Lila terdiam, kata-kata Raka mengguncang hatinya. Ia tidak pernah menyangka Raka akan mengungkapkan perasaannya, apalagi di saat seperti ini. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa ia juga merasakan hal yang sama. Setiap momen yang mereka habiskan bersama, setiap tawa, setiap percakapan, membangun sesuatu yang tidak bisa diabaikan.
Adrian, yang sebelumnya penuh percaya diri, sekarang tampak kesal. Ia tidak menyangka bahwa Raka akan maju dan mengungkapkan perasaannya di hadapan semua orang. Dengan nada tajam, Adrian berkata, "Lila, kamu tidak harus mendengarkan ini sekarang. Kita sedang berbicara tentang masa depanmu---sebuah karier, hidup yang lebih baik. Aku bisa memberimu segalanya."
Lila menghela napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang berdebar. Di hadapannya, dua pria berdiri---Adrian dengan tawaran yang menjanjikan karier yang gemilang dan stabilitas, dan Raka dengan kejujuran yang menggetarkan hatinya. Ini bukan keputusan yang mudah.
Dengan perlahan, Lila berdiri dan menatap keduanya. Ruangan masih sunyi, semua orang menunggu jawabannya.
"Adrian," kata Lila dengan nada tegas namun lembut, "aku menghargai tawaranmu. Tapi, aku tidak bisa menerima lamaranmu, baik sebagai pendamping hidup maupun sebagai asisten pribadi."
Adrian terkejut. "Kenapa, Lila? Apa karena Raka?"
Lila menggeleng pelan. "Ini bukan tentang Raka atau kamu. Ini tentang diriku sendiri. Aku butuh waktu untuk memahami apa yang benar-benar aku inginkan dalam hidup, dan aku tidak siap untuk membuat keputusan sebesar ini sekarang. Aku menghormati kamu sebagai manajer dan teman, tapi aku tidak bisa memberikan apa yang kamu minta."
Adrian terdiam, wajahnya menegang. Namun, ia tidak bisa memaksa. Dengan helaan napas berat, ia mundur dan perlahan meninggalkan ruangan, meninggalkan keheningan yang menggantung.
Lila kemudian berbalik kepada Raka, matanya penuh emosi. "Raka, aku... aku juga butuh waktu untuk memproses semua ini. Aku menghargai kejujuranmu, dan aku tidak ingin terburu-buru. Tapi aku tidak bisa menyangkal bahwa aku merasakan sesuatu yang sama seperti yang kamu katakan."
Raka tersenyum lembut, merasa lega mendengar kata-kata Lila, meskipun belum ada jawaban pasti. "Aku mengerti, Lila. Aku tidak memintamu untuk memberikan jawaban sekarang. Aku hanya ingin kamu tahu bagaimana perasaanku."
Malam itu, meski penganugerahan berakhir dengan ketidakpastian, Raka merasa lebih tenang. Ia telah mengungkapkan perasaannya, dan kini, semuanya bergantung pada waktu. Apa pun yang akan terjadi selanjutnya, ia siap menghadapi, karena ia tahu bahwa cinta yang sebenarnya tidak bisa dipaksakan---ia harus tumbuh secara alami.