Mohon tunggu...
Refi MariskaAnggraini
Refi MariskaAnggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Refi Mariska Anggraini

Waktu tak akan pernah berputar kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu, manfaatkan waktu untuk melakukan hal yang terbaik di setiap kesempatan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Fenomena Pendidikan di Indonesia dalam Perspektif Filsafat

27 Desember 2021   10:52 Diperbarui: 27 Desember 2021   11:15 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

2.   Perspektif Filsafat Pendidikan atas Pendidikan Al-Qur'an di TPQ

            Taman Pendidikan Al-Qur'an menjadi lembaga pendidikan non-formal berbasis masyarakat, maka tidak dapat terlepas dari pemahaman suatu konsep yang dikenal dengan istilah learning society yakni kegiatan belajar yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Terwujudnya masyarakat yang gemar belajar (learning society) merupakan wujud nyata dari model pendidikan sepanjang masa mendorong terbukanya kesempatan menuntut serta mewajibkan setiap orang, organisasi, masyarakar, institusi sosial untuk belajar lebih luas. Sehingga menumbuhkan semangat serta motivasi untuk belajar mandiri, terutama dalam pemenuhan kebutuhan belajar sepanjang masa dan menguatkan keberdayadidikan (education) agar dapat mendidik diri serta lingkungannya. (Kamil, 2012)

            Masyarakat memiliki bagian penting dalam lembaga pendidikan non-formal, maka tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan yang dikemukakan an-Nahlawi hendaknya melakukan beberapa hal, yaitu pertama, menyadari bahwa Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran (Qs. Ali Imran 3:104). Kedua, dalam masyarakat Islam seluruh anak dianggap anak sendiri atau anak dari saudaranya sehingga antara keduanya dapat saling perhatian dalam mendidik anak pada lingkungan mereka sebagaimana mereka mendidik anak sendiri. Ketiga, bila ada orang berbuat jahat, maka masyarakat ikut menghadapinya dengan menegakkan hukum yang telah berlaku termasuk adanya hukuman, ancaman, serta kekerasan lain dengan cara yang terbimbing. Keempat, masyarakat dapat melakukan pembinaan melalui pemboikotan, pengisolasian, atau pemutusan hubungan masyarakat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para Nabi. Dan kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh sebab masyarakat muslim merupakan masyarakat yang padu. Berpedoman dari tanggung jawab tersebut, maka lahirlah berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti surau, masjid, wirid remaja, TPQ, pembinaan rohani, kursus keislaman dan sebagainya.

            Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih memberikan konstribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya. (Malik, 2013) Sebagai suatu ilmu pendidikan non-formal memiliki sifat ilmu yang berdasarkan pada otonomi disiplin ilmu tersendiri. Sebab pendidikan non-formal mampu memberikan suatu argumen dasar mengenai struktur ilmu yang jelas dan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Dengan jelasnya struktur otonomi ilmu pendidikan non-formal yang mampu mengkaji dan menghasilkan generalisasi, serta teori maupun konsep belajar dalam rangka melahirkan kemandirian, baik itu melalui pemberdayaan (emprowering process) atau magang (learning by doing). Baik sebagai teori maupun sebagai pengembangan program, hakekat keilmuan pendidikan non-formal secara lebih jelas dapat dilihat dari berbagai definisi yang berkaitan dengan konsep keilmuan pendidikan non-formal, misalnya diuraikan berikut ini. (Kamil, 2012)

            Ilmu pendidikan non-formal mempunyai landasan filosofis yang merupakan dasar tempat berpijak, menelaah dan mengkaji kegiatan pendidikan non-formal. Kata filosofis dari kata filsafat, memiliki arti mengarah ke arah filsafat. Kemudian filsafat dapat diartikan sebagai suatu metode dalam berfikir, cara melihat atau memandang sesuatu secara komprehensif. Sebagai suatu metode, filsafat adalah cara berfikir menganalisis dan memperbaiki pendidikan non-formal secara mendalam, sehingga keberadaan pendidikan non-formal khususnya pada dunia pendidikan dan kehidupan manusia pada umumnya dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai suatu cara pandang, filsafat diharapkan dapat memberikan nilai dan suatu pemikiran mengenai eksistensi, pedoman dan landasan pendidikan non-formal sehingga dapat memberikan nilai tambah serta konstribusi terhadap individu maupun masyarakat dalam menyikapi kehidupannya. (Kamil, 2012)



DAFTAR PUSTAKA

Kamil, M. (2012). Konsep pendidikan nonformal. 1--27. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/196111091987031001-MUSTOFA_KAMIL/BAB_I_minggu__9__december_jadi.pdf

Malik, H. A. (2013). Pemberdayaan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) ALhusna Pasadena Semarang. Dimas: Jurnal Pemikiran Agama untuk Pemberdayaan, 13(2), 387--404.

Muhammad kristiawan. (2016). Filsafat Pendidikan. Penerbit Valian Pustaka Jogjakarta.

Muhammad, M., Nurjumiati, N., Yulianci, S., & Asriyadin, A. (2020). Pengembangan Nilai-Nilai Qur'ani Pada Anak Melalui Pembentukan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) Di Desa Naru. Abdi Masyarakat, 2(1), 38--41. https://doi.org/10.36312/abdi.v2i1.1334

Musyaddad, K. (2013). Problematika pendidikan di indonesia. 4.

Possamai, A., & Blasi, A. J. (2020). Peranan Filsafat Pancasila dalam Pengembangan Pendidikan Nasional. The SAGE Encyclopedia of the Sociology of Religion.

Saliyo. (2020). Penanaman Nilai-Nilai Tasamuh untuk Menangkal Paham Radikalisme di Taman Pendidikan Al- Qur ' an ( TPQ ) Perspektif Psikologi Pendidikan Islam. Psikologi Pendidikan Islam, 8 No. 1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun