Mohon tunggu...
Rega Felix
Rega Felix Mohon Tunggu... Pengacara - Free Thinker

Filsafat, Hukum, Politik, Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rumah Sakit dan Rumah Sehat

9 Agustus 2022   12:30 Diperbarui: 9 Agustus 2022   12:32 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bahasa dan pikiran memiliki relasi yang erat. Ada yang berpandangan bahwa bahasa adalah medium pikiran, karena hanya melalui bahasa pikiran dapat disampaikan. 

Karena eratnya peran bahasa dalam proses pemikiran, maka permainan bahasa juga mempunyai pengaruh kepada permainan pikiran. Bahasa sendiri memiliki banyak fungsi, salah satunya adalah perantara komunikasi antar dua subjek. Kita bisa memahami benda dengan perantara bahasa. 

Dengan bahasa kita bisa mengetahui bahwa benda ini adalah benda ini bukan benda yang lain. Untuk memahami hal tersebut tentu juga diperlukan logika yang mengkategorikan pikiran sehingga pikiran tersusun secara sistematis yang kemudian disampaikan dalam bahasa agar orang lain mengerti.

Pentingnya bahasa dan kaitan eratnya dengan pikiran, maka bahasa memiliki peran untuk mengantarkan pada proses pencarian kebenaran. Salah satu peran bahasa adalah memberikan suatu makna denotatif terhadap suatu kata. Denotasi adalah makna yang bersifat umum yang lebih mengarah pada objektivitas. Itu artinya tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan bersifat apa adanya. 

Denotasi memiliki sifat netral karena melekat padanya apa adanya. Untuk lebih mudah memahami makna denotatif salah satunya adalah dengan merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sebagai contoh dalam KBBI kata "rumah sakit" mempunyai arti : 1. gedung tempat merawat orang sakit; 2. gedung tempat menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai masalah kesehatan;

Kata/term "orang sakit" dan "masalah kesehatan" memiliki makna yang sama. Makna rumah sakit berdasarkan fakta apa adanya karena memang adalah tempat bagi orang yang "sakit" atau memiliki "masalah kesehatan". Sehingga, secara denotatif term "rumah sakit" memiliki makna demikian apa adanya. 

Meskipun dalam kondisi tertentu dimungkinkan adanya orang sehat yang datang ke rumah sakit, namun umumnya orang sehat tersebut adalah untuk mengecek kesehatan yang menunjukan bahwa dirinya adalah "tidak sakit", dengan demikian tanpa melihat pada subjeknya bagaimanapun rumah sakit erat kaitannya dengan kata/term "sakit".

Bagaimana dengan kebijakan penguasa yang merubah makna "rumah sakit" menjadi "rumah sehat" agar memiliki makna yang memberikan "sugesti" agar orang sakit menjadi sehat? Suatu bahasa memiliki pengertian yang kuat sehingga diterima secara luas membutuhkan proses yang panjang dan keterlibatan dari masyarakat penutur bahasa secara langsung. "rumah sakit" telah menjadi kata/term umum yang diterima oleh masyarakat. Hal ini berdasarkan pada makna apa adanya tentang rumah sakit. Perubahan terhadap bahasa ini tentu memerlukan proses yang panjang oleh masyarakat penutur bahasa itu sendiri. 

Hal ini akan terbentuk dalam corak pola pikir masyarakat itu sendiri. Jika kecenderungan masyarakat melihat sesuatu sebagai sesuatu berdasarkan fakta apa adanya tanpa prasangka dan perasaan atau harapan subjektif, maka penerimaan bahasa yang tepat adalah sesuatu yang menunjuk pada fakta objektif. Jika penguasa berusaha merubah makna suatu bahasa, apakah penguasa tersebut merepresentasikan masyarakat penutur bahasa tersebut? Atau penguasa berusaha memberikan pengertian bahwa yang esensial dari suatu bahasa adalah perasaan atau harapan subjektif, sehingga penguasa dapat mengatur hal-hal yang sifatnya ada dalam pikiran?

Tentu yang harus kita pahami adalah tugas dari penguasa itu sendiri. Jika penguasa itu adalah kepala daerah maka tugas utamanya di bidang kesehatan adalah menjamin dan memberikan pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakatnya melalui instansi  yang berada di bawah tanggung jawabnya. 

Tugas "menjamin dan memberikan pelayanan kesehatan" tentu dengan cara membuka akses yang luas dan terjangkau bagi masyarakat terhadap layanan kesehatan. Hal yang patut dipertanyakan adalah apa urgensinya merubah bahasa yang telah diterima oleh masyarakat umum? 

Tentu harus kita ketahui tugas dan kewenangan kepala daerah itu bukan dengan memberikan "sugesti", atau merubah kamus bahasa yang telah diterima masyarakat secara umum. Bukankah hal tersebut merupakan kesewenang-wenangan yang menginvasi pikiran kita? Semoga tidak ada penguasa yang bermain dalam permainan bahasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun