Mohon tunggu...
Regar Herlambang
Regar Herlambang Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

`

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

(Psikologi) Masyarakat Indonesia Suka Pura-Pura Bahagia?

15 Desember 2024   09:40 Diperbarui: 18 Desember 2024   13:44 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Masyarakat Indonesia Pura-pura Bahagia?

Kebahagiaan sering dianggap sebagai tujuan hidup, namun kenyataannya tidak semua kebahagiaan yang ditampilkan benar-benar mencerminkan kondisi seseorang. Dalam konteks masyarakat Indonesia, ada kecenderungan untuk menampilkan citra bahagia di depan umum, meskipun kenyataannya berbeda.


Fenomena ini terlihat dari banyaknya orang yang merasa perlu mendapatkan pengakuan dan perhatian melalui pencitraan di media sosial atau dalam interaksi sehari-hari. Ekspresi kebahagiaan yang tampak dari senyuman, harta melimpah, atau keharmonisan keluarga sering kali tidak menunjukkan realitas yang sesungguhnya.


Sebaliknya, penderitaan sering kali lebih mudah dikenali, baik melalui tindakan maupun ucapan. Di balik senyuman, masyarakat sering kali menyembunyikan rasa sakit atau ketidakbahagiaan. Hal ini terlihat dari beberapa ciri yang sering muncul di kehidupan sehari-hari. Salah satunya  adalah kebutuhan akan sebuah pengakuan. Banyak orang mencari validasi, baik melalui media sosial atau melalui percakapan sehari-hari, dengan meceritakan dirinya pribadi secara berlebihan.

Selain itu, perilaku seperti membully atau menebarkan komentar negatif juga dapat menjadi tanda ketikbahagiaan. Karena prilaku ini adalah bentuk pelampiasan rasa sakit hati kepada orang lain untuk mengurangi penderitaan. 

Adapun sikap pesimisme merupakan ciri ketidakbahagiaan. Pernyataan seperti, "Saya tidak bisa apa-apa," atau, "Kita mah orang kecil," mencerminkan ketidakpuasan terhadap diri sendiri atau keadaan hidup.

Di sisi lain, banyak individu menggunakan mekanisme kamuflase untuk menyembunyikan kegagalan mereka. Pernyataan seperti, "Harta enggak dibawa mati," atau, "Sok alim," sering kali menjadi cara untuk menutupi perasaan gagal karena tidak bisa mencapainya.

Penting untuk memahami bahwa kebahagiaan bersifat sangat subjektif dan tidak dapat diukur secara pasti oleh orang lain. Namun, ciri-ciri ketidakbahagiaan seperti seringnya mngucapankan kalimat negatif, kecenderungan untuk meremehkan pencapaian orang lain, hingga melihat realitas dalam perspektif yang negatif, dapat menjadi petunjuk bahwa orang tersebut tidak bahagia.


Ketidakbahagiaan yang terselubung tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan. Interaksi sosial menjadi kurang harmonis karena ketegangan emosional yang tidak disadari. Di media sosial, fenomena hate speech dan komentar kebencian menjadi cerminan dari penderitaan emosional kolektif.

Untuk menemukan kebahagiaan yang sejati, masyarakat perlu memulai dari refleksi diri dan mau menerima emosi mereka, termasuk rasa sedih atau kecewa. Kebahagiaan bukan berarti selalu tersenyum. Kebahagiaan adalah kemampuan untuk memahami dan menerima diri sendiri.

Di sisi lain, budaya masyarakat juga perlu berubah. Tekanan sosial untuk selalu terlihat bahagia harus dikurangi. Menumbuhkan rasa saling mendukung dan empati akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih sehat secara emosional.


Kebahagiaan tidak dapat dinilai hanya dari apa yang terlihat. Senyuman di wajah seseorang mungkin saja menyembunyikan kesedihan yang mendalam. Saatnya masyarakat Indonesia belajar untuk memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada penampilan luar, melainkan pada kedamaian batin yang otentik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun