Mohon tunggu...
Romeo Saru
Romeo Saru Mohon Tunggu... Administrasi - ASN / Gemar literasi/ Kota Sorong Papua Barat Daya /

"Perbedaan antara sesuatu yang tidak mungkin dan yang mungkin, terletak pada cara berpikir seseorang" -Haryanto Kandani-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bagian 2: Jejak yang Tertinggal

18 Oktober 2024   07:49 Diperbarui: 18 Oktober 2024   07:51 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari setelah pertemuan singkat dengan Lila, Raka tidak bisa berhenti memikirkan wanita itu. Obrolan sederhana mereka ternyata meninggalkan kesan yang mendalam. Setiap kali ia duduk di depan laptopnya untuk menulis, bayangan senyum Lila selalu terlintas di benaknya. Ada sesuatu yang berbeda dalam pertemuan itu, sesuatu yang ia sendiri tak bisa jelaskan.

Pagi itu, seperti biasanya, Raka memutuskan untuk kembali ke kafe tempat mereka bertemu. Entah kenapa, ia berharap bisa bertemu lagi dengan Lila. Namun, saat ia duduk di sudut yang sama dengan secangkir kopi hitam, waktu berlalu tanpa tanda-tanda kehadiran wanita itu.

Hingga ketika ia hampir menyerah, seorang barista mendekatinya dengan senyum kecil. "Mas Raka, ada titipan surat untuk Anda dari beberapa hari lalu."

Raka terkejut. "Surat? Dari siapa?"

Barista itu hanya mengangkat bahu. "Seorang wanita menitipkannya, tapi dia tidak bilang siapa namanya."

Dengan perasaan penasaran, Raka membuka surat itu. Tulisan tangan rapi terlihat di atas kertas yang wangi:

Hai Raka,

Jika kamu membaca ini, berarti aku tak sengaja meninggalkan jejakku di hidupmu, seperti yang kau lakukan di hariku. Aku tidak bisa menjelaskan kenapa, tapi rasanya kita punya sesuatu yang istimewa, bahkan dalam pertemuan singkat itu.

Aku tidak sering melakukan ini, tapi aku ingin tahu apakah kamu merasakan hal yang sama? Jika iya, aku akan ada di kafe ini besok, jam 5 sore.

Jika tidak, anggap saja ini kenangan manis yang tak pernah terjadi.


Tertanda,

Lila

Jantung Raka berdegup lebih cepat. Perasaan hangat mengalir di tubuhnya, campuran antara rasa senang dan gugup. Ia tidak menyangka bahwa Lila merasakan hal yang sama. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan akan datang besok, apapun yang terjadi.

Hari berikutnya, tepat pukul 5 sore, Raka sudah duduk di meja yang sama, menunggu dengan cemas. Hujan kembali turun dengan lembut, seperti menyambut pertemuan mereka. Setiap kali pintu kafe terbuka, matanya langsung mencari sosok yang dikenalnya.

Dan akhirnya, pintu terbuka lebar. Lila melangkah masuk dengan senyum yang tak kalah hangat dari hari pertama mereka bertemu. Dia menatap langsung ke arah Raka, dan tanpa berkata apa-apa, mereka berdua tahu bahwa sesuatu di antara mereka baru saja dimulai.

To be Countinue....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun