Mohon tunggu...
Romeo Saru
Romeo Saru Mohon Tunggu... Administrasi - ASN / Gemar literasi/ Kota Sorong Papua Barat Daya /

"Perbedaan antara sesuatu yang tidak mungkin dan yang mungkin, terletak pada cara berpikir seseorang" -Haryanto Kandani-

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Hakim atau Algoritma: Masa Depan Peradilan dengan Kecerdasan Buatan, Apakah Kita Siap?

19 Oktober 2024   19:26 Diperbarui: 19 Oktober 2024   19:31 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : istokphoto.com

Kemajuan teknologi saat ini telah membawa berbagai perubahan besar dalam banyak aspek kehidupan manusia, termasuk di bidang hukum. Salah satu inovasi yang semakin banyak dibahas adalah penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam proses peradilan. Beberapa negara sudah mulai menguji coba teknologi AI untuk membantu atau bahkan menggantikan sebagian peran hakim manusia. Namun, di tengah optimisme terhadap efisiensi yang ditawarkan, muncul pertanyaan penting: apakah masyarakat benar-benar siap mempercayakan keadilan kepada algoritma?

AI di Peradilan: Apa yang Ditawarkan?

Sumber gambar : pixabay
Sumber gambar : pixabay

Penggunaan AI dalam peradilan berpotensi mempercepat proses pengambilan keputusan, mengurangi beban kerja hakim, dan meningkatkan konsistensi putusan hukum. Di beberapa negara, sistem AI sudah mulai digunakan untuk mengolah informasi terkait kasus hukum, menganalisis preseden hukum, dan memberikan rekomendasi putusan berdasarkan data-data yang dikumpulkan.

Misalnya, di Amerika Serikat, sistem yang disebut COMPAS (Correctional Offender Management Profiling for Alternative Sanctions) digunakan untuk membantu hakim dalam menilai risiko seorang terdakwa akan melakukan pelanggaran kembali. Di Estonia, ada wacana untuk menggunakan robot hakim di kasus-kasus perdata sederhana. Dengan efisiensi waktu dan biaya yang ditawarkan, AI terlihat seperti solusi yang menjanjikan untuk memperbaiki sistem peradilan yang sering kali dianggap lambat dan birokratis.

Kontroversi: Keadilan yang Tergadaikan?

Namun, teknologi ini juga tidak lepas dari kontroversi. Salah satu kritik utama terhadap penggunaan AI dalam peradilan adalah potensi bias algoritma. AI bekerja berdasarkan data yang diberikan kepadanya, dan jika data tersebut mengandung bias---misalnya, bias rasial atau sosial---maka keputusan yang dihasilkan AI bisa tidak adil. Dalam kasus COMPAS, misalnya, terdapat tuduhan bahwa algoritma tersebut cenderung memberikan penilaian risiko yang lebih tinggi kepada terdakwa dari kalangan minoritas, meskipun tidak ada bukti yang kuat mendukung hal tersebut.

Selain itu, putusan hukum bukan hanya soal analisis data semata. Hakim manusia, meski tidak sempurna, membawa nilai-nilai kemanusiaan seperti empati, pengalaman hidup, dan intuisi yang tidak dapat direplikasi oleh AI. Apakah kita siap menerima putusan yang dihasilkan oleh sebuah mesin, yang mungkin hanya fokus pada logika statistik tanpa memperhitungkan konteks sosial dan moral yang lebih luas?

Apakah Hukum Adalah Sains atau Seni?

Sumber gambar : ishotphoto.com
Sumber gambar : ishotphoto.com

Perdebatan lain yang timbul dari penggunaan AI dalam peradilan adalah pertanyaan filosofis: apakah hukum itu sebuah sains yang bisa dihitung secara matematis, atau seni yang membutuhkan pemahaman manusia? Putusan hukum sering kali melibatkan pertimbangan moral, etika, dan bahkan interpretasi yang rumit dari teks hukum. Sementara AI bisa unggul dalam hal kecepatan dan akurasi pemrosesan data, ia tidak memiliki kemampuan untuk menafsirkan hukum dengan cara yang sama seperti manusia.

Selain itu, penggunaan AI juga memunculkan isu akuntabilitas. Jika terjadi kesalahan dalam putusan, siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah pengembang algoritma, hakim yang mengandalkan rekomendasi AI, atau pemerintah yang mengadopsi teknologi tersebut? Ketiadaan akuntabilitas yang jelas bisa menjadi celah yang berbahaya dalam sistem hukum yang sudah kompleks.

Tantangan di Indonesia

Di Indonesia, sistem peradilan kita masih menghadapi banyak tantangan, seperti tumpukan kasus, keterbatasan sumber daya hakim, hingga korupsi yang menyusup ke lembaga hukum. Di satu sisi, AI bisa menjadi solusi untuk mengatasi sebagian dari masalah ini, terutama dalam hal efisiensi dan transparansi. Namun, penerapannya juga harus dipikirkan matang-matang agar tidak justru memperparah ketidakadilan yang sudah ada.

Dalam konteks Indonesia, di mana kasus-kasus hukum sering kali melibatkan nuansa sosial dan budaya yang kompleks, kehadiran AI tanpa pengawasan manusia bisa menimbulkan lebih banyak masalah daripada solusi. Sistem hukum kita juga perlu mempersiapkan landasan hukum yang kuat untuk mengatur penggunaan teknologi ini, termasuk soal transparansi algoritma dan perlindungan hak-hak terdakwa.

Kesimpulan: Teknologi atau Keadilan?

Penggunaan kecerdasan buatan dalam peradilan memang menawarkan potensi besar untuk mempercepat dan memperbaiki sistem hukum yang lamban dan tidak efisien. Namun, kita juga harus ingat bahwa keadilan adalah konsep yang melampaui sekadar efisiensi. Keadilan melibatkan pertimbangan manusiawi, empati, dan moralitas, yang tidak bisa sepenuhnya diotomatisasi.

Oleh karena itu, meskipun teknologi AI dapat membantu dalam beberapa aspek proses peradilan, peran hakim manusia tetap tak tergantikan dalam menjaga esensi keadilan. Tantangan ke depan adalah bagaimana kita dapat memanfaatkan teknologi ini dengan cara yang mendukung, bukan menggantikan, peran manusia dalam menegakkan hukum yang adil dan beradab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun