, namun di balik senyuman itu terlihat kesedihan.

Noi: "Mungkin saya memang bodoh... menutup mata terlalu lama, dan sekarang saya takut untuk membuka mata lagi."

Ree merasakan ada sesuatu yang lain dalam kata-katanya, sesuatu yang lebih dari sekadar pencarian cinta. Tetapi sebagai detektif, ia harus bersikap profesional. Emosi tak boleh menjadi penghalang dalam pekerjaannya.

---

Adegan 3: Panggilan Misterius di Kantor

Malam itu, sepulang dari lokasi bersama Noi, Ree kembali ke kantornya dan memulai penyelidikan. Namun, ketika ia tengah meneliti nomor anonim yang disebutkan Noi, teleponnya berdering.

Ree: "Reinhard bicara."

Suara dari ujung telepon terdengar rendah dan berbisik, penuh ancaman.

Suara Telepon: "Berhenti mencarinya, Detektif. Anda tidak tahu siapa yang sedang Anda hadapi."

Ree terdiam sejenak, lalu dengan tenang menyalakan rekaman panggilan. Ia merasakan bahaya mengintai, tetapi ia tahu bagaimana menjaga ketenangan.

Ree: "Saya tidak biasa menerima ancaman tanpa alasan. Apa Anda mengenal Novita Tanabe atau pacarnya?"

Suara itu tertawa pelan, lalu terdiam. Setelah beberapa detik yang penuh ketegangan, panggilan itu terputus. Ree duduk di sana, memandangi teleponnya. Ia tahu, kasus ini akan membawa lebih dari sekadar pencarian seseorang yang hilang. Ada sesuatu yang lebih gelap, dan mungkin, juga sesuatu yang bisa membuka kembali luka lamanya.

---

Akhir Bagian Satu

Di tengah kesunyian malam, Ree merasakan perasaannya berkonflik. Kasus ini mengingatkannya pada kehidupannya yang dulu -- pada keputusannya untuk meninggalkan segalanya dan menjadi seseorang yang berbeda. Namun, dia tahu, kali ini ia harus tetap kuat. 

Mungkin, ini adalah kesempatan baginya untuk menemukan apa yang selama ini ia cari dalam hidupnya: makna yang sejati.

Pikirannya terputus saat suara pintu kantornya terbuka dengan kasar. Seorang wanita muda melangkah masuk, dengan tatapan penuh amarah dan kecemasan. 

Ree memperhatikan sosoknya, rambut hitam panjang tergerai dengan wajah yang menampilkan ketegangan yang dalam. Wanita itu tak membuang waktu dan segera berbicara.

To be continue....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun