Mohon tunggu...
Refo Torai
Refo Torai Mohon Tunggu... -

@sedang belajar menulis@

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Puisi Instan? Suka-sukaku Dong..!!!

20 November 2011   12:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:25 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sempat membaca sepintas tulisan soal “sastra instan” di Kompasiana ini. Saya lupa itu kapan dan di akun siapa. Coretan ini tidak dimaksudkan untuk menanggapi wacana “satra instan” itu secara per se. Saya Cuma mau katakan, pengkategorian “sastra instan” mengindikasikan adanya batas-batas tertentu pada apa yang disebut “sastra”.

Saya sendiri tidak terlalu suka dengan batasan-batasan, khususnya dalam menulis puisi. Saya mau tulis suka-sukaku saja. Yang paling saya perhatikan cuma “kepatutan etis” kata-kata yang digunakan. Di luar itu? Ya, saya akan bebas-bebas saja. Maka ketika mulai menulis “puisi” untuk pertama kalinya di Kompasiana, saya merilis ocehan tentang burung “rajawali” yang menjadi inspirasiku dalam menulis:

....Rajawali....

subuh menyapa

sinar ufuk timur perlahan pancarkan auranya

menyoroti perlahan badan bumi semesta

melewati rumah pohon sang rajawali

rumah singgah sesaat tanpa hak milik

surya menerabas masuk melalui celah-celah dedaunan

lantas mengenai sosok sang rajawali

hangat suam-suam kuku menjalar bulu-bulu

perlahan merasuk daging tubuhnya

sang rajawali terjaga

mulai membuka mata menyahut pagi

sejenak meliukkan kepala arah kanan-kiri

mengepakkan sayap dan bulu-bulunya

lalu tanpa aba-aba

lepas landas menuju angkasa

meninggalkan ranting dahan tempat bertengger semalaman

menikmati langit biru nan indah

menatap keasrian alam jagat di bawah sana

ekspresikan keleluasaan langlang buana tanpa batas

seakan bertutur

aku bebas

alpa belengu dan ikatan

nir-tirai jeruji sangkar pembatas

Itulah cara hidup sosok rajawali

Intinya, saya akan bebas semauku saja untuk menulis puisi. Saya punya otonomi untuk itu. Saya punya hak untuk menciptakan gayaku sendiri. Tidak akan peduli dan patuh pada pakem-pakem penulisan puisi yang ada dalam wacana “dunia sastra”. Anda mau apa kalau saya berpendirian seperti ini.

Soal prinsip “suka-sukaku” juga tertuang dalam goresan berikut:

Kuingin Mengalir Bebas

…berpuisi…

tempatku ‘tuk daraskan rasa

ruangku ‘tuk bernarasi hati

ladangku ‘tuk meramu maksud

pijakku ‘tuk berirama ide

terasku ‘tuk berpatah sapa

jendelaku ‘tuk merenda eja

##

…melalui puisi…

kuingin bebas mengalir

berhasrat menggali imaginasi

melampaui ruang mati

meretas pedoman pongah kaku

merayap bagai air menuju muara

dinamis menari bergairah

bebas bagai rajawali

jangan kungkung aku

Kata-kata dalam puisi bagiku pesannya seperti ini:

puisi hanyalah setitik sisi diri

luapan cita bahasa dan imaginasi

ia tidak meninggalkan realita

ia adalah realita itu sendiri

puisi menjadi lapak kata

tempat orgasme rasa estetika

menelurkan isi hati dan pikiran

##

puisi bisa memanggil balik kata-kata yang sudah dilupakan

menulis menarik kembali ingatan yang sempat tidur

ia bagaikan penyelam mutiara yang turun ke kaki laut

lalu membawa balik kata-kata yang sempat tenggelam

Jadi, bagi pegiat kompasiana yang gemar menulis puisi (fiksi) Tulis saja apa mau Anda. Jangan pedulikan pakem-pakem yang menghambat kreativitas dan kebebasan kita. Anda beda pendapat dengan saya soal ini? Silahkan. Itu hak Anda…hehehehe….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun