Sepak bola sangat terkenal di kalangan masyarakat umum. Mulai dari kalangan anak-kanak sampai usia lanjut pasti tahu tentang berita-berita bola nasional ataupun internasional terlebih bagi yang menggemarinya. Seperti yang dilansir Berita satu bahwa acara televisi yang paling disukai di Indonesia adalah pertandingan sepak bola begitu juga dengan yang dilansir Tempo bahwa Indonesia merupakan pencinta sepak bola nomor 2 di dunia setelah Nigeria. Survei di lingkungan penulis juga menyatakan bahwa mereka sangat senang dengan pertandingan sepak bola sampai-sampai mengorbankan waktu tidurnya hanya untuk menonton tim kesayangannya bermain.
Sepak bola juga merupakan potensi untuk menjadi sarana munculnya nasionalisme suatu bangsa. Seperti yang dapat kita lihat bahwa keanarkisan para supporter mendukung tim kesayangannya di pertandingan yang disebabkan karena adanya fanatisme. Hal tersebut bisa di manfaatkan menjadi sarana memunculkan rasa cinta terhadap bangsa sendiri yang di mana sekarang ini sudah hilang di mayoritas masyarakat Indonesia.
Akhir ini sedang marak di berita bahwa PSSI di-banned FIFA yang mengakibatkan Indonesia tidak boleh ikut liga Internasional seperti yang dilansir di Kompas. Peristiwa kerumitan ini dimulai dari Kemenpora yang membekukan PSSI karena PSSI dianggap telah mengabaikan keputusan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) mengenai tidak merekomendasikan Persebaya dan Arema Cronus mengikuti Liga Super Indonesia 2015 karena dualisme kepengurusan. Semua kegiatan PSSI pun tidak akan diakui oleh Kemenpora lagi. Sanksi yang diberikan oleh FIFA sendiri ini dikabarkan akan dicabut setelah pemerintah Indonesia tidak mencampuri urusan PSSI lagi dengan lain kata diberikannya wewenang kepada PSSI untuk mengurus urusannya secara independen. Penulis sangat miris melihat peristiwa ini karena berarti penampilan yang menakjubkan yang ditampilkan oleh pemain kita di piala AFF tiba-tiba hilang karena ketidakbecusan pengelola PSSI ditambah dengan konflik antara PSSI dan LPI. Ditambah lagi dengan pandangan Kemenpora dan PSSI yang tidak pernah sama seperti yang dilansir di Tribunnews.
Tanggapan Presiden dan Menpora yang dilansir oleh BBC menunjukkan bahwa dilarangnya Indonesia dalam mengikuti liga internasional bukan merupakan masalah besar di pandangan mereka bahkan masyarakat dianjurkan untuk tidak meratapi keputusan FIFA tersebut. Menurut Menpora, Imam Nahrawi justru ini merupakan saat yang tepat untuk membenahi persepakbolaan negara kita sendiri dan melakukan persiapan yang lebih baik lagi untuk menata prestasi sepak bola kita. Menurut penulis sendiri, dilarangnya Indonesia dalam mengikuti liga internasional akan menimbulkan berbagai macam kerugian.
Kerugian bagi tim Indonesia sendiri diantaranya peringkat sepak bola Indonesia diperkirakan akan menurun karena tidak diperbolehkannya Indonesia untuk mengikuti pertandingan yang masuk dalam agenda FIFA. Menurut pengamat sepak bola Andi Bachtiar Yusuf, sangat mungkin peringkat Indonesia akan turun karena akan sangat susah untuk menggelar uji coba dengan negara lain.
Masyarakat Indonesia yang mayoritas menggemari sepak bola seperti yang telah penulis sisipkan di bagian pendahuluan, tentu akan kehilangan hiburannya untuk beberapa saat ke depan yang bahkan belum diketahui sampai kapannya. Bagi sebagian orang, sepak bola bukan hanya sekadar permainan biasa namun sebagai alat pemersatu atau ajang silaturahmi dan penumbuh rasa nasionalisme juga. Seharusnya, Kemenpora dapat mempertimbangkan lebih lanjut mengenai perihal ini. Tidak adanya pertandingan juga dapat mengakibatkan rasa nasionalisme yang tersisa perlahan menghilang. Hal ini menimbulkan semakin banyaknya masyarakat yang bersifat apatis. Masyarakat pun tidak lagi dapat menyaksikan pertandingan tim Indonesia melainkan hanya dapat menyaksikan pertandingan antar-kampung saja. Hal tersebut banyak diungkapkan oleh fans sepak bola Indonesia di media sosial sebagai suatu sindiran kepada Kemenpora.
Kerugian lainnya semua pihak yang terlibat dalam persepakbolaan seperti klub, pemain, pelatih, manajer dan pihak lainnya menjadi menganggur. Bisnis juga tidak berjalan lagi seperti seharusnya. Ini merupakan kerugian dalam arti sebenarnya.
 Menurut penulis sendiri, tujuan Kemenpora untuk memperbaiki persepakbolaan nasional memang baik adanya namun cara yang dilakukan salah. Seharusnya ada cara lain yang dapat dilakukan dengan baik antara Kemenpora dan PSSI dalam memperbaiki persepakbolaan nasional selain dengan membekukan PSSI karena terbukti adanya dengan membekukan PSSI justru semakin banyak kerugian yang terjadi ketimbang dengan keuntungannya.
Dalam hal ini, tanggapan Presiden dan Menpora sendiri yang menganggap bahwa kita tidak perlu meratapi keputusan FIFA dengan berlebihan dinilai salah bagi penulis. Secara tidak langsung, Presiden dan Menpora telah menghalangi salah satu cara untuk mengharumkan nama bangsa sendiri dan juga memupuk rasa nasionalisme masyarakat Indonesia.
Kesimpulan yang dapat penulis ambil, Presiden dan Menpora (atau pemerintah Indonesia) sebaiknya memperhatikan dengan baik keputusan yang dibuat serta risiko yang akan ditimbulkan dari keputusan tersebut. Keputusan yang dibuat tidak diputuskan secara otoriter karena dalam kasus ini sendiri, keputusan yang dibuat mengakibatkan banyak pihak yang merugi. Semua hal memang sebaiknya harus dipikirkan dengan matang dan baik-baik. Memang benar adanya bahwa risiko memang akan selalu ada di setiap keputusan yang telah dibuat, sendiri di berbagai pihak.
Â