Mohon tunggu...
Refi MariskaAnggraini
Refi MariskaAnggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Refi Mariska Anggraini

Waktu tak akan pernah berputar kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu, manfaatkan waktu untuk melakukan hal yang terbaik di setiap kesempatan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Fenomena Pendidikan di Indonesia dalam Perspektif Filsafat

27 Desember 2021   10:52 Diperbarui: 27 Desember 2021   11:15 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh : Refi Mariska Anggraini

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Pendahuluan

Keadaan pendidikan di Indonesia mengalami suatu kondisi yang mengakibatkan pembatasan terhadap keterampilan peserta didik baik pada sekolah dasar maupun sekolah menengah yang meningkat. Para siswa seakan hanya dijadikan sarana individu yang tidak memiliki pengetahuan sehingga dalam praktek di sekolah hanya diajarkan suatu pengetahuan yang tidak dibutuhkan sebab bakat dan minat mereka tidak sesuai dengan kehendaknya. Menyadari akan pentingnya pendidikan dapat membawa kesejahteraan dalam menjalani sebuah kehidupan. Dengan demikian menunjukkan bahwa pendidikan sebagai sarana mendapatkan keterampilan, ilmu pengetahuan serta adanya penerimaan ijazah sebagai penanda selesainya pendidikan yang ditempuh. (Musyaddad, 2013)

Pendidikan adalah suatu usaha secara sadar dan sistematis untuk menyelenggarakan bimbingan, pencerdasan, pengarahan, dan pelatihan secara formal maupun nonformal bertujuan untuk membentuk siswa yang berkepribadian, cerdas, memiliki keahlian tertentu yang dapat dijadikan bekal untuk kehidupan masyarakatnya. Terdapat 3 fungsi utama pendidikan, yaitu pendidikan sebagai penerus serta pemelihara suatu kebudayaan, pendidikan sebagai alat dalam upaya perubahan suatu kebudayaan, dan pendidikan sebagai alat perkembangan bagi pribadi anak. Selain itu, filsafat adalah hasil pemikiran dan penerungan mendalam sampai akarnya. Dapat diartikan terbatas dan dapat juga diartikan tidak terbatas. Filsafat membahas segala sesuatu yang ada di dunia ini yang biasanya disebut filsafat umum. Sedangkan filsafat yang terbatas yaitu filsafat pendidikan, filsafat ilmu, filsafat agama, filsafat seni dan sebagainya. (Muhammad kristiawan, 2016)

Pendidikan dan filsafat memiliki kaitan yang erat sebab filsafat mencoba merumuskan dan menjelaskan mengenai gambaran diri manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan gambaran tersebut. Terbentuknya harkat dan martabat manusia serta masyarakat akan menentukan tujuan dan cara pengelolaan pendidikan, di sisi lain pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan merupakan kunci dan jawaban mendasar atas berbagai pertanyaan besar seputar pendidikan, seperti apa itu pendidikan?, apa yang ingin dicapai melalui pendidikan?, dan bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan pendidikan ini?. Kejelasan hal tersebut sangat dibutuhkan untuk menjadi landasan dari berbagai keputusan serta tindakan dalam pendidikan, sehingga setiap kebutusan serta tindakan harus dipastikan keaslian dan keakuratannya walaupun hasilnya tidak dapat dipastikan. (Muhammad kristiawan, 2016)

Maka berfikir tentang filsafat dalam pendidikan adalah berpikir secara mendalam tentang akar pendidikan. Filsafat pendidikan di definisikan sebagai "suatu ilmu pendidikan yang didasarkan pada filsafat, atau filsafat yang diterapkan untuk berpikir dan memecahkan masalah pendidikan". Bagaimana filsafat bekerja dan hasilnya dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan manusia. Dimana pendidikan menjadi salah satu aspek kehidupan karena hanya manusia lah yang dapat menerima dan melaksanakan pendidikan, jadi pendidikan memerlukan filsafat, karena masalah pendidikan bukan hanya tentang pelaksanaan pendidikan yang hanya terbatas dalam pengalaman. Dalam pendidikan akan timbul masalah yang lebih luas, lebih kompleks, dan lebih dalam yang tidak terbatasi fakta faktual maupun pengalaman serta tidak mungkin dijangkau oleh ilmu. (Possamai & Blasi, 2020)

Setiap teori pendidikan selalu didasarkan pada sistem filsafat tertentu yang menjadi landasannya. Dengan demikian semua praktek pendidikan yang diupayakan dengan intens dan sungguh-sungguh sebenarnya berlandaskan oleh pemikiran filsafat yang menjadi ideologi penggeraknya. Pemikiran filsafat itu berusaha untuk diwujudkam dalam praktek pendidikan. Salah satu wujud praktek pendidikan yakni pada pengajaran Al-Quran di Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ). Pengajaran pendidikan di TPQ termasuk dari pendidikan pengembangan yang bertujuan untuk mencapai perilaku pada anak yang memiliki kesalehan maka diperlukannya pendidikan sejak usia dini. Pendidikan tersebut dikenal dengan pengembangan pendidikan berkelanjutan pada anak usia dini, maka apabila dicermati lebih dalam pendidikan pengembangan merupakan pendidikan tentang nilai-nilai yang ada dalam agama. (Saliyo, 2020)

Sehingga melalui fenomena pendidikan di Indonesia yang dikaitkan dalam perspektif filsafat ini bertujuan untuk mengetahui pengajaran Al-Qur'an di Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) terhadap filsafat pendidikan islam.

Pembahasan

1.   Pendidikan Al-Qur'an di Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ)

            Taman Pendidikan Al-Qur'an adalah sebuah Lembaga Pendidikan keagamaan non formal yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam membaca, menulis, memahami dan mengamalkan kandungan Al-Qur'an. Secara umum TPQ bertujuan untuk menyiapkan santri-santrinya menjadi generasi Qur'ani yakni generasi yang berkomitmen terhadap Al-Qur'an. Juga bertujuan untuk membiasakan para santri menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman. TPQ biasa didirikan langsung di tempat ibadah seperti masjid atau musholah. Guru ngaji sangat di butuhkan di tiap wilayah tersebut karena dapat memberikan pengajaran Al-Qur'an kepada anak-anak melihat banyaknya anak-anak yang masih duduk di sekolah dasar. (Muhammad et al., 2020)

            Taman Pendidikan Al-Qur'an menjadi lembaga atau kelompok pendidikan berbasis masyarakat yang bertujuan memberikan pengajaran Al- Qur'an, dalam penyelenggaraan pendidikannya non-formal. Pendidikan berbasis masyarakat ialah dalam penyelenggaraan berdasarkan kekhasan agama, budaya, sosial, potens, dan aspirasi masyarakat (UU No.20 Tahun 2013 tentang SISDIKNAS). Mayarakat mewujudkan beberapa lembaga pendidikan non-formal sebagai bentuk rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan. Adanya rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan, dengan hal itu mampu menyelenggarakan pendidikan yang termasuk dalam lembaga pendidikan non-formal. Sebagai pendidikan non-formal dalam prosesnya masyarakat menjadi bagian penting, namun tidak mengikuti peraturan yang tetap serta kuat. Walaupun demikian lembaga tersebut tetap memerlukan pengelolahan yang profesional dengan manajemen yang baik dalam suatu lembaga. (Malik, 2013)

            Dalam proses pembelajaran membaca iqro' ustadz dan ustadzah akan memanggil satu persatu santri. Santri yang dipanggil akan maju kemudian ustad akan memerintahkan membuka halaman sesuai dengan kartu belajar santri. Dalam proses pembelajaran ustad dan ustadzah memberikan penjelasan awal mengenai materi yang akan dibaca oleh santri sehingga santri memahami ketentuan dan cara membaca basmalah dilanjutkan membaca iqro'. Setelah membaca iqro' para santri diwajibkan untuk menulis halaman iqro' yang akan dibaca untuk pertemuan selanjutnya. Dalam proses pembelajaran terdapat 2 evaluasi, evaluasi harian yang dilaksanakan ketika santri membaca masing-masing halaman dan evaluasi per tiga bulan yang akan disosialisasikan kepada orang tua santri. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di TPQ biasanya tidak hanya membaca iqro'yakni terdapat beberapa kegiatan pembelajaran yang di terapkan TPQ antara lain wudhu, sholat, hafalan surat pendek, hafalan hadits, bahasa Arab. (Muhammad et al., 2020)


2.   Perspektif Filsafat Pendidikan atas Pendidikan Al-Qur'an di TPQ

            Taman Pendidikan Al-Qur'an menjadi lembaga pendidikan non-formal berbasis masyarakat, maka tidak dapat terlepas dari pemahaman suatu konsep yang dikenal dengan istilah learning society yakni kegiatan belajar yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Terwujudnya masyarakat yang gemar belajar (learning society) merupakan wujud nyata dari model pendidikan sepanjang masa mendorong terbukanya kesempatan menuntut serta mewajibkan setiap orang, organisasi, masyarakar, institusi sosial untuk belajar lebih luas. Sehingga menumbuhkan semangat serta motivasi untuk belajar mandiri, terutama dalam pemenuhan kebutuhan belajar sepanjang masa dan menguatkan keberdayadidikan (education) agar dapat mendidik diri serta lingkungannya. (Kamil, 2012)

            Masyarakat memiliki bagian penting dalam lembaga pendidikan non-formal, maka tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan yang dikemukakan an-Nahlawi hendaknya melakukan beberapa hal, yaitu pertama, menyadari bahwa Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran (Qs. Ali Imran 3:104). Kedua, dalam masyarakat Islam seluruh anak dianggap anak sendiri atau anak dari saudaranya sehingga antara keduanya dapat saling perhatian dalam mendidik anak pada lingkungan mereka sebagaimana mereka mendidik anak sendiri. Ketiga, bila ada orang berbuat jahat, maka masyarakat ikut menghadapinya dengan menegakkan hukum yang telah berlaku termasuk adanya hukuman, ancaman, serta kekerasan lain dengan cara yang terbimbing. Keempat, masyarakat dapat melakukan pembinaan melalui pemboikotan, pengisolasian, atau pemutusan hubungan masyarakat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para Nabi. Dan kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh sebab masyarakat muslim merupakan masyarakat yang padu. Berpedoman dari tanggung jawab tersebut, maka lahirlah berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti surau, masjid, wirid remaja, TPQ, pembinaan rohani, kursus keislaman dan sebagainya.

            Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih memberikan konstribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya. (Malik, 2013) Sebagai suatu ilmu pendidikan non-formal memiliki sifat ilmu yang berdasarkan pada otonomi disiplin ilmu tersendiri. Sebab pendidikan non-formal mampu memberikan suatu argumen dasar mengenai struktur ilmu yang jelas dan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Dengan jelasnya struktur otonomi ilmu pendidikan non-formal yang mampu mengkaji dan menghasilkan generalisasi, serta teori maupun konsep belajar dalam rangka melahirkan kemandirian, baik itu melalui pemberdayaan (emprowering process) atau magang (learning by doing). Baik sebagai teori maupun sebagai pengembangan program, hakekat keilmuan pendidikan non-formal secara lebih jelas dapat dilihat dari berbagai definisi yang berkaitan dengan konsep keilmuan pendidikan non-formal, misalnya diuraikan berikut ini. (Kamil, 2012)

            Ilmu pendidikan non-formal mempunyai landasan filosofis yang merupakan dasar tempat berpijak, menelaah dan mengkaji kegiatan pendidikan non-formal. Kata filosofis dari kata filsafat, memiliki arti mengarah ke arah filsafat. Kemudian filsafat dapat diartikan sebagai suatu metode dalam berfikir, cara melihat atau memandang sesuatu secara komprehensif. Sebagai suatu metode, filsafat adalah cara berfikir menganalisis dan memperbaiki pendidikan non-formal secara mendalam, sehingga keberadaan pendidikan non-formal khususnya pada dunia pendidikan dan kehidupan manusia pada umumnya dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai suatu cara pandang, filsafat diharapkan dapat memberikan nilai dan suatu pemikiran mengenai eksistensi, pedoman dan landasan pendidikan non-formal sehingga dapat memberikan nilai tambah serta konstribusi terhadap individu maupun masyarakat dalam menyikapi kehidupannya. (Kamil, 2012)



DAFTAR PUSTAKA

Kamil, M. (2012). Konsep pendidikan nonformal. 1--27. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/196111091987031001-MUSTOFA_KAMIL/BAB_I_minggu__9__december_jadi.pdf

Malik, H. A. (2013). Pemberdayaan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) ALhusna Pasadena Semarang. Dimas: Jurnal Pemikiran Agama untuk Pemberdayaan, 13(2), 387--404.

Muhammad kristiawan. (2016). Filsafat Pendidikan. Penerbit Valian Pustaka Jogjakarta.

Muhammad, M., Nurjumiati, N., Yulianci, S., & Asriyadin, A. (2020). Pengembangan Nilai-Nilai Qur'ani Pada Anak Melalui Pembentukan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) Di Desa Naru. Abdi Masyarakat, 2(1), 38--41. https://doi.org/10.36312/abdi.v2i1.1334

Musyaddad, K. (2013). Problematika pendidikan di indonesia. 4.

Possamai, A., & Blasi, A. J. (2020). Peranan Filsafat Pancasila dalam Pengembangan Pendidikan Nasional. The SAGE Encyclopedia of the Sociology of Religion.

Saliyo. (2020). Penanaman Nilai-Nilai Tasamuh untuk Menangkal Paham Radikalisme di Taman Pendidikan Al- Qur ' an ( TPQ ) Perspektif Psikologi Pendidikan Islam. Psikologi Pendidikan Islam, 8 No. 1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun