Mohon tunggu...
Refi Firdan Isnantya
Refi Firdan Isnantya Mohon Tunggu... Mahasiswa - 21107030151 - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Life Is The Great Unknown

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rencana Pemerintah dalam Mengganti Tenaga Honorer dengan Outsourcing

14 Juni 2022   01:09 Diperbarui: 14 Juni 2022   01:33 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi Honorer Menuntut Haknya Sumber : https://pelayananpublik.id/TenagaHonorerDigantiOutsourcing

Menyinggung kabar rencana pemerintah yaitu menghapus tenaga honorer dalam sistem pemerintahannya mulai tahun 2023, menua banyak kritikan serta tanggapan dari masyarakat. Karena sat ini beberapa pekerjaan yang terdapat di beberapa instansi pemerintahan, mulai dari petugas keamanan dan kebersihan akan dipenuhi oleh tenaga yang di alih dayakan melalui pihak ketiga atau pekerja Outsourcing.

Dilansir dari tirto.id, Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menyesalkan kebijakan pemerintah tersebut yang hendak mengubah tenaga honorer di instansi pemerintah menjadi tenaga Outsourcing.

Dalam pernyataannya Nining merespons keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Tjahjo Kumolo yang menyebutkan bahwa tidak diadakanny lagi tenaga honorer di lembaga pemerintahan mulai tahun 2023. Dan sebagai gantinya, disedikan tenaga outsourcing sebagai alih daya melakukan tugas penunjang.

"Untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan-pekerjaan yang sangat basic, seperti cleaning service, security, dll; itu disarankan untuk dipenuhi melalui tenaga alih daya dengan beban biaya umum, dan bukan biaya gaji (payroll)" ungkap Tjahjo dalam keterangan yang tertulis di Jakarta, pada Hari Minggu (23/01/2022)

Politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP tersebut, menuturkan bahwa status pegawai pemerintah nantinya hanya aka nada dua jenis yang ditentukan, yaitu: Pegawa Negeri Sipil (PNS) atau disebut juga ASN serta Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Oleh karena itu, pemerintah telah mengangkat sebanyak 1.070.092 tenaga kerja honorer menjadi Aparatur Sipil Negara atau disingkat ASN. Dalam kegiatan pengangkatan itu berlangsung bersamaan dengan rekrutmen CASN dari pelamar umum.

"Dalam kurun waktu yang sama (2005-2014), pemerintah hanya mengangkat 775.884 ASN dari pelamar umum" lanjut Tjahjo dalam keterangannya tersebut.

Selebihnya lagi, dalam penanganan tenaga honorer yang dikelola oleh pemerintah juga diperkuat dengan adanya penerapa dari berbagai kebijakan, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2005, dan PP Nomor 43 Tahun 2007, yang diubah dalam PP Nomor 56 Tahun 2012 mengenai Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS.

Melalui Peraturan Pemerintah tersebut juga tertulis bahwa THK-II atau Tenaga Honorer II masih diberikan kesempatan untuk seleksi satu kali. Dan hasilnya, dari 648.462 THK-II yang ada database, terdapat 209.872 THK-II lulus seleksi dan 438.590 THK-II nya dinyatakan tidak lulus. Jadi, untuk sisanya pada database tahun 2012 sejumlah 438.590 THK-II, kata Tjahjo.

Dalam eksploitasi tenaga kerja, Ketua Umum dari KASBI Nining Elitos menilai bahwa hal tersebut dapat berakibat buruk untuk pekerja karena mereka tidak memiliki kepastian kerja. Seharusnya, dalam hal ini pemerintah menjamin kepastian kerja mereka, bukan malah membuat status, bukan malah membuat status keadaan mereka semakin tidak jelas.

Ditambah jelas Nining melalui ungkapannya tersebut juga selama ini tenaga kerja honorer masih banyak yang digaji ratusan ribu bahkan dibawah rata-rata.

"Hal inilah yang membuar cara berpikir pejabat ini terbalik, bagaimana kami prihatin pemerintah saat ini membuat kebijakan dari tenaga honorer harusnya jadi pekerja tetap yang diberikan kesejahteraan, tapi malah jadi Outsourcing." Ungkap Nining Ketua Umum dari KASBI tersebut.

Melalui dengan adanya kebijakan tersebut, saat ini eksploitasi bukan hanya ada di sektor industri dan perusahaan swasta saja, melaikan dari Lembaga negara juga telah melakukan hal yang serupa kepada pegawainya.

"Artinya, lembaga negara liberalisasi ini semakin memprihatinkan ke depan. Institusi yang memberikan pelayanan ke masyarakat, tapi malah mengeksploitasi. Jadi jangan pernah bermimpi tenaga kerja akan memberikan perbaikan." Tambah Nining dalam keterangannya.

Dalam kondisi tersebut, Nining juga menjadi, Juru Bicara Gerakan Buruh untuk Rakyat (Gebrak) itu menyatakan bahwa dengan diadakannya perubahan status ini bukanlah suatu solusi, melainkan mengeksploitasi para pekerjanya yang dilanggengkan oleh negara.

"Jadi ini negara sama saja mengamini dan membiarkan adanya perbudakan manusia di atas manusia," ungkap Nining dalam percakapan tersebut.

"Amanah dalam konstitusi kita tersebut membebaskan manusia dari eksploitasi, perbudakan serta kemiskinan. Apabila dalam pemerintahan kita seperti ini, lalu apa bedanya dengan hidup di zaman penjajahan dengan sekarang? Bedanya hanya zaman sekarang penjajahannya lebih modern saja." Tambahan dari Nining.

Sementara itu, dari Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menilai, apabila secara hukum kebijakan ini bermasalah dan berbahaya bagi para tenaga kerja, dikarenakan melepaskan tanggung jawab negara kepada pihak ketiga yaitu kepada Outsourcing.

Pasalnya, dalam UU Nomor 20 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Ciptaker) berlaku untuk perusahaan Outsourcing. Sedangkan untuk tenaga kerja yang bekerja di pemerintahan terkait dengan adanya Undang-Undang Kepegawaian.

Aksi Tenaga Kerja Honorer Dalam Menyuarakan PendapatSumber : http://sijoritoday.com/
Aksi Tenaga Kerja Honorer Dalam Menyuarakan PendapatSumber : http://sijoritoday.com/

Banyak yang berungkapan bahwa tenaga kerja Outsourcing akan semakin jauh dari pemenuhan haknya, dikarenakan melakukan doublek kontrak kerja. Kebanyakan dari mereka melakukan kontrak kerja dengan kementrian maupun lembaga, namun juga ada yang melakukannya dengan perusahaan Outsourcing.

Dan nantinya, melalui adanya kebijakan tersebut akan menciptakan fleksibilitas pasar yang lebih luas lagi serta hal tersebut akan melanggar hak asasi manusia atau HAM, dikarenakan adaya ketidakpastian dalam suatu hubungan kerja.

Dengan begitu pula, dikhawatirkannya ada ketimpangan fasilitas serta sarana maupun prasarana yang diterima antara tenaga kerja Outsourcing dengan pegawai yang bekerja di suatu kementrian atau lembaga  Sebab, nantinya tenaga kerja Outsourcing akan seakin jauh pula dalam pemenuhan haknya. Selain itu, dampak buruk lainnya yang dihasilkan yaitu tenaga kerja dengan status Outsourcing dapat menerima pemutusan hubungan kerja.

Namun respon dari Kementerian PANRB, khususnya Plt. Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB Mohammad Averrouce mengaku jika pihaknya tidak ada yang berbicara seperti itu. Bahkan Ia menegaskan serta meminta agar para petugas yang dipekerjakan oleh instansi pemerintah dengan model Outsourcing, untuk terus meningkatkan kapasitasnya. Sehingga sesuai dengan mekanisme pengadaan CASN (PNS dan PPPK) supaya dapat lulus tes.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun