Semarang (10/02/2022), Sejak memasuki awal musim hujan, kasus demam berdarah dengue (DBD) mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibanding musim sebelumnya. Termasuk Kota Semarang yang merupakan kawasan perkotaan dengan kepadatan permukiman yang cukup tinggi.Â
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Semarang, tedapat 334 kasus DBD yang menyebabkan adanya kematian sebanyak 8 orang selama periode tahun 2021. Berbanding dengan tahun sebelumnya, maka penting untuk adanya pemberantasan jentik nyamuk (PJN) minimal seminggu sekali melalui pengurasan penampung air maupun tempat potensial lainnya yang memungkinkan adanya nyamuk untuk bersarang.Â
Parameter yang digunakan dalam pemberantasan sarang nyamuk melalui angka bebas jentik (ABJ), hal ini dianggap lebih efektif dibanding hanya pelaksanaan program fogging yang mampu membunuh jentik sebelum menjadi nyamuk dewasa sehingga termasuk ke dalam salah satu cara pencegahan preventif. Segala hal yang dilakukan dalam pemberantasan nyamuk tersebut dikarenakan tingginya kasus DBD Kota Semarang dari tahun ke tahun hingga menduduki peringkat atas untuk provinsi bahkan tingkat nasional.
Penting untuk adanya visualisasi dan penggambaran kawasan yang tergolong ke dalam wilayah rawan bencana DBD sehingga dapat diperuntukan sebagai acuan serta landasan dalam identifikasi permasalahan penularan penyakit demam berdarah.Â
Identifikasi melalui penggambaran kawasan rawan tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, pihak pemerintahan, swasta, maupun stakeholder lainnya sebagai upaya minimalisir terjadinya penularan DBD terutama pada kawasan yang tergolong dalam rawan bencana tinggi.Â
Sebagai upaya dalam menangani permasalahan yang terjadi, mahasiswa KKN Tim I Universitas Diponegoro 2021/2022 melakukan program kerja berupa pembuatan peta kerawanan bencana nonalam penyakit DBD pada kelurahan Bendan Ngisor, Kecamatan Gajahmungkur.
Kegiatan ini dimulai dengan melakukan pengumpulan data beserta kajian literatur terkait penggambaran kawasan secara sekunder melalui telaah dokumen.Â
Berdasarkan hasil telaah, didapatkan beberapa variabel yang dianggap signifikan dalam mempengaruhi adanya potensi terciptanya kasus DBD pada kawasan permukiman seperti kawasan sekitar sungai hingga kepadatan antar bangunan. Pengolahan data yang dilakukan melalui berbagai analisis sistem informasi geografis (SIG) dengan aplikasi Arcmap/Arcgis dengan data yang bersumber dari informasi geospasial (BIG) yang bertanggung jawab dalam menjamin akses informasi geospasial termasuk sinkronisasi hingga mendukung penggunaan data tersebut dalam aspek kehidupan masyarakat.Â
Melalui hasil peta penyebaran rawan dbd yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi referensi bagi stakeholder terkait dalam mendukung kegiatan mingguan kelurahan terkait pemberantasan sarang nyamuk (PSN).Â
Selain itu, melalui peta yang dihasilkan dapat menjadi masukan dalam penentuan perencanaan kawasan Kelurahan Bendan Ngisor kedepannya terutama pada wilayah yang terdampak dan berpotensi terkena dampak bencana. Pelaksanaan pembuatan peta rawan bencana demam berdarah tersebut termasuk ke dalam salah satu upaya mitigasi dari adanya penularan penyakit DBD.
Penulis       : Refli Widianto - Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H